SALINAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81A TAHUN 2013
TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka pelaksanaan kurikulum pada sekolah
dasar/madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama/ madrasah tsanawiyah,
sekolah menengah atas/madrasah aliyah, dan sekolah menengah kejuruan/madrasah
aliyah kejuruan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
tentang Implementasi Kurikulum;
Mengingat :
1)
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301);
2)
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5410);
3)
Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 91 Tahun 2011;
4)
Peraturan
Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, dan Tata kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun
2013;
5)
Keputusan
Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu
II sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden
Nomor 60/P Tahun 2013;
6)
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi
Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah.
7)
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah;
8)
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah;
9)
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian
Pendidikan Dasar dan Menengah;
10)
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
11)
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah;
12)
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah;
13)
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan;
14)
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Buku Teks
Pelajaran dan Buku Panduan Guru untuk Pendidikan Dasar dan Menengah;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG
IMPLEMENTASI KURIKULUM. Pasal 1 Implementasi kurikulum pada sekolah
dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah
(SMP/MTs), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), dan sekolah menengah
kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK) dilakukan secara bertahap mulai
tahun pelajaran 2013/2014.
Pasal 2 (1) Implementasi kurikulum pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan
SMK/MAK menggunakan pedoman implementasi kurikulum yang mencakup: a. Pedoman
Penyusunan dan Pengelolaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; b. Pedoman
Pengembangan Muatan Lokal; c. Pedoman Kegiatan Ekstrakurikuler; d. Pedoman Umum
Pembelajaran; dan e. Pedoman Evaluasi Kurikulum.
(2) Pedoman implementasi kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran V yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 3 Peraturan Menteri ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Juni 2013 MENTERI PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
MOHAMMAD NUH
Diundangkan di Jakarta pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013
NOMOR
-4-
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 81A
TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM
PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN
PENDIDIKAN
I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri
atas pulau besar dan kecil yang berjumlah sekitar 17.500. Penduduk Indonesia
berdasarkan pada Sensus Penduduk tahun 2010 berjumlah lebih dari 238 juta jiwa.
Keragaman yang menjadi karakteristik dan keunikan Indonesia adalah antara lain
dari segi geografis, potensi sumber daya, ketersediaan sarana dan prasarana,
latar belakang dan kondisi sosial budaya, dan berbagai keragaman lainnya yang
terdapat di setiap daerah. Keragaman tersebut selanjutnya melahirkan pula
tingkatan kebutuhan dan tantangan pengembangan yang berbeda antar daerah dalam
rangka meningkatkan mutu dan mencerdaskan kehidupan masyarakat di setiap
daerah. Terkait dengan pembangunan pendidikan, masing-masing daerah memerlukan
pendidikan yang sesuai dengan karakteristik daerah. Begitu pula halnya dengan
kurikulum sebagai jantungnya pendidikan perlu dikembangkan dan
diimplementasikan secara kontekstual untuk merespon kebutuhan daerah, satuan
pendidikan, dan peserta didik. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: 1. Pasal
36 Ayat (2) menyebutkan bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan peserta didik. 2.
Pasal 36 Ayat (3) menyebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan: (a) peningkatan iman dan takwa; (b) peningkatan akhlak mulia;
(c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; (d) keragaman
potensi daerah dan lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
(f) tuntutan dunia kerja; (g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni; (h) agama; (i) dinamika perkembangan global; dan (j) persatuan nasional
dan nilainilai kebangsaan. 3. Pasal 38
Ayat (2) mengatur bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan
sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan
komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau
kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi
untuk pendidikan menengah.
-5-
Dari amanat undang-undang tersebut ditegaskan bahwa: 1. Kurikulum
dikembangkan secara berdiversifikasi dengan maksud agar memungkinkan
penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan dengan kondisi dan
kekhasan potensi yang ada di daerah serta peserta didik; dan 2. Kurikulum
dikembangkan dan dilaksanakan di tingkat satuan pendidikan. Kurikulum
operasional yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh satuan pendidikan
diwujudkan dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
II. TUJUAN PEDOMAN Pedoman penyusunan dan pengelolaan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan bertujuan untuk. 1. Menjadi acuan operasional bagi
kepala sekolah dan guru dalam menyusun dan mengelola KTSP secara optimal di
satuan pendidikan. 2. Menjadi acuan operasional bagi dinas pendidikan atau
kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota dalam melakukan koordinasi
dan supervisi penyusunan dan pengelolaan kurikulum di setiap satuan
pendidikan.
III. PENGGUNA PEDOMAN Pedoman ini digunakan dalam rangka penyusunan
dan pengelolaan KTSP oleh: 1. kepala sekolah; 2. guru; dan 3. dinas pendidikan
atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota.
IV. DEFINISI OPERASIONAL Beberapa istilah yang perlu dijelaskan
dalam pedoman ini adalah sebagai berikut: 1. Visi sekolah merupakan cita-cita
bersama pada masa mendatang dari warga sekolah/madrasah, yang dirumuskan
berdasarkan masukan dari seluruh warga sekolah/madrasah. 2. Misi merupakan
sesuatu yang harus diemban atau harus dilaksanakan sebagai penjabaran visi yang
telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu untuk menjadi rujukan bagi
penyusunan program pokok sekolah/madrasah, baik jangka pendek dan menengah
maupun jangka panjang, dengan berdasarkan masukan dari seluruh warga satuan
pendidikan. 3. Tujuan pendidikan sekolah merupakan gambaran tingkat kualitas
yang akan dicapai oleh setiap sekolah dengan mengacu pada karakteristik
-6-
dan/atau keunikan setiap satuan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. 4. Pengembangan diri merupakan kegiatan yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri
melalui berbagai kegiatan ekstrakurikuler.
V. KOMPONEN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
A. Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Satuan Pendidikan 1. Visi
mendeskripsikan cita-cita yang hendak dicapai oleh satuan pendidikan. 2. Misi
mendeskripsikan indikator-indikator yang harus dilakukan melalui rencana
tindakan dalam mewujudkan visi satuan pendidikan. 3. Tujuan pendidikan
mendeskripsikan hal-hal yang perlu diwujudkan sesuai dengan karakteristik
satuan pendidikan.
B. Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Muatan KTSP terdiri
atas muatan kurikulum pada tingkat nasional, muatan kurikulum pada tingkat
daerah, dan muatan kekhasan satuan pendidikan. 1. Muatan Kurikulum pada Tingkat
Nasional Muatan kurikulum pada tingkat nasional yang dimuat dalam KTSP adalah sebagaimana
yang diatur dalam ketentuan: a. untuk SD/MI mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum SD/MI; b. untuk SMP/MTs mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum SMP/MTs; c. untuk SMA/MA mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum SMA/MA; d. untuk SMK/MAK mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum SMK/MAK; 2. Muatan Kurikulum pada Tingkat Daerah Muatan
kurikulum pada tingkat daerah yang dimuat dalam KTSP terdiri atas sejumlah
bahan kajian dan pelajaran dan/atau mata pelajaran muatan lokal yang ditentukan
oleh daerah yang bersangkutan. Penetapan muatan lokal didasarkan pada kebutuhan
dan kondisi setiap daerah, baik untuk provinsi maupun kabupaten/kota. Muatan
lokal yang berlaku untuk seluruh wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan
gubernur. Begitu pula halnya,
-7-
apabila muatan lokal yang berlaku untuk seluruh wilayah
kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota. 3. Muatan Kekhasan
Satuan Pendidikan Muatan kekhasan satuan pendidikan berupa bahan kajian dan
pelajaran dan/atau mata pelajaran muatan lokal serta program kegiatan yang
ditentukan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan dengan mempertimbangkan
kebutuhan peserta didik.
C. Pengaturan Beban Belajar 1. Beban belajar dalam KTSP diatur
dalam bentuk sistem paket atau sistem kredit semester. a. Sistem Paket Beban
belajar dengan sistem paket sebagaimana diatur dalam struktur kurikulum setiap
satuan pendidikan merupakan pengaturan alokasi waktu untuk setiap mata
pelajaran yang terdapat pada semester gasal dan genap dalam satu tahun ajaran.
Beban belajar pada sistem paket terdiri atas
pembelajaran tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri. b.
Sistem Kredit Semester Sistem Kredit Semester (SKS) diberlakukan hanya untuk
SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. Beban belajar setiap mata pelajaran pada SKS
dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Beban belajar 1 (satu) sks
terdiri atas 1 (satu) jam pembelajaran tatap muka, 1 (satu) jam penugasan
terstruktur, dan 1 (satu) jam kegiatan mandiri. 2. Beban belajar tatap muka,
penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri. a. Sistem Paket Beban belajar
penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri pada satuan pendidikan yang
menggunakan Sistem Paket yaitu 0%-40% untuk SD/MI, 0%-50% untuk SMP/MTs, dan
0%-60% untuk SMA/MA/SMK/MAK dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang
bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan
kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi. b. Sistem Kredit Beban belajar
tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri pada satuan pendidikan
yang menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS) mengikuti aturan sebagai berikut:
1) Satu sks pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit penugasan
terstruktur dan kegiatan mandiri. 2) Satu sks pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas:
45 menit tatap muka dan 25 menit penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri. 3.
Beban Belajar Kegiatan Praktik Kerja SMK
-8-
Beban belajar kegiatan praktik kerja di SMK diatur: (i) 2 (dua) jam
praktik di sekolah setara dengan 1 (satu) jam tatap muka, dan (ii) 4 (empat)
jam praktik di dunia usaha dan industri setara dengan 2 (dua) jam tatap muka.
4. Beban Belajar Tambahan Satuan pendidikan dapat menambah beban belajar per
minggu sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik. Konsekuensi penambahan
beban belajar pada satuan pendidikan menjadi tanggung jawab satuan pendidikan
yang bersangkutan.
D. Kalender Pendidikan Kurikulum satuan pendidikan pada setiap
jenis dan jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan.
Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta
didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu
efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur. 1. Permulaan Waktu
Pelajaran Permulaan waktu pelajaran di setiap satuan pendidikan dimulai pada
setiap awal tahun pelajaran. 2. Pengaturan Waktu Belajar Efektif a. Minggu
efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran di luar waktu libur
untuk setiap tahun pelajaran pada setiap satuan pendidikan. b. Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah
jam pembelajaran setiap minggu yang meliputi jumlah jam pembelajaran untuk
seluruh mata pelajaran termasuk muatan lokal (kurikulum tingkat daerah),
ditambah jumlah jam untuk kegiatan lain yang dianggap penting oleh satuan
pendidikan. 3. Pengaturan Waktu Libur Penetapan waktu libur dilakukan dengan
mengacu pada ketentuan yang berlaku tentang hari libur, baik nasional maupun
daerah. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester,
libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk
hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus. Alokasi waktu minggu efektif
belajar, waktu libur, dan kegiatan lainnya tertera pada Tabel berikut ini.
Tabel 1: Alokasi Waktu pada Kalender Pendidikan
NO KEGIATAN ALOKASI WAKTU KETERANGAN
1. Minggu efektif belajar
Minimum 34 minggu dan maksimum 38 minggu
Digunakan untuk kegiatan pembelajaran efektif pada setiap satuan
pendidikan
2. Jeda tengah semester
Maksimum 2 minggu
Satu minggu setiap semester
3. Jeda antar Maksimum 2
Antara semester I dan II
-9-
NO KEGIATAN ALOKASI WAKTU KETERANGAN semester minggu
4. Libur akhir tahun
pelajaran
Maksimum 3 minggu
Digunakan untuk penyiapan kegiatan dan administrasi akhir dan awal
tahun pelajaran
5. Hari libur keagamaan
2 – 4 minggu Daerah khusus
yang memerlukan libur keagamaan lebih panjang dapat mengaturnya sendiri tanpa
mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif
6. Hari libur umum/nasional
Maksimum 2 minggu
Disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah
7. Hari libur khusus
Maksimum 1 minggu
Untuk satuan pendidikan sesuai dengan ciri kekhususan masing-masing
8. Kegiatan khusus
sekolah/madras ah
Maksimum 3 minggu
Digunakan untuk kegiatan yang diprogramkan secara khusus oleh
sekolah/madrasah tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu
pembelajaran efektif
VI. MEKANISME PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN
A. Tahapan Penyusunan Penyusunan KTSP merupakan bagian dari
kegiatan perencanaan sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk rapat kerja
dan/atau lokakarya sekolah/madrasah dan/atau kelompok sekolah/madrasah yang
diselenggarakan sebelum tahun pelajaran baru. Tahap kegiatan penyusunan KTSP
secara garis besar meliputi: (i) perumusan visi dan misi berdasarkan analisis
konteks dengan tetap mempertimbangkan keunggulan dan kebutuhan nasional dan
daerah; penyiapan dan penyusunan draf; riviu, revisi, dan finalisasi;
pemantapan dan penilaian; serta pengesahan. Langkah yang lebih rinci dari
masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan oleh tim pengembang kurikulum
sekolah.
B. Prinsip-prinsip Penyusunan Dalam menyusun KTSP perlu
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Peningkatan Iman, Takwa, dan
Akhlak Mulia
-10-
Iman, takwa, dan akhlak mulia menjadi dasar pembentukan kepribadian
peserta didik secara utuh. KTSP disusun agar semua mata pelajaran dapat
menunjang peningkatan iman, takwa, dan akhlak mulia. 2. Kebutuhan Kompetensi
Masa Depan Kemampuan peserta didik yang diperlukan yaitu antara lain kemampuan
berkomunikasi, berpikir kritis dan kreatif dengan mempertimbangkan nilai dan
moral Pancasila agar menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab,
toleran dalam keberagaman, mampu hidup dalam masyarakat global, memiliki minat
luas dalam kehidupan dan kesiapan untuk bekerja, kecerdasan sesuai dengan
bakat/minatnya, dan peduli terhadap lingkungan. Kurikulum harus mampu menjawab
tantangan ini sehingga perlu mengembangkan kemampuan-kemampuan ini dalam proses
pembelajaran. 3. Peningkatan Potensi, Kecerdasan, dan Minat sesuai dengan
Tingkat Perkembangan dan Kemampuan Peserta Didik Pendidikan merupakan proses
sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik yang
memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara
optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi,
tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional, sosial,
spritual, dan kinestetik peserta didik. 4. Keragaman Potensi dan Karakteristik
Daerah dan Lingkungan Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan, tantangan,
dan karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan yang
sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh
karena itu, kurikulum perlu memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan
lulusan yang relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah. 5. Tuntutan
Pembangunan Daerah dan Nasional Dalam era otonomi dan desentralisasi, kurikulum
adalah salah satu media pengikat dan pengembang keutuhan bangsa yang dapat
mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional.
Untuk itu, kurikulum perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan daerah
dan nasional. 6. Tuntutan Dunia Kerja Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung
tumbuh kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan
mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan
hidup untuk membekali peserta didik memasuki dunia kerja. Hal ini sangat
penting terutama bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang tidak
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. 7. Perkembangan Ilmu Pengetahuan,
Teknologi, dan Seni Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa
masyarakat berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai
penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi
dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual
-11-
dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan
secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. 8.
Agama Kurikulum dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman, taqwa, serta
akhlak mulia dan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat beragama. Oleh
karena itu, muatan kurikulum semua matapelajaran ikut mendukung peningkatan
iman, takwa, dan akhlak mulia. 9.
Dinamika Perkembangan Global Kurikulum
menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat penting
ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antarbangsa yang semakin
dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta mempunyai
kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku dan bangsa lain. 10. Persatuan
Nasional dan Nilai-Nilai Kebangsaan Kurikulum diarahkan untuk membangun
karakter dan wawasan kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan penting
bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, kurikulum harus
menumbuhkembangkan wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk
memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI. 11. Kondisi Sosial Budaya
Masyarakat Setempat Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik
sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.
Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat ditumbuhkan terlebih dahulu
sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain. 12. Kesetaraan Jender Kurikulum diarahkan
kepada pengembangan sikap dan perilaku yang berkeadilan dengan memperhatikan
kesetaraan jender. 13. Karakteristik Satuan Pendidikan Kurikulum dikembangkan
sesuai dengan kondisi dan ciri khas satuan pendidikan.
C. Mekanisme Pengelolaan KTSP dikelola berdasarkan prinsip-prinsip
sebagai berikut. 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan lingkungannya Kurikulum dikembangkan berdasarkan
prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan
kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung
pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan
dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
-12-
peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral
berarti bahwa kegiatan pembelajaran harus berpusat pada peserta didik. 2.
Beragam dan terpadu Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kebutuhan
nasional sesuai tujuan pendidikan, keragaman karakteristik peserta didik,
kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak
diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status
sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib
dan muatan lokal. 3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan
isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan
memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 4. Relevan
dengan kebutuhan kehidupan Pengembangan kurikulum satuan pendidikan dilakukan
dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi
pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan
kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan
kurikulum perlu memperhatikan keseimbangan antara hard skills dan soft skills
pada setiap kelas antarmata pelajaran, dan memperhatikan kesinambungan hard
skills dan soft skills antarkelas. 5.
Menyeluruh dan berkesinambungan Substansi kurikulum mencakup keseluruhan
dimensi kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan), bidang kajian
keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antar jenjang pendidikan. 6. Belajar sepanjang hayat Kurikulum
diarahkan pada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan kemampuan
peserta didik untuk belajar sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan
antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan
memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah
pengembangan manusia seutuhnya. 7. Seimbang antara kepentingan nasional dan
kepentingan daerah Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan
nasional dan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Kepentingan nasional dan daerah saling mengisi dan memberdayakan
sejalan dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika dalam kerangka NKRI.
-13-
VII. PIHAK YANG TERLIBAT KTSP dikembangkan sesuai dengan
relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah
di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor kementerian
agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan dinas pendidikan atau kantor
wilayah kementerian agama provinsi untuk pendidikan menengah. a. Tim penyusun
KTSP pada SD, SMP, SMA dan SMK terdiri atas: guru, konselor, dan kepala sekolah
sebagai ketua merangkap anggota. Dalam kegiatan penyusunan KTSP, tim penyusun
melibatkan komite sekolah, nara sumber, dan pihak lain yang terkait. Koordinasi
dan supervisi dilakukan oleh dinas yang bertanggung jawab di bidang pendidikan
tingkat kabupaten/kota untuk SD dan SMP dan dinas yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan di tingkat provinsi untuk SMA dan SMK. b. Tim penyusun KTSP pada MI, MTs, MA dan MAK
terdiri atas: guru, konselor, dan kepala madrasah sebagai ketua merangkap
anggota. Dalam kegiatan penyusunan KTSP, tim penyusun melibatkan komite
madrasah, nara sumber, dan pihak lain yang terkait. Koordinasi dan supervisi
dilakukan oleh kementerian yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
c. Tim penyusun KTSP pada pendidikan khusus (SDLB, SMPLB, dan SMALB) terdiri
atas: guru, konselor, dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota. Dalam
kegiatan penyusunan KTSP, tim penyusun melibatkan komite sekolah, nara sumber,
dan pihak lain yang terkait. Koordinasi dan supervisi dilakukan oleh dinas
provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
VIII. PENUTUP Demikian Pedoman ini disusun sebagai acuan
operasional dalam penyusunan dan pengelolaan KTSP oleh satuan pendidikan. Dengan
adanya KTSP tersebut, satuan pendidikan dapat mengatur implementasi Kurikulum
2013 ke dalam tataran teknis secara fleksibel, terutama pada aspek
pembelajaran.
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
MOHAMMAD NUH
-14-
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 81A
TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM
PEDOMAN PENGEMBANGAN MUATAN LOKAL
I. PENDAHULUAN Muatan lokal, sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan
Atas Undangundang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
merupakan bahan kajian yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik
terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya. Dalam Pasal 77 N Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional dinyatakan bahwa : (1) Muatan
lokal untuk setiap satuan pendidikan berisi muatan dan proses pembelajaran
tentang potensi dan keunikan lokal; (2) Muatan lokal dikembangkan dan dilaksanakan
pada setiap satuan pendidikan. Selanjutnya, dalam Pasal 77P antara lain
dinyatakan bahwa : (1) Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi dan
supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan menengah; (2) Pemerintah
daerah kabupaten/kota melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan
lokal pada pendidikan dasar; (3) Pengelolaan muatan lokal meliputi penyiapan,
penyusunan, dan evaluasi terhadap dokumen muatan lokal, buku teks pelajaran,
dan buku panduan guru; dan (4) Dalam hal seluruh kabupaten/kota pada 1 (satu)
provinsi sepakat menetapkan 1 (satu) muatan lokal yang sama, koordinasi dan
supervisi pengelolaan kurikulum pada pendidikan dasar dilakukan oleh pemerintah
daerah provinsi. Muatan lokal sebagai
bahan kajian yang membentuk pemahaman terhadap potensi di daerah tempat
tinggalnya bermanfaat untuk memberikan bekal sikap, pengetahuan, dan
keterampilan kepada peserta didik agar: 1. mengenal dan menjadi lebih akrab
dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya; 2. memiliki bekal kemampuan dan
keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya
maupun lingkungan masyarakat pada umumnya; dan 3. memiliki sikap dan perilaku
yang selaras dengan nilai-nilai/aturanaturan yang berlaku di daerahnya, serta
melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka
menunjang pembangunan nasional.
-15-
II. TUJUAN PEDOMAN Pedoman
muatan lokal merupakan acuan bagi satuan pendidikan (guru, kepala sekolah, dan
komite sekolah) dalam pengembangan muatan lokal oleh masing- masing satuan
pendidikan. Pedoman muatan lokal ini juga menjadi acuan bagi : (1) Pemerintah
daerah provinsi dalam melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan
lokal pada pendidikan menengah, dan (2) Pemerintah daerah kabupaten/kota dalam
melakukan koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan
dasar.
III. PENGGUNA PEDOMAN Pedoman muatan lokal digunakan bagi: 1.
Satuan pendidikan (guru, kepala sekolah, komite sekolah/ madrasah) dalam
mengembangkan materi/substansi/program muatan lokal yang sesuai dengan
kebutuhan dan potensi di sekitarnya. 2. Pemerintah provinsi (dinas pendidikan
provinsi, kanwil kementerian agama) dalam melakukan koordinasi dan supervisi
pengelolaan muatan lokal pada pendidikan menengah (SMA/MA dan SMK/MAK). 3.
Pemerintah daerah kabupaten/kota (dinas pendidikan kabupaten/ kota, kantor
kementerian agama kabupaten/kota) dalam melakukan koordinasi dan supervisi
pengelolaan muatan lokal pada pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs).
IV. DEFINISI OPERASIONAL Beberapa istilah yang perlu dijelaskan
dalam pedoman ini adalah sebagai berikut: 1. Muatan lokal merupakan bahan
kajian pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran
tentang potensi dan keunikan lokal yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman
peserta didik terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya. 2. Pemerintah
provinsi adalah gubernur dan berbagai perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah provinsi. 3. Pemerintah kabupaten/kota adalah
bupati/walikota dan berbagai perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah kabupaten/kota.
V. KOMPONEN MUATAN LOKAL
A. Ruang Lingkup Ruang lingkup muatan lokal adalah sebagai berikut.
1. Lingkup keadaan dan kebutuhan daerah.
-16-
Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah
tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan
sosial ekonomi, dan lingkungan sosial
budaya. Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat
di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan
hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut, yang
disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang
bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut adalah seperti kebutuhan untuk: a.
melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah; b. meningkatkan kemampuan dan
keterampilan di bidang tertentu sesuai dengan keadaan perekonomian daerah; c.
meningkatkan penguasaan Bahasa Inggris untuk keperluan peserta didik dan untuk
mendukung pengembangan potensi daerah, seperti potensi pariwisata; dan d.
meningkatkan kemampuan berwirausaha. 2. Lingkup isi/jenis muatan lokal. Lingkup isi/jenis muatan lokal dapat berupa:
bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan
daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan
alam sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu untuk pengembangan potensi
daerah yang bersangkutan.
B. Prinsip Pengembangan Pengembangan muatan lokal untuk SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK perlu memperhatikan beberapa prinsip pengembangan
sebagai berikut. 1. Utuh Pengembangan
pendidikan muatan lokal dilakukan berdasarkan pendidikan berbasis kompetensi,
kinerja, dan kecakapan hidup. 2. Kontekstual Pengembangan pendidikan muatan
lokal dilakukan berdasarkan budaya, potensi, dan masalah daerah. 3. Terpadu
Pendidikan muatan lokal dipadukan dengan lingkungan satuan pendidikan, termasuk
terpadu dengan dunia usaha dan industri. 4. Apresiatif Hasil-hasil pendidikan
muatan lokal dirayakan (dalam bentuk pertunjukkan, lomba-lomba, pemberian
penghargaan) di level satuan pendidikan dan daerah. 5. Fleksibel Jenis muatan
lokal yang dipilih oleh satuan pendidikan dan pengaturan waktunya bersifat
fleksibel sesuai dengan kondisi dan karakteristik satuan pendidikan. 6.
Pendidikan Sepanjang Hayat
-17-
Pendidikan muatan lokal tidak hanya berorientasi pada hasil
belajar, tetapi juga mengupayakan peserta didik untuk belajar secara terus-
menerus. 7. Manfaat Pendidikan muatan lokal berorientasi pada upaya
melestarikan dan mengembangkan budaya lokal dalam menghadapi tantangan
global.
C. Strategi Pengembangan Muatan Lokal Terdapat dua strategi dalam
pengembangan muatan lokal, yaitu: 1.
Dari bawah ke atas (bottom up) Penyelenggaraan pendidikan muatan lokal dapat
dibangun secara bertahap tumbuh di dan dari satuan-satuan pendidikan. Hal ini
berarti bahwa satuan pendidikan diberi kewenangan untuk menentukan jenis muatan
lokal sesuai dengan hasil analisis konteks. Penentuan jenis muatan lokal
kemudian diikuti dengan penyusunan kurikulum yang sesuai dengan identifikasi
kebutuhan dan/atau ketersediaan sumber daya pendukung. Jenis muatan lokal yang
sudah diselenggarakan satuan pendidikan kemudian dianalisis untuk mencari dan
menentukan bahan kajian umum/ besarannya. 2. Dari atas ke bawah (top down) Pada
tahap ini pemerintah daerah) sudah memiliki bahan kajian muatan lokal yang
diidentifikasi dari jenis muatan lokal yang diselenggarakan satuan pendidikan
di daerahnya. Tim pengembang muatan lokal dapat menganalisis core and content
dari jenis muatan lokal secara keseluruhan. Setelah core and content umum
ditemukan, maka tim pengembang kurikulum daerah dapat merumuskan rekomendasi
kepada pemerintah daerah untuk membuat kebijakan tentang jenis muatan lokal
yang akan diselenggarakan di daerahnya.
VI. MEKANISME PENGEMBANGAN DAN PELAKSANAAN
A. Tahapan Pengembangan Muatan Lokal Muatan Lokal dikembangkan
melalui tahapan sebagai berikut: 1. Melakukan identifikasi dan analisis konteks
kurikulum. Identifikasi konteks kurikulum meliputi analisis ciri khas, potensi,
keunggulan, kearifan lokal, dan kebutuhan/tuntutan daerah. Metode identifikasi
dan analisis disesuaikan dengan kemampuan tim. 2. Menentukan jenis muatan lokal
yang akan dikembangkan. Jenis muatan lokal meliputi empat rumpun muatan lokal
yang merupakan persinggungan antara budaya lokal (dimensi sosiobudaya-politik),
kewirausahaan, pra-vokasional (dimensi ekonomi), pendidikan lingkungan, dan
kekhususan lokal lainnya (dimensi fisik).
-18-
a. Budaya lokal mencakup pandangan-pandangan yang mendasar,
nilai-nilai sosial, dan artifak-artifak (material dan perilaku) yang luhur yang
bersifat lokal. b. Kewirausahaan dan pra-vokasional adalah muatan lokal yang
mencakup pendidikan yang tertuju pada pengembangan potensi jiwa usaha dan
kecakapannya. c. Pendidikan lingkungan
& kekhususan lokal lainnya adalah mata pelajaran muatan lokal yang
bertujuan untuk mengenal lingkungan lebih baik, mengembangkan kepedulian
terhadap lingkungan, dan mengembangkan potensi lingkungan. d. Perpaduan antara
budaya lokal, kewirausahaan, pravokasional, lingkungan hidup, dan kekhususan
lokal lainnya yang dapat menumbuhkan suatu kecakapan hidup. 3. Menentukan bahan
kajian muatan lokal Kegiatan ini pada
dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang
dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan
satuan pendidikan. Penentuan bahan kajian muatan lokal didasarkan pada kriteria
berikut: a. kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik; b. kemampuan
guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan; c. tersedianya sarana
dan prasarana; d. tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa; e.
tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan; f. kelayakan yang berkaitan
dengan pelaksanaan di satuan pendidikan; g. karakteristik yang sesuai dengan
kondisi dan situasi daerah; h. komponen analisis kebutuhan muatan lokal (ciri
khas, potensi, keunggulan, dan kebutuhan/tuntutan); i. mengembangkan kompetensi
dasar yang mengacu pada kompetensi inti; j. menyusun silabus muatan lokal.
B. Rambu-Rambu Pengembangan Muatan Lokal Berikut ini rambu-rambu
yang perlu diperhatikan dalam pengembangan muatan lokal: 1. Satuan pendidikan
yang mampu mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar beserta
silabusnya dapat melaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila satuan
pendidikan belum mampu mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar
beserta silabusnya, maka satuan pendidikan dapat melaksanakan muatan lokal
berdasarkan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh satuan pendidikan, atau
dapat meminta bantuan kepada satuan pendidikan terdekat yang masih dalam satu
daerahnya. Beberapa satuan pendidikan dalam satu daerah yang belum mampu
mengembangkannya dapat meminta bantuan tim pengembang kurikulum daerah atau
-19-
meminta bantuan dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) di
propinsinya. 2. Bahan kajian disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta
didik yang mencakup perkembangan pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan
sosial peserta didik. Pembelajaran diatur agar tidak memberatkan peserta didik
dan tidak mengganggu penguasaan kurikulum nasional. Oleh karena itu,
pelaksanaan muatan lokal dihindarkan dari penugasan pekerjaan rumah (PR). 3.
Program pengajaran dikembangkan dengan melihat kedekatannya dengan peserta
didik yang meliputi kedekatan secara fisik dan secara psikis. Dekat secara
fisik berarti bahwa terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan sekolah
peserta didik, sedangkan dekat secara psikis berarti bahwa bahan kajian
tersebut mudah dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencerna informasi sesuai
dengan usia peserta didik. Untuk itu, bahan pengajaran perlu disusun
berdasarkan prinsip belajar yaitu: (1) bertitik tolak dari hal-hal konkret ke
abstrak; (2) dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum diketahui; (3) dari
pengalaman lama ke pengalaman baru; (4) dari yang mudah/sederhana ke yang lebih
sukar/rumit. Selain itu, bahan kajian/pelajaran diharapkan bermakna bagi
peserta didik yaitu bermanfaat karena dapat membantu peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari. 4. Bahan kajian/pelajaran diharapkan dapat memberikan
keluwesan bagi guru dalam memilih metode mengajar dan sumber belajar seperti
buku dan nara sumber. Dalam kaitan dengan sumber belajar, guru diharapkan dapat
mengembangkan sumber belajar yang sesuai dengan memanfaatkan potensi di
lingkungan satuan pendidikan, misalnya dengan memanfaatkan tanah/kebun satuan
pendidikan, meminta bantuan dari instansi terkait atau dunia usaha/industri
(lapangan kerja) atau tokoh-tokoh masyarakat. Selain itu, guru diharapkan dapat
memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta didik aktif dalam
proses belajar mengajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial. 5. Bahan
kajian muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam arti mengacu
kepada suatu tujuan pengajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta
didik. Namun demikian bahan kajian muatan lokal tertentu tidak harus secara
terus-menerus diajarkan mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI, atau dari
kelas VII sampai dengan kelas IX, atau dari kelas X sampai dengan kelas XII.
Bahan kajian muatan lokal juga dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka
waktu satu semester, dua semester, atau satu tahun ajaran. 6. Alokasi waktu
untuk bahan kajian/pelajaran muatan lokal perlu memperhatikan jumlah
hari/minggu dan minggu efektif untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap
semester.
C. Langkah Pelaksanaan Muatan Lokal Berikut adalah rambu-rambu
pelaksanaan pendidikan muatan lokal di satuan pendidikan: 1. Muatan lokal
diajarkan pada setiap jenjang kelas mulai dari tingkat pra satuan pendidikan
hingga satuan pendidikan
-20-
menengah. Khusus pada jenjang pra satuan pendidikan, muatan lokal
tidak berbentuk sebagai mata pelajaran. 2. Muatan lokal dilaksanakan sebagai
mata pelajaran tersendiri dan/atau bahan kajian yang dipadukan ke dalam mata
pelajaran lain dan/atau pengembangan diri. 3. Alokasi waktu adalah 2 jam/minggu
jika muatan lokal berupa mata pelajaran khusus muatan lokal. 4. Muatan lokal
dilaksanakan selama satu semester atau satu tahun atau bahkan selama tiga
tahun. 5. Proses pembelajaran muatan lokal mencakup empat aspek (kognitif,
afektif, psikomotor, dan action). 6. Penilaian pembelajaran muatan lokal
mengutamakan unjuk kerja, produk, dan portofolio. 7. Satuan pendidikan dapat
menentukan satu atau lebih jenis bahan kajian mata pelajaran muatan lokal. 8.
Penyelenggaraan muatan lokal disesuaikan dengan potensi dan karakteristik
satuan pendidikan. 9. Satuan pendidikan yang tidak memiliki tenaga khusus untuk
muatan lokal dapat bekerja sama atau menggunakan tenaga dengan pihak lain.
D. Daya Dukung Pelaksanaan Muatan Lokal Daya dukung pelaksanaan
muatan lokal meliputi segala hal yang dianggap perlu dan penting untuk
mendukung keterlaksanaan muatan lokal di satuan pendidikan. Beberapa hal
penting yang perlu diperhatikan adalah kebijakan mengenai muatan lokal, guru,
sarana dan prasarana, dan manajemen sekolah. 1. Kebijakan Muatan Lokal Pelaksanaan muatan lokal harus didukung
kebijakan, baik pada level pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan satuan
pendidikan. Kebijakan diperlukan dalam hal: a. kerja sama dengan lembaga lain,
baik pemerintah maupun swasta; b. pemenuhan kebutuhan sumber daya (ahli,
peralatan, dana, sarana dan lain-lain); dan c. penentuan jenis muatan lokal
pada level kabupaten/kota/provinsi sebagai muatan lokal wajib pada daerah
tertentu. Yang dimaksud daerah tertentu adalah daerah yang memiliki kondisi
khusus seperti: rawan konflik, rawan sosial, rawan bencana, dan lain-lain. 2.
Guru Guru yang ditugaskan sebagai pengampu muatan lokal adalah yang memiliki: a. kemampuan atau keahlian dan/atau lulusan
pada bidang yang relevan; b. pengalaman melakukan bidang yang diampu; dan c. minat tinggi terhadap bidang yang diampu.
-21-
Guru muatan lokal dapat berasal dari luar satuan pendidikan,
seperti: satuan pendidikan terdekat, tokoh masyarakat, pelaku sosial-budaya,
dan lain-lain. 3. Sarana dan Prasarana Sekolah Kebutuhan sarana dan prasarana
muatan lokal harus dipenuhi oleh satuan pendidikan. Jika satuan pendidikan
belum mampu memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana, maka pemenuhannya dapat dibantu
melalui kerja sama dengan pihak tertentu atau bantuan dari pihak lain. 4.
Manajemen Sekolah Untuk memfasilitasi implementasi muatan lokal, kepala
sekolah: a. menugaskan guru, menjadwalkan, dan menyediakan sumber daya secara
khusus untuk muatan local; b. menjaga konsistensi pembelajaran sesuai dengan
prinsipprinsip pembelajaran umum dan muatan lokal khususnya; dan c.
mencantumkan kegiatan pameran atau sejenisnya dalam kalender akademik satuan
pendidikan.
VII. PIHAK YANG TERLIBAT
Pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan dan pengelolaan muatan
lokal, antara lain : 1. Satuan pendidikan Kepala sekolah, guru, dan komite
sekolah/madrasah secara bersamasama mengembangkan materi/ substansi/program
muatan lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi di sekitarnya. 2.
Pemerintah provinsi Gubernur dan dinas pendidikan provinsi melakukan koordinasi
dan supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan menengah (SMA dan SMK).
3. Kantor Wilayah Kementerian Agama melakukan koordinasi dan supervisi
pengelolaan muatan lokal pada pendidikan menengah (MA dan MAK). 4. Pemerintah
Kabupaten/Kota Bupati/walikota dan dinas pendidikan kabupaten/kota melakukan
koordinasi dan supervisi pengelolaan muatan lokal pada pendidikan dasar (SD dan
SMP). 5. Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota melakukan koordinasi dan supervisi
pengelolaan muatan lokal pada pendidikan dasar (MI dan MTs).
VIII. PENUTUP Pengembangan dan pelaksanaan muatan lokal di setiap
satuan pendidikan harus tetap sinergi dengan pengembangan dan pelaksanaan
-22-
kurikulum setiap satuan pendidik. Dalam pengembangan muatan lokal
perlu keterlibatan berbagai unsur, terutama di tingkat satuan pendidikan
seperti: guru, kepala sekolah, serta komite sekolah/madrasah. Di sisi lain,
pemerintah daerah beserta perangkat daerah yang melaksanakan pemerintahan
daerah di bidang pendidikan perlu mendukung dalam bentuk supervisi serta
koordinasi sesuai dengan kewenangan masingmasing. Pada kekhususan jenis muatan
lokal, seperti untuk SMK/MAK, berbagai unsur masyarakat baik dari dunia
industri maupun asosiasi profesi dapat dilibatkan.
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
MOHAMMAD NUH
-23-
LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 81A
TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM
PEDOMAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
I. PENDAHULUAN Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Pengembangan potensi peserta
didik sebagaimana dimaksud dalam tujuan pendidikan nasional tersebut dapat
diwujudkan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang merupakan salah satu kegiatan
dalam program kurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler adalah program kurikuler yang
alokasi waktunya tidak ditetapkan dalam kurikulum. Jelasnya bahwa kegiatan
ekstrakurikuler merupakan perangkat operasional (supplement dan complements)
kurikulum, yang perlu disusun dan dituangkan dalam rencana kerja
tahunan/kalender pendidikan satuan pendidikan. Kegiatan ekstrakurikuler
menjembatani kebutuhan perkembangan peserta didik yang berbeda; seperti
perbedaan sense akan nilai moral dan sikap, kemampuan, dan kreativitas. Melalui
partisipasinya dalam kegiatan ekstrakurikuler peserta didik dapat belajar dan
mengembangkan kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dengan orang lain, serta
menemukan dan mengembangkan potensinya. Kegiatan ekstrakurikuler juga
memberikan manfaat sosial yang besar. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah
satu perangkat operasional (supplement dan complements) kurikulum, yang perlu
disusun dan dituangkan dalam rencana kerja tahunan/kalender pendidikan satuan
pendidikan (seperti disebutkan pada Pasal 53 ayat (2) butir a Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan) serta dievaluasi pelaksanaannya setiap semester oleh satuan
pendidikan (seperti disebutkan pada Pasal 79 ayat (2) butir b Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan).
-24-
II. TUJUAN Pedoman kegiatan ekstrakurikuler ini disusun dengan
tujuan untuk. 1. Menjadi arahan operasional dalam pengembangan program dan
kegiatan ekstrakurikuler oleh satuan pendidikan. 2. Menjadi arahan operasional
dalam pelaksanaan dan penilaian kegiatan ekstrakurikuler di tingkat satuan
pendidikan.
III. PENGGUNA PEDOMAN Pedoman kegiatan ekstrakurikuler ini
diharapkan bermanfaat bagi pengguna yang meliputi : 1. Dewan guru dan tenaga
kependidikan sebagai pengembang dan pembina program ekstrakurikuler. 2. Kepala
sekolah sebagai penanggung jawab program ekstrakurikuler di satuan pendidikan.
3. Komite sekolah/madrasah sebagai mitra sekolah yang mewakili orang tua
peserta didik dalam pengembangan program dan dukungan pelaksanaan program
ekstrakurikuler.
IV. DEFINISI OPERASIONAL Beberapa istilah yang perlu dijelaskan
dalam pedoman ini adalah sebagai berikut. 1. Ekstrakurikuler adalah kegiatan
pendidikan yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kurikulum
standar sebagai perluasan dari kegiatan kurikulum dan dilakukan di bawah
bimbingan sekolah dengan tujuan untuk mengembangkan kepribadian, bakat, minat,
dan kemampuan peserta didik yang lebih luas atau di luar minat yang
dikembangkan oleh kurikulum. Berdasarkan definisi tersebut, maka kegiatan di
sekolah atau pun di luar sekolah yang terkait dengan tugas belajar suatu mata
pelajaran bukanlah kegiatan ekstrakurikuler. 2. Ekstrakurikuler wajib merupakan
program ekstrakurikuler yang harus diikuti oleh seluruh peserta didik,
terkecuali bagi peserta didik dengan kondisi tertentu yang tidak
memungkinkannya untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tersebut. 3.
Ekstrakurikuler pilihan merupakan program ekstrakurikuler yang dapat diikuti
oleh peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya masing-masing.
V. KOMPONEN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
A. Visi dan Misi 1. Visi Visi kegiatan ekstrakurikuler pada satuan
pendidikan adalah berkembangnya potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian,
-25-
dan kemandirian peserta didik secara optimal melalui kegiatankegiatan
di luar kegiatan intrakurikuler. 2. Misi Misi kegiatan ekstrakurikuler pada
satuan pendidikan adalah sebagai berikut: a. Menyediakan sejumlah kegiatan yang
dapat dipilih dan diikuti sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat
peserta didik. b. Menyelenggarakan
sejumlah kegiatan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat
mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri secara optimal melalui kegiatan
mandiri dan atau berkelompok.
B. Fungsi dan Tujuan 1. Fungsi
Kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan memiliki fungsi
pengembangan, sosial, rekreatif, dan persiapan karir. a. Fungsi pengembangan,
yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk mendukung perkembangan
personal peserta didik melalui perluasan minat, pengembangan potensi, dan
pemberian kesempatan untuk pembentukan karakter dan pelatihan kepemimpinan. b.
Fungsi sosial, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.
Kompetensi sosial dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk memperluas pengalaman sosial, praktek keterampilan sosial, dan
internalisasi nilai moral dan nilai sosial. c. Fungsi rekreatif, yakni bahwa
kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dalam suasana rileks, menggembirakan, dan
menyenangkan sehingga menunjang proses perkembangan peserta didik. Kegiatan
ekstrakurikuler harus dapat menjadikan kehidupan atau atmosfer sekolah lebih
menantang dan lebih menarik bagi peserta didik. d. Fungsi persiapan karir, yakni
bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk mengembangkan kesiapan karir
peserta didik melalui pengembangan kapasitas. 2. Tujuan Tujuan pelaksanaan
kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan adalah: a. Kegiatan
ekstrakurikuler harus dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor peserta didik. b. Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat mengembangkan
bakat dan minat peserta didik dalam upaya pembinaan pribadi menuju pembinaan
manusia seutuhnya.
-26-
C. Prinsip Kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan
dikembangkan dengan prinsip sebagai berikut. 1. Bersifat individual, yakni
bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan sesuai dengan potensi, bakat, dan
minat peserta didik masing-masing. 2. Bersifat pilihan, yakni bahwa kegiatan
ekstrakurikuler dikembangkan sesuai dengan minat dan diikuti oleh peserta didik
secara sukarela. 3. Keterlibatan aktif, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler
menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh sesuai dengan minat dan
pilihan masing-masing. 4. Menyenangkan, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler
dilaksanakan dalam suasana yang menggembirakan bagi peserta didik. 5. Membangun
etos kerja, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan dan dilaksanakan
dengan prinsip membangun semangat peserta didik untuk berusaha dan bekerja
dengan baik dan giat. 6. Kemanfaatan sosial, yakni bahwa kegiatan
ekstrakurikuler dikembangkan dan dilaksanakan dengan tidak melupakan
kepentingan masyarakat.
D. Jenis Kegiatan Kegiatan ekstrakurikuler dapat berbentuk. 1.
Krida; meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang
Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), dan lainnya;
2. Karya ilmiah; meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan
keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian, dan lainnya; 3. Latihan/olah
bakat/prestasi; meliputi pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya, cinta
alam, jurnalistik, teater, keagamaan, dan lainnya; atau 4. Jenis lainnya.
E. Format Kegiatan Kegiatan ekstrakurikuler dapat diselenggarakan
dalam berbagai bentuk. 1. Individual; yakni kegiatan ekstrakurikuler dapat
dilakukan dalam format yang diikuti oleh peserta didik secara perorangan. 2.
Kelompok; yakni kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan dalam format yang
diikuti oleh kelompok-kelompok peserta didik. 3. Klasikal; yakni kegiatan
ekstrakurikuler dapat dilakukan dalam format yang diikuti oleh peserta didik
dalam satu kelas. 4. Gabungan; yakni kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan
dalam format yang diikuti oleh peserta didik antarkelas.
-27-
5. Lapangan; yakni kegiatan ekstrakurikuler dapat dilakukan dalam
format yang diikuti oleh seorang atau sejumlah peserta didik melalui kegiatan
di luar sekolah atau kegiatan lapangan.
VI. MEKANISME KEGIATAN EKSTRAKURIKULER A. Pengembangan Program dan
Kegiatan Kegiatan ekstrakurikuler dalam Kurikulum 2013 dikelompokkan
berdasarkan kaitan kegiatan tersebut dengan kurikulum, yakni ekstrakurikuler
wajib dan ekstrakurikuler pilihan. Ekstrakurikuler wajib merupakan program
ekstrakurikuler yang harus diikuti oleh seluruh peserta didik, terkecuali
peserta didik dengan kondisi tertentu yang tidak memungkinkannya untuk
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tersebut. Dalam Kurikulum 2013, Kepramukaan
ditetapkan sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib dari sekolah dasar (SD/MI)
hingga sekolah menengah atas (SMA/SMK), dalam pendidikan dari sekolah dasar
hingga sekolah menengah atas. Pelaksananannya dapat bekerja sama dengan
organisasi Kepramukaan setempat/terdekat. Ekstrakurikuler pilihan merupakan
kegiatan yang antara lain OSIS, UKS, dan PMR. Selain itu, kegiatan ini dapat
juga dalam bentuk antara lain kelompok atau klub yang kegiatan
ekstrakurikulernya dikembangkan atau berkenaan dengan konten suatu mata
pelajaran, misalnya klub olahraga seperti klub sepak bola atau klub bola voli.
Berkenaan dengan hal tersebut, satuan pendidikan (kepala sekolah, guru, dan
tenaga kependidikan) perlu secara aktif mengidentifikasi kebutuhan dan minat
peserta didik yang selanjutnya dikembangkan ke dalam kegiatan ekstrakurikuler
yang bermanfaat positif bagi peserta didik. Ide pengembangan suatu kegiatan
ekstrakurikuler dapat pula berasal dari peserta didik atau sekelompok peserta
didik. Program ekstrakurikuler berikut adalah contoh yang dapat dikembangkan di
satuan pendidikan sesuai dengan kondisi dan kemampuan yang dimilikinya.
PROGRAM EKSTRAKURIKULER
1. Klub Tari, Nyanyi, Sandiwara, Melukis, berbagai kesenian
daerah
2. Klub Diskusi Bahasa, Sastra, Drama, Orasi
3. Klub Voli, Sepak bola, Basket, Dayung, Badminton, Renang,
Atletik, Silat, Karate, Yudo, Bela Diri lainnya.
4. Klub Pencinta Matematika, Komputer, Otomotif, Elektronika.
5. Klub Pencinta Alam, Pencinta Kupu-kupu, Pencinta, Arung Jeram,
Pencinta Astronomi, Kebersihan Lingkungan, Pertanian
6. Klub Pendaki Gunung, Kelompok Pekerja Sosial, Polisi Lalu Lintas
Sekolah
-28-
7. Perkumpulan Pengelola Rumah Ibadah, Kelompok Peduli Rumah Jompo,
Kelompok Peduli Rumah Yatim.
Satuan pendidikan selanjutnya menyusun “Panduan Kegiatan
Ekstrakurikuler” yang berlaku di satuan pendidikan dan mendiseminasikannya
kepada peserta didik pada setiap awal tahun pelajaran. Panduan kegiatan
ekstrakurikuler yang diberlakukan pada satuan pendidikan paling sedikit memuat.
1. Kebijakan mengenai program ekstrakurikuler; 2. Rasional dan tujuan kebijakan
program ekstrakurikuler; 3. Deskripsi program ekstrakurikuler meliputi: a.
ragam kegiatan ekstrakurikuler yang disediakan; b. tujuan dan kegunaan kegiatan
ekstrakurikuler; c. keanggotaan/kepesertaan dan persyaratan; d. jadwal kegiatan;
dan e. level supervisi yang diperlukan dari orang tua peserta didik. 4.
Manajemen program ekstrakurikuler meliputi: a. Struktur organisasi pengelolaan
program ekstrakurikuler pada satuan pendidikan; b. Level supervisi yang
disiapkan/disediakan oleh satuan pendidikan untuk masing-masing kegiatan ekstrakurikuler; dan c. Level asuransi
yang disiapkan/disediakan oleh satuan pendidikan untuk masing-masing kegiatan
ekstrakurikuler. 5. Pendanaan dan mekanisme pendanaan program
ekstrakurikuler.
B. Pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler Peserta didik harus
mengikuti program ekstrakurikuler wajib (kecuali bagi yang terkendala), dan
dapat mengikuti suatu program ekstrakurikuler pilihan baik yang terkait maupun
yang tidak terkait dengan suatu mata pelajaran di satuan pendidikan tempatnya
belajar. Penjadwalan waktu kegiatan ekstrakurikuler sudah harus dirancang pada
awal tahun atau semester dan di bawah bimbingan kepala sekolah atau wakil
kepala sekolah bidang kurikulum dan peserta didik. Jadwal waktu kegiatan
ekstrakurikuler diatur sedemikian rupa sehingga tidak menghambat pelaksanaan
kegiatan kurikuler atau dapat menyebabkan gangguan bagi peserta didik dalam
mengikuti kegiatan kurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler dilakukan di luar jam
pelajaran kurikuler yang terencana setiap hari. Kegiatan ekstrakurikuler dapat
dilakukan setiap hari atau waktu tertentu (blok waktu). Kegiatan
ekstrakurikuler seperti OSIS, klub olahraga, atau seni mungkin saja dilakukan
setiap hari setelah jam pelajaran usai. Sementara itu kegiatan lain seperti
Klub Pencinta Alam, Panjat Gunung, dan kegiatan lain yang
-29-
memerlukan waktu panjang dapat direncanakan sebagai kegiatan dengan
waktu tertentu (blok waktu). Khusus untuk Kepramukaan, kegiatan yang dilakukan
di luar sekolah atau terkait dengan berbagai satuan pendidikan lainnya, seperti
Jambore Pramuka, ditentukan oleh pengelola/pembina Kepramukaan dan diatur agar
tidak bersamaan dengan waktu belajar kurikuler rutin.
C. Penilaian Kegiatan Ekstrakurikuler Penilaian perlu diberikan terhadap
kinerja peserta didik dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kriteria keberhasilan
lebih ditentukan oleh proses dan keikutsertaan peserta didik dalam kegiatan
ekstrakurikuler yang dipilihnya. Penilaian dilakukan secara kualitatif. Peserta
didik diwajibkan untuk mendapatkan nilai memuaskan pada kegiatan
ekstrakurikuler wajib pada setiap semester. Nilai yang diperoleh pada kegiatan
ekstrakurikuler wajib Kepramukaan berpengaruh terhadap kenaikan kelas peserta
didik. Nilai di bawah memuaskan dalam dua semester atau satu tahun memberikan
sanksi bahwa peserta didik tersebut harus mengikuti program khusus yang
diselenggarakan bagi mereka. Persyaratan demikian tidak dikenakan bagi peserta
didik yang mengikuti program ekstrakurikuler pilihan. Meskipun demikian, penilaian
tetap diberikan dan dinyatakan dalam buku rapor. Penilaian didasarkan atas
keikutsertaan dan prestasi peserta didik dalam suatu kegiatan ekstrakurikuler
yang diikuti. Hanya nilai memuaskan atau di atasnya yang dicantumkan dalam buku
rapor. Satuan pendidikan dapat dan perlu memberikan penghargaan kepada peserta
didik yang memiliki prestasi sangat memuaskan atau cemerlang dalam satu
kegiatan ekstrakurikuler wajib atau pilihan. Penghargaan tersebut diberikan
untuk pelaksanaan kegiatan dalam satu kurun waktu akademik tertentu; misalnya
pada setiap akhir semester, akhir tahun, atau pada waktu peserta didik telah
menyelesaikan seluruh program pembelajarannya. Penghargaan tersebut memiliki
arti sebagai suatu sikap menghargai prestasi seseorang. Kebiasaan satuan
pendidikan memberikan penghargaan terhadap prestasi baik akan menjadi bagian
dari diri peserta didik setelah mereka menyelesaikan pendidikannya.
D. Evaluasi Program Ekstrakurikuler Program ekstrakurikuler
merupakan program yang dinamis. Satuan pendidikan dapat menambah atau
mengurangi ragam kegiatan ekstrakurikuler berdasarkan hasil evaluasi yang
dilakukan pada setiap semester. Satuan pendidikan melakukan revisi “Panduan
Kegiatan Ekstrakurikuler” yang berlaku di satuan pendidikan untuk tahun ajaran
berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut dan mendiseminasikannya kepada
peserta didik dan pemangku kepentingan lainnya.
-30-
VII. PIHAK YANG TERLIBAT Pihak-pihak yang terkait dengan
pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian kegiatan ekstrakurikuler antara lain :
A. Satuan Pendidikan Kepala sekolah, dewan guru, guru pembina ekstrakurikuler,
dan tenaga kependidikan bersama-sama mengembangkan ragam kegiatan
ekstrakurikuler; sesuai dengan penugasannya melaksanakan supervisi dan
pembinaan dalam pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler, serta melaksanakan
evaluasi terhadap program ekstrakurikuler. B. Komite Sekolah/Madrasah Sebagai
mitra sekolah yang mewakili orang tua peserta didik memberikan usulan dalam
pengembangan ragam kegiatan ekstrakurikuler dan dukungan dalam pelaksanaan
kegiatan ekstrakurikuler. C. Orang tua Memberikan kepedulian dan komitmen penuh
terhadap suksesnya kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan karena
pendidikan holistik bergantung pada pendekatan kooperatif antara satuan
pendidikan/sekolah dan orang tua
VIII. PENUTUP Demikian pedoman ini disusun sebagai arahan
operasional dalam pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian program
ekstrakurikuler pada satuan pendidikan. Semoga pengembangan dan pelaksanaan
program ekstrakurikuler pada satuan pendidikan menuai manfaat yang signifikan
dalam pengembangan kemampuan intelektual, emosional, spiritual, sosial, serta
pengembangan keterampilan dan kepribadian peserta didik.
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
MOHAMMAD NUH
-31-
LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 81A
TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM PEDOMAN UMUM
PEMBELAJARAN
I. PENDAHULUAN Pedoman Umum
Pembelajaran mencakup kerangka konseptual dan operasional tentang: strategi
pembelajaran, sistem kredit semester, penilaian hasil belajar, dan layanan
bimbingan dan konseling. Cakupan pedoman tersebut dikembangkan dalam kerangka
implementasi Kurikulum 2013. Strategi pembelajaran sangat diperlukan dalam
menunjang terwujudnya seluruh kompetensi yang dimuat dalam Kurikulum 2013.
Dalam arti bahwa kurikulum memuat apa yang seharusnya diajarkan kepada peserta
didik, sedangkan pembelajaran merupakan cara bagaimana apa yang diajarkan bisa
dikuasai oleh peserta didik. Pelaksanaan pembelajaran didahului dengan
penyiapan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dikembangkan oleh guru
baik secara individual maupun kelompok yang mengacu pada Silabus. Sistem Kredit
Semester (SKS) disiapkan untuk memfasilitasi satuan pendidikan dalam merintis
atau melanjutkan pengelolaan kurikulum dengan menerapkan SKS sebagai perwujudan
konsep belajar tuntas, yang memungkinkan peserta didik dapat belajar sesuai
dengan kecepatan belajarnya. Strategi penilaian disiapkan untuk memfasilitasi
guru dalam mengembangkan pendekatan, teknik dan instrumen penilaian hasil
belajar dengan pendekatan otentik Penilaian memungkinkan para pendidik mampu
menerapkan program remedial bagi peserta didik yang tergolong pebelajar lambat
dan program pengayaan bagi peserta didik yang termasuk kategori pebelajar cepat
Sedangkan substansi bimbingan dan konseling disiapkan untuk memfasilitasi satuan
pendidikan dalam mewujudkan proses pendidikan yang memperhatikan dan menjawab
ragam kemampuan, kebutuhan, dan minat sesuai dengan karakteristik peserta
didik. Khusus untuk SMA/MA dan SMK/MAK) bimbingan dan konseling dimaksudkan
untuk membantu satuan pendidikan dalam memfasilitasi peserta didik dalam
memilih dan menetapkan program peminatan akademik bagi peserta didik SMA/MA dan
peminatan vokasi bagi peserta didik SMK/MAK serta pemilihan mata pelajaran
lintas peminatan khusus bagi peserta didik SMA/MA. Selain itu bimbingan dan
konseling juga dimaksudkan untuk memfasilitasi guru bimbingan dan konseling
(guru BK) atau konselor sekolah untuk menangani dan membantu peserta didik yang
secara individual mengalami masalah psikologis atau psikososial, seperti sulit
berkonsentrasi, rasa cemas, dan gejala perilaku menyimpang.
-32-
Dalam konteks konseptual penjelasan Pasal 77O huruf c Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan keempat substansi
tersebut secara kurikuler dan pedagogik terkait erat dengan instrumentasi dan
praksis pembelajaran dalam arti luas. Oleh karena itu, keempat substansi
pedoman tersebut dikemas dalam satu pedoman yakni Pedoman Umum Pembelajaran.
II. TUJUAN PEDOMAN Pedoman ini dimaksudkan untuk: 1. memfasilitasi
guru secara individual dan kelompok dalam mengembangkan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan melaksanakan pembelajaran dalam berbagai modus,
strategi, dan model untuk muatan dan/atau mata pelajaran yang diampunya; 2.
memfasilitasi satuan pendidikan dalam merintis atau melanjutkan pengelolaan
kurikulum dengan menerapkan sistem kredit semester sebagai perwujudan konsep
belajar tuntas sesuai dengan kesiapan masing-masing; 3. memfasilitasi guru
secara individual atau kelompok dalam mengembangkan teknik dan instrumen
penilaian hasil belajar dengan pendekatan otentik untuk muatan dan/atau mata
pelajarannya; dan 4. memfasilitasi
satuan pendidikan dalam mewujudkan proses pendidikan sesuai dengan kemampuan,
kebutuhan, dan minat sesuai karakteristik peserta didik dan dalam memfasilitasi
peserta didik untuk memilih dan menetapkan program peminatan, serta
memfasilitasi guru BK atau konselor sekolah untuk menangani dan membantu
peserta didik yang secara individual mengalami masalah psikologis atau
psikososial.
III. PENGGUNA PEDOMAN Pengguna pedoman ini mencakup pihak-pihak
sebagai berikut. 1. Guru secara individual
atau kelompok guru (guru mata pelajaran, guru kelas, dan guru pembina
kegiatan ekstrakurikuler); 2. Pimpinan satuan pendidikan (kepala sekolah, wakil
kepala sekolah, wali kelas); 3. Guru bimbingan dan konseling atau konselor
sekolah; dan 4. Tenaga kependidikan (pengawas, pustakawan sekolah, pembina
pramuka).
IV. CAKUPAN PEDOMAN Pedoman ini mencakup substansi sebagai berikut.
1. Konsep dan strategi pembelajaran sebagai dasar dan kerangka pengembangan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan pelaksanaa pembelajaran dalam
berbagai modus, strategi, dan model.
-33-
2. Konsep dan strategi penerapan Sistem Kredit Semester sebagai
landasan bagi satuan pendidikan dalam merintis atau melanjutkan pengelolaan
kurikulum dengan menerapkan sistem kredit semester. 3. Konsep dan strategi penilaian sebagai
dasar dan kerangka pengembangan teknik dan instrumen penilaian hasil belajar
dengan pendekatan otentik. 4. Konsep dan
strategi pembimbingan dan konsultasi agar peserta didik mampu mengenali potensi
diri dan akademik sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat.
V. KONSEP DAN STRATEGI PEMBELAJARAN
A. Pandangan tentang pembelajaran Secara prinsip, kegiatan
pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin
lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta
berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Oleh karena itu, kegiatan
pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik menjadi
kompetensi yang diharapkan. Lebih lanjut, strategi pembelajaran harus diarahkan
untuk memfasilitasi pencapaian kompetensi yang telah dirancang dalam dokumen
kurikulum agar setiap individu mampu menjadi pebelajar mandiri sepanjang hayat.
dan yang pada gilirannya mereka menjadi komponen penting untuk mewujudkan
masyarakat belajar. Kualitas lain yang
dikembangkan kurikulum dan harus terealisasikan dalam proses
pembelajaran antara lain kreativitas, kemandirian, kerja sama, solidaritas,
kepemimpinan, empati, toleransi dan kecakapan hidup peserta didik guna
membentuk watak serta meningkatkan peradaban dan martabat bangsa. Untuk
mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan
pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: (1) berpusat pada peserta didik,
(2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi
menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan
kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan
berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual,
efektif, efisien, dan bermakna. Di dalam pembelajaran, peserta didik didorong
untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek
informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya, dan melakukan
pengembangan menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan
jaman tempat dan waktu ia hidup. Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar bahwa
pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik.
Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari,
mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu pembelajaran
harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk
-34-
mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar
benarbenar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu
didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk
dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ideidenya. Guru memberikan kemudahan untuk proses ini,
dengan mengembangkan suasana belajar yang memberi kesempatan peserta didik
untuk menemukan, menerapkan ide-ide mereka sendiri, menjadi sadar dan secara
sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru mengembangkan
kesempatan belajar kepada peserta didik untuk meniti anak tangga yang membawa
peserta didik kepemahaman yang lebih tinggi, yang semula dilakukan dengan
bantuan guru tetapi semakin lama semakin mandiri. Bagi peserta didik, pembelajaran
harus bergeser dari “diberi tahu” menjadi “aktif mencari tahu”. Di dalam
pembelajaran, peserta didik mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya. Bagi
peserta didik, pengetahuan yang dimilikinya bersifat dinamis, berkembang dari
sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya menuju
ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju abstrak.
Sebagai manusia yang sedang berkembang, peserta didik telah, sedang, dan/atau
akan mengalami empat tahap perkembangan intelektual, yakni sensori motor,
pra-operasional, operasional konkrit, dan operasional formal. Secara umum
jenjang pertama terjadi sebelum seseorang memasuki usia sekolah, jejang kedua
dan ketiga dimulai ketika seseorang menjadi peserta didik di jenjang pendidikan
dasar, sedangkan jenjang keempat dimulai sejak tahun kelima dan keenam sekolah
dasar. Proses pembelajaran terjadi secara internal pada diri peserta didik.
Proses tersebut mungkin saja terjadi akibat dari stimulus luar yang diberikan
guru, teman, lingkungan. Proses tersebut mungkin pula terjadi akibat dari
stimulus dalam diri peserta didik yang terutama disebabkan oleh rasa ingin
tahu. Proses pembelajaran dapat pula terjadi sebagai gabungan dari stimulus
luar dan dalam. Dalam proses pembelajaran, guru perlu mengembangkan kedua
stimulus pada diri setiap peserta didik.
Di dalam pembelajaran, peserta didik difasilitasi untuk terlibat secara
aktif mengembangkan potensi dirinya menjadi kompetensi. Guru menyediakan
pengalaman belajar bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan yang
memungkinkan mereka mengembangkan potensi yang dimiliki mereka menjadi
kompetensi yang ditetapkan dalam dokumen kurikulum atau lebih. Pengalaman
belajar tersebut semakin lama semakin meningkat menjadi kebiasaan belajar mandiri
dan ajeg sebagai salah satu dasar untuk belajar sepanjang hayat. Dalam suatu
kegiatan belajar dapat terjadi pengembangan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan dalam kombinasi dan penekanan yang bervariasi. Setiap kegiatan
belajar memiliki kombinasi dan penekanan yang berbeda dari kegiatan belajar
lain tergantung dari sifat muatan yang
dipelajari. Meskipun demikian, pengetahuan selalu menjadi unsur penggerak untuk
pengembangan kemampuan lain.
B. Pembelajaran langsung dan tidak langsung Kurikulum 2013 mengembangkan
dua modus proses pembelajaran yaitu proses pembelajaran langsung dan proses
pembelajaran tidak
-35-
langsung. Proses pembelajaran langsung adalah proses pendidikan di
mana peserta didik mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan
psikomotorik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang
dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran
langsung tersebut peserta didik melakukan kegiatan belajar mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan mengkomunikasikan
apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis. Proses pembelajaran
langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung atau yang disebut
dengan instructional effect. Pembelajaran tidak langsung adalah proses
pendidikan yang terjadi selama proses pembelajaran langsung tetapi tidak
dirancang dalam kegiatan khusus. Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan
pengembangan nilai dan sikap. Berbeda dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap
yang dilakukan dalam proses pembelajaran langsung oleh mata pelajaran tertentu,
pengembangan sikap sebagai proses pengembangan moral dan perilaku dilakukan
oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas,
sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran Kurikulum
2013, semua kegiatan yang terjadi selama belajar di sekolah dan di luar dalam
kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler terjadi proses pembelajaran untuk
mengembangkan moral dan perilaku yang terkait dengan sikap. Baik pembelajaran
langsung maupun pembelajaran tidak langsung terjadi secara terintegrasi dan
tidak terpisah. Pembelajaran langsung berkenaan dengan pembelajaran yang
menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan
secara bersamaan dalam suatu proses pembelajaran dan menjadi wahana untuk
mengembangkan KD pada KI-1 dan KI-2. Pembelajaran tidak langsung berkenaan
dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-1 dan KI-2.
Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: a.
mengamati; b. menanya; c. mengumpulkan informasi; d. mengasosiasi; dan e.
mengkomunikasikan. Kelima pembelajaran pokok
tersebut dapat dirinci dalam berbagai kegiatan belajar sebagaimana
tercantum dalam tabel berikut: Tabel 1: Keterkaitan antara Langkah Pembelajaran
dengan Kegiatan Belajar dan Maknanya.
LANGKAH PEMBELAJARAN KEGIATAN BELAJAR
KOMPETENSI YANG DIKEMBANGKAN
Mengamati Membaca,
mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat)
Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi
-36-
LANGKAH PEMBELAJARAN
KEGIATAN BELAJAR
KOMPETENSI YANG DIKEMBANGKAN
Menanya Mengajukan
pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau
pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati
(dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik)
Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan
pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan
belajar sepanjang hayat
Mengumpulkan informasi/ eksperimen
- melakukan eksperimen - membaca sumber lain selain buku teks -
mengamati objek/ kejadian/ - aktivitas - wawancara dengan nara sumber
Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang
lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi
melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan
belajar sepanjang hayat.
Mengasosiasikan/ mengolah informasi
- mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari
hasil kegiatan mengumpulkan/eksperi men mau pun hasil dari kegiatan mengamati
dan kegiatan mengumpulkan informasi. -
Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari
yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang
Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan
menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam
menyimpulkan .
-37-
LANGKAH PEMBELAJARAN
KEGIATAN BELAJAR
KOMPETENSI YANG DIKEMBANGKAN
memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan
Mengkomunikasikan
Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil
analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya
Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir
sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan
kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
C. Perencanaan pembelajaran Tahap pertama dalam pembelajaran
menurut standar proses yaitu perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan
kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). 1. Hakikat RPP
Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan
secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang mengacu pada
silabus. RPP mencakup: (1) data sekolah, matapelajaran, dan kelas/semester; (2)
materi pokok; (3) alokasi waktu; (4) tujuan pembelajaran, KD dan indikator
pencapaian kompetensi; (5) materi pembelajaran; metode pembelajaran; (6) media,
alat dan sumber belajar; (6) langkahlangkah kegiatan pembelajaran; dan (7)
penilaian. Setiap guru di setiap satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP
untuk kelas di mana guru tersebut mengajar (guru kelas) di SD dan untuk guru
matapelajaran yang diampunya untuk guru SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK.
Pengembangan RPP dapat dilakukan pada setiap awal semester atau awal tahun
pelajaran, dengan maksud agar RPP telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap
awal pelaksanaan pembelajaran. Pengembangan RPP dapat dilakukan secara mandiri
atau secara berkelompok. Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara mandiri
dan/atau secara bersama-sama melalui musyawarah guru MATA pelajaran (MGMP) di
dalam suatu sekolah tertentu difasilitasi dan disupervisi kepala sekolah atau
guru senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah.
Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara berkelompok melalui
MGMP antarsekolah atau antarwilayah dikoordinasikan dan disupervisi oleh
pengawas atau dinas pendidikan. 2. Prinsip-Prinsip Pengembangan RPP
-38-
Berbagai prinsip dalam mengembangkan atau menyusun RPP adalah
sebagai berikut. a. RPP disusun guru sebagai terjemahan dari ide kurikulum dan
berdasarkan silabus yang telah dikembangkan di tingkat nasional ke dalam bentuk
rancangan proses pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran. b. RPP dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa
yang dinyatakan dalam silabus dengan kondisi di satuan pendidikan baik
kemampuan awal peserta didik, minat, motivasi belajar, bakat, potensi,
kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar,
latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik. c.
Mendorong partisipasi aktif peserta didik d. Sesuai dengan tujuan Kurikulum
2013 untuk menghasilkan peserta didik sebagai manusia yang mandiri dan tak
berhenti belajar, proses pembelajaran dalam RPP dirancang dengan berpusat pada
peserta didik untuk mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin tahu,
kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar, keterampilan
belajar dan kebiasaan belajar. e. Mengembangkan budaya membaca dan menulis f. Proses pembelajaran dalam RPP dirancang
untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan
berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan. g. Memberikan umpan balik dan tindak
lanjut. h. RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif,
penguatan, pengayaan, dan remedi. Pemberian pembelajaran remedi dilakukan
setiap saat setelah suatu ulangan atau ujian dilakukan, hasilnya dianalisis,
dan kelemahan setiap peserta didik dapat teridentifikasi. Pemberian
pembelajaran diberikan sesuai dengan kelemahan peserta didik. i. Keterkaitan
dan keterpaduan. j. RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan
keterpaduan antara KI dan KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP
disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas
matapelajaran untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman budaya. k. Menerapkan
teknologi informasi dan komunikasi l.
RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi
secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
3. Komponen dan Sistematika RPP RPP paling sedikit memuat: (i) tujuan
pembelajaran, (ii) materi pembelajaran, (iii) metode pembelajaran, (iv) sumber
belajar, dan (v) penilaian.
-39-
Komponen-komponen tersebut secara operasional diwujudkan dalam
bentuk format berikut ini.
Sekolah : Matapelajaran : Kelas/Semester : Materi Pokok : Alokasi
Waktu :
A. Kompetensi Inti (KI) B. Kompetensi Dasar dan Indikator 1.
_____________ (KD pada KI-1) 2.
_____________ (KD pada KI-2) 3. _____________ (KD pada KI-3) Indikator:
__________________ 4. _____________ (KD pada KI-4) Indikator:
__________________
Catatan:
KD-1 dan KD-2 dari KI-1 dan KI-2 tidak harus dikembangkan dalam
indikator karena keduanya dicapai
melalui proses pembelajaran yang tidak langsung. Indikator dikembangkan hanya
untuk KD-3 dan KD-4 yang dicapai melalui proses pembelajaran langsung.
C. Tujuan Pembelajaran D. Materi
Pembelajaran (rincian dari Materi Pokok) E. Metode Pembelajaran (Rincian
dari Kegiatan Pembelajaran) F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran 1. Media 2.
Alat/Bahan 3. Sumber Belajar G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran 1. Pertemuan Kesatu: a. Pendahuluan/Kegiatan
Awal (…menit) b. Kegiatan Inti
(...menit) c. Penutup (…menit) 2.
Pertemuan Kedua: a. Pendahuluan/Kegiatan Awal (…menit) b. Kegiatan Inti (...menit) c. Penutup (…menit), dan seterusnya.
-40-
H. Penilaian 1. Jenis/teknik
penilaian 2. Bentuk instrumen dan instrumen 3. Pedoman penskoran
4. Langkah-Langkah Pengembangan RPP a. Mengkaji Silabus Secara
umum, untuk setiap materi pokok pada setiap silabus terdapat 4 KD sesuai dengan
aspek KI (sikap kepada Tuhan, sikap diri dan terhadap lingkungan, pengetahuan,
dan keterampilan). Untuk mencapai 4 KD tersebut, di dalam silabus dirumuskan
kegiatan peserta didik secara umum dalam pembelajaran berdasarkan standar
proses. Kegiatan peserta didik ini merupakan rincian dari eksplorasi,
elaborasi, dan konfirmasi, yakni: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,
mengolah dan mengkomunikasikan. Kegiatan inilah yang harus dirinci lebih lanjut
di dalam RPP, dalam bentuk langkah-langkah yang dilakukan guru dalam
pembelajaran, yang membuat peserta didik aktif belajar. Pengkajian terhadap
silabus juga meliputi perumusan indikator KD dan penilaiannya. b. Mengidentifikasi Materi Pembelajaran Mengidentifikasi materi pembelajaran yang
menunjang pencapaian KD dengan mempertimbangkan: 1) potensi peserta didik; 2)
relevansi dengan karakteristik daerah, 3) tingkat perkembangan fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan spritual peserta didik; 4) kebermanfaatan
bagi peserta didik; 5) struktur keilmuan; 6) aktualitas, kedalaman, dan keluasan
materi pembelajaran; 7) relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan
lingkungan; dan 8) alokasi waktu. c.
Menentukan Tujuan Tujuan dapat diorganisasikan mencakup seluruh KD atau
diorganisasikan untuk setiap pertemuan. Tujuan mengacu pada indikator, paling
tidak mengandung dua aspek: Audience (peserta didik) dan Behavior (aspek
kemampuan). d. Mengembangkan Kegiatan
Pembelajaran Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman
belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta
didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam
rangka pencapaian KD. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui
penggunaan pendekatan pembelajaran yang
-41-
bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar
memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik,
khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara profesional.
2) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan manajerial yang dilakukan
guru, agar peserta didik dapat melakukan kegiatan seperti di silabus. 3)
Kegiatan pembelajaran untuk setiap pertemuan merupakan skenario langkah-langkah
guru dalam membuat peserta didik aktif belajar. Kegiatan ini diorganisasikan
menjadi kegiatan: Pendahuluan, Inti, dan Penutup. Kegiatan inti dijabarkan
lebih lanjut menjadi rincian dari kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan
konfirmasi, yakni: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan,
dan mengkomunikasikan. Untuk pembelajaran yang bertujuan menguasai prosedur
untuk melakukan sesuatu, kegiatan pembelajaran dapat berupa pemodelan/demonstrasi
oleh guru atau ahli, peniruan oleh peserta didik, pengecekan dan pemberian
umpan balik oleh guru, dan pelatihan lanjutan. e. Penjabaran Jenis Penilaian Di
dalam silabus telah ditentukan jenis penilaiannya. Penilaian pencapaian KD
peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan
menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan
kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau
produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Oleh karena pada setiap
pembelajaran peserta didik didorong untuk menghasilkan karya, maka penyajian
portofolio merupakan cara penilaian yang harus dilakukan untuk jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam merancang penilaian yaitu sebagai berikut: 1) Penilaian
diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi yaitu KD-KD pada KI-3 dan
KI-4. 2) Penilaian menggunakan acuan
kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah
mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang
terhadap kelompoknya. 3) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang
berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian
hasilnya dianalisis untuk menentukan KD yang telah dimiliki dan yang belum,
serta untuk mengetahui kesulitan peserta didik.
-42-
4) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut.
Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi
bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah ketuntasan, dan
program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi ketuntasan. 5) Sistem
penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam
proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas
observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses misalnya
teknik wawancara, maupun produk berupa hasil melakukan observasi lapangan. f. Menentukan Alokasi Waktu Penentuan alokasi
waktu pada setiap KD didasarkan pada jumlah minggu efektif dan alokasi waktu
matapelajaran per minggu dengan mempertimbangkan jumlah KD, keluasan,
kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan KD. Alokasi waktu yang
dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai KD
yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam. Oleh karena itu, alokasi
tersebut dirinci dan disesuaikan lagi di RPP. g. Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk
kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, nara sumber,
serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya.
D. Proses pembelajaran Tahap kedua dalam pembelajaran menurut
standar proses yaitu pelaksanaan pembelajaran yang meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. 1. Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru: a.
menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran; b. mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang sudah
dipelajari dan terkait dengan materi yang akan dipelajari; c. mengantarkan peserta didik kepada suatu
permasalahan atau tugas yang akan dilakukan untuk mempelajari suatu materi dan
menjelaskan tujuan pembelajaran atau KD yang akan dicapai; dan d. menyampaikan
garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan
peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan atau tugas. 2. Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan, yang
dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk secara aktif menjadi pencari informasi, serta memberikan
ruang
-43-
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan matapelajaran, yang meliputi
proses observasi, menanya, mengumpulkan informasi, asosiasi, dan komunikasi.
Untuk pembelajaran yang berkenaan dengan KD yang bersifat prosedur untuk
melakukan sesuatu, guru memfasilitasi agar peserta didik dapat melakukan
pengamatan terhadap
pemodelan/demonstrasi oleh guru atau ahli, peserta didik menirukan,
selanjutnya guru melakukan pengecekan dan pemberian umpan balik, dan latihan
lanjutan kepada peserta didik. Dalam setiap kegiatan guru harus memperhatikan
kompetensi yang terkait dengan sikap seperti jujur, teliti, kerja sama,
toleransi, disiplin, taat aturan, menghargai pendapat orang lain yang tercantum
dalam silabus dan RPP. Cara pengumpulan data sedapat mungkin relevan dengan
jenis data yang dieksplorasi, misalnya di laboratorium, studio, lapangan,
perpustakaan, museum, dan sebagainya. Sebelum menggunakannya peserta didik
harus tahu dan terlatih dilanjutkan dengan menerapkannya. Berikutnya adalah contoh aplikasi dari kelima
kegiatan belajar (learning event) yang diuraikan dalam tabel 1 di atas. a.
Mengamati Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan
melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi
peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan
(melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. b. Menanya Dalam kegiatan mengamati, guru
membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa
yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta
didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil
pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta,
konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang
bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi
di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih
memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana
peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua
dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa
ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu
semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan
terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam
dari sumber yang ditentukan
-44-
guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal
sampai sumber yang beragam. c. Mengumpulkan dan mengasosiasikan Tindak lanjut
dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber
melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih
banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan
melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi.
Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu memeroses
informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya,
menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil berbagai
kesimpulan dari pola yang ditemukan. d. Mengkomunikasikan hasil Kegiatan
berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam
kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut
disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik
atau kelompok peserta didik tersebut. 3. Kegiatan Penutup Dalam kegiatan
penutup, guru bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat
rangkuman/simpulan pelajaran, melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap
kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram, memberikan umpan
balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak
lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling
dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan
hasil belajar peserta didik, dan menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya. Perlu diingat,
bahwa KD-KD diorganisasikan ke dalam empat KI. KI-1 berkaitan dengan sikap diri
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. KI-2 berkaitan dengan karakter diri dan sikap
sosial. KI-3 berisi KD tentang pengetahuan terhadap materi ajar, sedangkan KI-4
berisi KD tentang penyajian pengetahuan. KI-1, KI-2, dan KI-4 harus
dikembangkan dan ditumbuhkan melalui proses pembelajaran setiap materi pokok
yang tercantum dalam KI-3, untuk semua matapelajaran. KI-1 dan KI-2 tidak
diajarkan langsung, tetapi indirect teaching pada setiap kegiatan
pembelajaran.
VI. KONSEP DAN STRATEGI PENERAPAN SISTEM KREDIT SEMESTER
A. Konsep Sistem Kredit Semester Sistem Kredit Semester (SKS)
adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya
menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap
semester pada satuan pendidikan.
-45-
Beban belajar setiap mata pelajaran pada SKS dinyatakan dalam
satuan kredit semester (sks). Beban belajar satu sks meliputi satu jam
pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan terstruktur, dan satu jam kegiatan
mandiri.
B. Komponen Sistem Kredit Semester 1. Prinsip
Penyelenggaraan SKS di SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK mengacu pada
prinsip sebagai berikut. a. Peserta
didik menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti pada
setiap semester sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya. b. Peserta didik
yang berkemampuan dan berkemauan tinggi dapat mempersingkat waktu penyelesaian studinya
dari periode belajar yang ditentukan dengan tetap memperhatikan ketuntasan
belajar. c. Peserta didik didorong untuk memberdayakan dirinya sendiri dalam
belajar secara mandiri. d. Peserta didik dapat menentukan dan mengatur strategi
belajar dengan lebih fleksibel. e. Peserta didik memiliki kesempatan untuk
memilih kelompok peminatan, lintas minat, dan pendalaman minat, serta mata
pelajaran sesuai dengan potensinya. f. Peserta didik dapat pindah ke sekolah
lain yang sejenis dan telah menggunakan SKS dan semua kredit yang telah diambil
dapat dipindahkan ke sekolah yang baru (transfer kredit). g. Sekolah
menyediakan sumber daya pendidikan yang lebih memadai secara teknis dan
administratif. h. Penjadwalan kegiatan pembelajaran diupayakan dapat memenuhi kebutuhan
untuk pengembangan potensi peserta didik yang mencakup pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. i. Guru memfasilitasi kebutuhan akademik peserta didik sesuai
dengan kemampuan, bakat, dan minatnya. j. Persyaratan Penyelenggaraan. Satuan pendidikan SMP/MTs, SMA/MA, dan
SMK/MAK yang terakreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah
(BAN-S/M) dapat menyelenggarakan SKS. Penyelenggaraan SKS pada setiap satuan
pendidikan dilakukan dengan tetap mempertimbangkan ketuntasan minimal dalam
pencapaian setiap kompetensi. 2. Unsur-unsur Beban Belajar Beban belajar setiap
mata pelajaran pada SKS dinyatakan dalam sks. Beban belajar satu sks meliputi
satu jam pembelajaran tatap muka, satu jam penugasan terstruktur, dan satu jam
kegiatan mandiri, yang pengertiannya sebagai berikut a. Kegiatan tatap muka
adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik
dengan pendidik.
-46-
b. Kegiatan terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa
pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik
untuk mencapai kompetensi dasar. Waktu penyelesaian penugasan terstruktur
ditentukan oleh pendidik. c. Kegiatan mandiri adalah kegiatan pembelajaran yang
berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh
pendidik untuk mencapai kompetensi dasar. Waktu penyelesaiannya diatur oleh
peserta didik atas dasar kesepakatan dengan pendidik. 3. Cara Menetapkan Beban
Belajar Penetapan beban belajar sks
untuk SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK ditetapkan sebagai berikut: a. Beban belajar
kegiatan tatap muka per jam pembelajaran pada:
1) SMP/MTs berlangsung selama 40
menit; 2) SMA/MA berlangsung selama 45
menit; 3) SMK/MAK berlangsung selama 45
menit. b. Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri bagi peserta didik pada SMP/MTs maksimum 50%
dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang
bersangkutan. c. Waktu untuk penugasan
terstruktur dan kegiatan mandiri bagi peserta didik pada SMA/MA/SMK/MAK
maksimum 60% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang
bersangkutan. Dengan demikian, cara menetapkan beban belajar sks untuk SMP/MTs
dan SMA/MA masing-masing adalah sebagai berikut: a. Penetapan Beban Belajar sks
untuk SMP/MTs Sebelum menetapkan beban belajar sks untuk SMP/MTs yaitu
memadukan semua komponen beban belajar, baik untuk Sistem Paket maupun untuk
SKS, sebagaimana yang tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1: Penetapan Beban Belajar
sks di SMP/MTs berdasarkan pada Sistem
Paket
Kegiatan Sistem Paket Sistem SKS
Tatap Muka 40 menit 40 menit
Penugasan Terstruktur 50% x 40 menit = 20 menit
40 menit
Kegiatan Mandiri 40 menit
Jumlah 60 menit 120 menit
Berdasarkan pada Tabel 1 dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa untuk
menetapkan beban belajar 1 sks yaitu dengan formula sebagai berikut:
-47-
Dengan demikian, beban belajar sks untuk SMP/MTs dengan mengacu
pada rumus tersebut dapat ditetapkan bahwa setiap pembelajaran dengan beban
belajar 1 sks pada SKS sama dengan beban belajar 2 jam pembelajaran pada Sistem
Paket. Agar lebih jelas lagi, dalam Tabel 2 disajikan contoh konversi kedua
jenis beban pembelajaran tersebut. Tabel 2: Contoh Konversi Beban Belajar
di SMP/MTs
Sistem Paket SKS
2 jam pembelajaran 1 sks
4 jam pembelajaran 2 sks
6 jam pembelajaran 3 sks
8 jam pembelajaran 4 sks
b. Penetapan Beban Belajar sks untuk SMA/MA dan SMK/MAK Sebelum
menetapkan beban belajar sks untuk SMA/MA yaitu memadukan semua komponen beban
belajar, baik untuk Sistem Paket maupun untuk SKS, sebagaimana yang tercantum
dalam Tabel 3. Tabel 3: Penetapan Beban
Belajar sks di SMA/MA dan SMK/MAK
berdasarkan pada Sistem Paket
Kegiatan Sistem Paket Sistem SKS
Tatap muka 45 menit 45 menit
Penugasan terstruktur 60%
x 45 menit = 27 menit
45 menit
Kegiatan mandiri 45 menit
Jumlah 72 menit 135 menit
Berdasarkan pada Tabel 3 dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa untuk
menetapkan beban belajar 1 sks yaitu dengan formula sebagai berikut:
Dengan demikian, beban belajar sks untuk SMA/MA dengan mengacu pada
rumus tersebut dapat ditetapkan bahwa setiap pembelajaran dengan beban belajar
1 sks pada SKS sama dengan beban belajar 1.88 jam pembelajaran pada Sistem
Paket. Agar lebih jelas lagi, dalam Tabel 4 disajikan contoh konversi kedua
jenis beban pembelajaran tersebut.
-48-
Tabel 4: Contoh Konversi
Beban Belajar di SMA/MA dan SMK/MAK
Sistem Paket SKS
1.88 jam pembelajaran 1 sks
3.76 jam pembelajaran 2 sks
5.64 jam pembelajaran 3 sks
7.52 jam pembelajaran 4 sks
4. Beban Belajar Minimal
Agar proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan yang menggunakan
SKS dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien perlu ditetapkan batas
minimal beban belajar sks sebagai berikut: a. Beban belajar yang harus ditempuh
oleh peserta didik SMP/MTs yaitu minimal 114 sks, yang dapat ditempuh paling
cepat 2 tahun (4 semester) dan paling lama 5 tahun (10 semester). b. Beban belajar yang harus ditempuh oleh
peserta didik SMA/MA yaitu minimal 130 sks, yang dapat ditempuh paling cepat
2 tahun (4 semester) dan paling lama 5
tahun (10 semester). c. Beban belajar yang harus ditempuh oleh peserta didik
SMK/MAK yaitu minimal 144 sks, yang dapat ditempuh paling cepat 2 tahun (4
semester) dan paling lama 5 tahun (10 semester). 5. Komposisi Beban Belajar
Komposisi beban belajar di SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK adalah sebagai berikut:
a. Komposisi beban belajar untuk peserta didik SMP/MTs terdiri atas kelompok A
(wajib) dan B (wajib) . b. Komposisi beban belajar untuk peserta didik SMA/MA
terdiri atas kelompok A (wajib), B (wajib), dan salah satu dari kelompok C
(peminatan), serta lintas minat dan/atau pendalaman minat. c. Komposisi beban belajar untuk peserta
didik SMK/MAK terdiri atas kelompok A (wajib), B (wajib), C1 (kelompok mata
pelajaran bidang keahlian), C2 (kelompok mata pelajaran dasar program
keahlian), dan salah satu dari C3 (kelompok mata pelajaran paket keahlian). 6.
Kriteria Pengambilan Beban Belajar
Kriteria yang digunakan dalam pengambilan beban belajar adalah sebagai
berikut: a. Fleksibilitas dalam SKS
yaitu peserta didik diberi keleluasaan untuk menentukan beban belajar pada setiap semester. b.
Pengambilan beban belajar oleh peserta didik didampingi oleh Pembimbing
Akademik.
-49-
c. Kriteria yang digunakan
untuk menentukan beban belajar bagi peserta didik yaitu: 1) pengambilan beban
belajar (jumlah sks) pada semester 1
sesuai dengan prestasi yang dicapai pada satuan pendidikan sebelumnya atau
hasil tes seleksi masuk dan/atau penempatan
peserta didik baru; 2)
pengambilan beban belajar (jumlah sks) semester berikutnya ditentukan
berdasarkan Indeks Prestasi (IP)
yang diperoleh pada semester
sebelumnya. 3) Peserta didik wajib menyelesaikan mata pelajaran yang tertuang
dalam Struktur Kurikulum. 4) Satuan
pendidikan dapat mengatur penyajian mata pelajaran secara tuntas dengan prinsip
”on and off”, yaitu suatu mata pelajaran bisa diberikan hanya pada semester
tertentu dengan mempertimbangkan ketuntasan kompetensi pada setiap semester. 7.
Penilaian, Penentuan Indeks Prestasi, dan Kelulusan Pengaturan mengenai
penilaian, penentuan indeks prestasi, dan kelulusan adalah sebagaimana
diuraikan di bawah ini. a. Penilaian 1)
Penilaian setiap mata pelajaran meliputi
kompetensi pengetahuan, kompetensi keterampilan, dan kompetensi sikap.
Kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan menggunakan skala 1–4
(kelipatan 0.33), sedangkan kompetensi
sikap menggunakan skala Sangat
Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K), yang dapat dikonversi ke dalam
Predikat A - D seperti pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5: Konversi Kompetensi
Pengetahuan, Keterampilan, dan Sikap
Predikat
Nilai Kompetensi
Pengetahuan Keterampilan Sikap
A 4 4
SB
A- 3.66 3.66
B+ 3.33 3.33
B B 3 3
B- 2.66 2.66
C+ 2.33 2.33
C C 2 2
C- 1.66 1.66
-50-
D+ 1.33 1.33
K
D 1 1
2) Ketuntasan minimal untuk seluruh kompetensi dasar pada
kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan yaitu 2.66 (B-) 3)
Pencapaian minimal untuk kompetensi sikap adalah B. Untuk kompetensi yang belum
tuntas, kompetensi tersebut dituntaskan melalui pembelajaran remedial sebelum
melanjutkan pada kompetensi berikutnya. Untuk mata pelajaran yang belum tuntas
pada semester berjalan, dituntaskan melalui
pembelajaran remedial sebelum memasuki semester berikutnya. b. Penentuan
Indeks Prestasi (IP) 1) SMP/MTs
a) IP merupakan rata-rata dari gabungan hasil penilaian kompetensi
pengetahuan dan kompetensi keterampilan yang masing-masing dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
sksJumlah N
IP
sks x
Keterangan: IP : Indeks
Prestasi ΣN : Jumlah mata pelajaran sks :
Satuan kredit semester yang diambil untuk setiap mata pelajaran Jumlah sks : jumlah sks dalam
satu semester b) Peserta didik pada semester 2 dan seterusnya dapat
mengambil sejumlah mata pelajaran dengan
jumlah sks berdasarkan IP semester sebelumnya
dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) IP < 2.66 dapat mengambil
maksimal 20 sks. (2) IP 2.66 – 3.32
dapat mengambil maksimal 24 sks. (3) IP
3.33 – 3.65 dapat mengambil maksimal 28 sks.
(4) IP > 3.65 dapat mengambil maksimal 32 sks. Selain itu, nilai kompetensi sikap paling
rendah B. 2) SMA/MA a) IP merupakan rata-rata dari gabungan hasil
penilaian kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan
-51-
yang masing-masing dihitung dengan rumus sebagai berikut:
sksJumlah N
IP
sks x
Keterangan: IP : Indeks
Prestasi ΣN : Jumlah mata pelajaran sks :
Satuan kredit semester yang diambil untuk setiap mata pelajaran Jumlah
sks : jumlah sks dalam satu semester
b) Peserta didik pada semester 2 dan seterusnya dapat
mengambil sejumlah mata pelajaran dengan
jumlah sks berdasarkan IP semester sebelumnya
dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) IP < 2.66 dapat mengambil maksimal 24 sks. (2) IP 2.66 – 3.32 dapat mengambil maksimal
28 sks. (3) IP 3.33 – 3.65 dapat
mengambil maksimal 32 sks. (4) IP >
3.65 dapat mengambil maksimal 36 sks. Selain itu, nilai kompetensi sikap paling
rendah B. 3) SMK/MAK a) IP merupakan
rata-rata dari gabungan hasil penilaian kompetensi pengetahuan dan kompetensi
keterampilan yang masing-masing dihitung dengan rumus sebagai berikut:
sksJumlah N
IP
sks x
Keterangan: IP : Indeks
Prestasi ΣN : Jumlah mata pelajaran sks :
Satuan kredit semester yang diambil untuk setiap mata pelajaran Jumlah
sks : jumlah sks dalam satu semester b) Peserta didik pada semester 2 dan
seterusnya dapat mengambil sejumlah mata
pelajaran dengan jumlah sks berdasarkan IP semester sebelumnya dengan ketentuan sebagai berikut:
-52-
(1) IP < 2.66 dapat mengambil maksimal 28 sks. (2) IP 2.66 – 3.32 dapat mengambil maksimal
32 sks. (3) IP 3.33 – 3.65 dapat
mengambil maksimal 36 sks. (4) IP >
3.66 dapat mengambil maksimal 40 sks. Selain itu, nilai kompetensi sikap paling
rendah B. c. Kelulusan Peserta didik
dapat memanfaatkan semester pendek hanya
untuk mengulang mata pelajaran yang belum tuntas. Bagi yang sudah tuntas
(mencapai ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh sekolah) tidak diperbolehkan
untuk mengikuti semester pendek. Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan
yang menyelenggarakan SKS dapat dilakukan pada setiap akhir semester. Peserta
didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan di SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK
setelah: 1) menyelesaikan seluruh
program pembelajaran; 2) memperoleh
nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran; 3) lulus
ujian sekolah/madrasah; dan 4) lulus
Ujian Nasional.
C. Pihak Yang Terlibat Berdasarkan amanat tersebut, dalam rangka penerapan SKS
diatur hal-hal sebagai berikut: 1. Pusat Kurikulum dan Perbukuan membuat
model-model penyelenggaraan SKS bagi satuan pendidikan. 2. Direktorat teknis
persekolahan membuat dan melaksanakan program pembinaan penerapan SKS sesuai
dengan karakteristik masing-masing satuan pendidikan. 3. Dinas pendidikan
provinsi dan kabupaten/kota membuat dan melaksanakan program koordinasi dan
supervisi penerapan SKS di setiap satuan pendidikan.
D. Mekanisme Penyelenggaraan Penyelenggaraan SKS di setiap satuan
pendidikan SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK dilakukan dengan mempertimbangkan
kebutuhan, kelayakan, dan ketersediaan sumberdaya pendidikan bagi
keberlangsungan penyelenggaraan SKS secara optimal. Kepala satuan pendidikan
menginformasikan terlebih dahulu kepada seluruh komunitas sekolah (guru, tenaga
kependidikan, dan orang tua) sebelum dilaksanakannya penyelenggaraan SKS.
VII. KONSEP DAN STRATEGI PENILAIAN HASIL BELAJAR
-53-
A. Konsep Penilaian Hasil Belajar 1. Definisi Operasional Dalam
pedoman ini, pengertian penilaian sama dengan asesmen. Terdapat tiga kegiatan
yang perlu didefinisikan, yakni pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut
memiliki makna yang berbeda, walaupun memang saling berkaitan. Pengukuran
adalah kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan suatu kriteria atau
ukuran. Penilaian adalah proses mengumpulkan informasi/bukti melalui
pengukuran, menafsirkan, mendeskripsikan, dan menginterpretasi bukti-bukti
hasil pengukuran. Evaluasi adalah proses mengambil keputusan berdasarkan
hasil-hasil penilaian. a. Cakupan
Penilaian Dalam Kurikulum 2013, kompetensi inti (KI) dirumuskan sebagai
berikut: a) KI-1: kompetensi inti sikap
spiritual. b) KI-2: kompetensi inti sikap sosial. c) KI-3: kompetensi inti
pengetahuan. d) KI-4: kompetensi inti keterampilan. b. Untuk setiap materi
pokok tertentu terdapat rumusan KD untuk setiap aspek KI. Jadi, untuk suatu
materi pokok tertentu, muncul 4 KD sebagai berikut: 1) KD pada KI-1: aspek
sikap spiritual (untuk matapelajaran tertentu bersifat generik, artinya berlaku
untuk seluruh materi pokok). 2) KD pada KI-2: aspek sikap sosial (untuk
matapelajaran tertentu bersifat relatif generik, namun beberapa materi pokok
tertentu ada KD pada KI-3 yang berbeda dengan KD lain pada KI-2). 3) KD pada
KI-3: aspek pengetahuan 4) KD pada KI-4: aspek keterampilan
2. Metode dan instrumen penilaian Berbagai metode dan instrumen
baik formal maupun nonformal digunakan dalam penilaian untuk mengumpulkan
informasi. Informasi yang dikumpulkan menyangkut semua perubahan yang terjadi
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Penilaian dapat dilakukan selama
pembelajaran berlangsung (penilaian proses) dan setelah pembelajaran usai
dilaksanakan (penilaian hasil/produk). Penilaian informal bisa berupa
komentar-komentar guru yang diberikan/diucapkan selama proses pembelajaran.
Saat seorang peserta didik menjawab pertanyaan guru, saat seorang peserta didik
atau beberapa peserta didik mengajukan pertanyaan kepada guru atau temannya,
atau saat seorang peserta didik memberikan komentar terhadap jawaban guru atau
peserta didik lain, guru telah melakukan penilaian informal terhadap
performansi peserta didik tersebut.
-54-
Penilaian proses formal, sebaliknya, merupakan suatu teknik
pengumpulan informasi yang dirancang untuk mengidentifikasi dan merekam
pengetahuan dan keterampilan peserta didik. Berbeda dengan penilaian proses
informal, penilaian proses formal merupakan kegiatan yang disusun dan dilakukan
secara sistematis dengan tujuan untuk membuat suatu simpulan tentang kemajuan
peserta didik.
B. Komponen Penilaian Hasil Belajar 1. Prinsip, Pendekatan, dan
Karakteristik Penilaian a. Prinsip Penilaian Penilaian hasil belajar peserta
didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Sahih, berarti penilaian didasarkan pada
data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.
2) Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria
yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai. 3) Adil, berarti penilaian tidak
menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta
perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial
ekonomi, dan gender. 4) Terpadu, berarti
penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari
kegiatan pembelajaran. 5) Terbuka,
berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan
dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6) Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik
mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian
yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. 7) Sistematis, berarti penilaian dilakukan
secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku. 8) Beracuan kriteria, berarti penilaian
didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. 9) Akuntabel, berarti penilaian dapat
dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. 10) Edukatif, berarti penilaian dilakukan
untuk kepentingan dan kemajuan pendidikan peserta didik b. Pendekatan Penilaian Penilaian menggunakan
pendekatan sebagai berikut: 1) Acuan Patokan Semua kompetensi perlu dinilai
dengan menggunakan acuan patokan berdasarkan pada indikator hasil belajar.
Sekolah menetapkan acuan patokan sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
-55-
2) Ketuntasan Belajar Ketuntasan belajar ditentukan sebagai
berikut:
Predikat Nilai Kompetensi
Pengetahuan Keterampilan Sikap
A 4 4
SB
A- 3.66 3.66
B+ 3.33 3.33
B B 3 3
B- 2.66 2.66
C+ 2.33 2.33
C C 2 2
C- 1.66 1.66
D+ 1.33 1.33 K
D 1 1
a) Untuk KD pada KI-3 dan KI-4, seorang peserta didik dinyatakan
belum tuntas belajar untuk menguasai KD yang dipelajarinya apabila menunjukkan
indikator nilai < 2.66 dari hasil tes formatif. b) Untuk KD pada KI-3 dan
KI-4, seorang peserta didik dinyatakan sudah tuntas belajar untuk menguasai KD
yang dipelajarinya apabila menunjukkan indikator nilai ≥ 2.66 dari hasil tes formatif. c) Untuk KD
pada KI-1 dan KI-2, ketuntasan seorang peserta didik dilakukan dengan memperhatikan
aspek sikap pada KI-1 dan KI-2 untuk seluruh matapelajaran, yakni jika profil
sikap peserta didik secara umum berada pada kategori baik (B) menurut standar
yang ditetapkan satuan pendidikan yang bersangkutan. Implikasi dari ketuntasan
belajar tersebut adalah sebagai berikut. a) Untuk KD pada KI-3 dan KI-4:
diberikan remedial individual sesuai dengan kebutuhan kepada peserta didik yang
memperoleh nilai kurang dari 2.66; b) Untuk KD pada KI-3 dan KI-4: diberikan
kesempatan untuk melanjutkan pelajarannya ke KD berikutnya kepada peserta didik
yang memperoleh nilai 2.66 atau lebih dari 2.66; dan
-56-
c) Untuk KD pada KI-3 dan KI-4: diadakan remedial klasikal sesuai
dengan kebutuhan apabila lebih dari 75% peserta didik memperoleh nilai kurang
dari 2.66. d) Untuk KD pada KI-1 dan KI-2, pembinaan terhadap peserta didik
yang secara umum profil sikapnya belum berkategori baik dilakukan secara
holistik (paling tidak oleh guru matapelajaran, guru BK, dan orang tua). 2.
Karakteristik Penilaian a. Belajar Tuntas
Untuk kompetensi pada kategori pengetahuan dan keterampilan (KI-3 dan
KI-4), peserta didik tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan berikutnya,
sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil yang
baik.Asumsi yang digunakan dalam belajar tuntas adalah peserta didik dapat
belajar apapun, hanya waktu yang dibutuhkan yang berbeda. Peserta didik yang
belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang sama, dibandingkan
peserta didik pada umumnya. b. Otentik
Memandang penilaian dan pembelajaran secara terpadu. Penilaian otentik
harus mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia sekolah. Menggunakan
berbagai cara dan kriteria holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap). Penilaian otentik tidak hanya mengukur apa yang
diketahui oleh peserta didik, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat
dilakukan oleh peserta didik. c. Berkesinambungan Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran
yang utuh mengenai perkembangan hasil belajar peserta didik, memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk penilaian proses, dan
berbagai jenis ulangan secara berkelanjutan (ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, atau ulangan kenaikan kelas). d. Berdasarkan
acuan kriteria Kemampuan peserta didik tidak dibandingkan terhadap kelompoknya,
tetapi dibandingkan terhadap kriteria yang ditetapkan, misalnya ketuntasan
minimal, yang ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-masing. e.
Menggunakan teknik penilaian yang bervariasi
Teknik penilaian yang dipilih dapat berupa tertulis, lisan, produk, portofolio,
unjuk kerja, projek, pengamatan, dan penilaian diri.
C. Strategi Penilaian Hasi Belajar Strategi penilaian hasil belajar
dengan menggunakan Metode dan Teknik Penilaian sebagai berikut: 1. Metode
Penilaian
-57-
Penilaian dapat dilakukan melalui metode tes maupun nontes. Metode
tes dipilih bila respons yang dikumpulkan dapat dikategorikan benar atau salah
(KD-KD pada KI-3 dan KI-4). Bila respons yang dikumpulkan tidak dapat
dikategorikan benar atau salah digunakan metode nontes (KD-KD pada KI-1 dan
KI-2). Metode tes dapat berupa tes tulis
atau tes kinerja. a. Tes tulis dapat dilakukan dengan cara memilih
jawaban yang tersedia, misalnya soal bentuk pilihan ganda, benar-salah, dan
menjodohkan; ada pula yang meminta peserta menuliskan sendiri responsnya,
misalnya soal berbentuk esai, baik esai isian singkat maupun esai bebas. b. Tes
kinerja juga dibedakan menjadi dua, yaitu prilaku terbatas, yang meminta
peserta untuk menunjukkan kinerja dengan tugas-tugas tertentu yang terstruktur
secara ketat, misalnya peserta diminta menulis paragraf dengan topik yang sudah
ditentukan, atau mengoperasikan suatu alat tertentu; dan prilaku meluas, yang
menghendaki peserta untuk menunjukkan kinerja lebih komprehensif dan tidak dibatasi,
misalnya peserta diminta merumuskan suatu hipotesis, kemudian diminta membuat
rancangan dan melaksanakan eksperimen untuk menguji hipotesis tersebut. Metode nontes digunakan untuk menilai sikap, minat, atau motivasi. Metode nontes
umumnya digunakan untuk mengukur ranah afektif (KD-KD pada KI-1 dan KI-2).
Metode nontes lazimnya menggunakan instrumen angket, kuisioner, penilaian diri,
penilaian rekan sejawat, dan lain-lain.Hasil penilaian ini tidak dapat
diinterpretasi ke dalam kategori benar atau salah, namun untuk mendapatkan
deskripsi tentang profil sikap peserta didik. 2. Teknik dan Instrumen Penilaian
Untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan peserta didik dapat dilakukan
berbagai teknik, baik berhubungan dengan proses maupun hasil belajar. Teknik
mengumpulkan informasi tersebut pada prinsipnya adalah cara penilaian kemajuan
belajar peserta didik terhadap pencapaian kompetensi. Penilaian dilakukan
berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil relajar, baik pada domain
kognitif, afektif, maupun psikomotor. Ada tujuh teknik yang dapat digunakan,
yaitu : a. Penilaian Unjuk Kerja Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang
dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu.
Penilaian digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta
didik melakukan tugas tertentu seperti: praktek di laboratorium, praktek
sholat, praktek olahraga, bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi,
membaca puisi/deklamasi dll. Penilaian unjuk kerja perlu mempertimbangkan hal-hal
berikut: 1) Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik
untuk menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi. 2) Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan
dinilai dalam kinerja tersebut.
-58-
3) Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan
tugas. 4) Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga
semua dapat diamati. 5) Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan
urutan pengamatan. Penilaian unjuk kerja dapat menggunakan daftar cek dan skala
penilaian. 1) Daftar Cek Daftar cek
dipilih jika unjuk kerja yang dinilai relatif sederhana, sehingga kinerja
peserta didik representatif untuk diklasifikasikan menjadi dua kategorikan
saja, ya atau tidak. 2) Skala Penilaian
Ada kalanya kinerja peserta didik cukup kompleks, sehingga sulit atau
merasa tidak adil kalau hanya diklasifikasikan menjadi dua kategori, ya atau
tidak, memenuhi atau tidak memenuhi. Oleh karena itu dapat dipilih skala
penilaian lebih dari dua kategori, misalnya 1, 2, dan 3. Namun setiap kategori
harus dirumuskan deskriptornya sehingga penilai mengetahui kriteria secara
akurat kapan mendapat skor 1, 2, atau 3. Daftar kategori beserta deskriptor
kriterianya itu disebut rubrik. Di lapangan sering dirumuskan rubrik universal,
misalnya 1 = kurang, 2 = cukup, 3 = baik. Deskriptor semacam ini belum akurat,
karena kriteria kurang bagi seorang penilai belum tentu sama dengan penilai
lain, karena itu deskriptor dalam rubrik harus jelas dan terukur. Berikut
contoh penilaian unjuk kerja dengan skala penilaian beserta rubriknya. b.
Penilaian Kinerja Melakukan Praktikum
No Aspek yang dinilai
Penilaian
1 2 3
1 Merangkai alat
2 Pengamatan
3 Data yang diperoleh
4 Kesimpulan
Rubrik:
Aspek yang dinilai
Penilaian
1 2 3
Merangkai alat
Rangkaian alat tidak benar
Rangkaian alat benar, tetapi tidak rapi atau
Rangkaian alat benar, rapi, dan memperhatikan
-59-
tidak memperhatikan keselamatan kerja
keselamatan kerja
Pengamatan Pengamatan tidak cermat
Pengamatan cermat, tetapi mengandung interpretasi
Pengamatan cermat dan bebas interpretasi
Data yang diperoleh
Data tidak lengkap
Data lengkap, tetapi tidak terorganisir, atau ada yang salah tulis
Data lengkap, terorganisir, dan ditulis dengan benar
Kesimpulan Tidak benar atau tidak sesuai tujuan
Sebagian kesimpulan ada yang salah atau tidak sesuai tujuan
Semua benar atau sesuai tujuan
1) Penilaian Sikap Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak
suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespons
sesuatu/objek. Sikap juga sebagai
ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang.
Sikap terdiri dari tiga komponen, yakni: afektif, kognitif, dan
konatif/perilaku. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang
atau penilaiannya terhadap sesuatu objek. Komponen kognitif adalah kepercayaan
atau keyakinan seseorang mengenai objek. Adapun komponen konatif adalah
kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu
berkenaan dengan kehadiran objek sikap.
Secara umum, objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran
adalah: a) Sikap terhadap materi pelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap
positif terhadap matapelajaran. Dengan sikap`positif dalam diri peserta didik
akan tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan
akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang diajarkan. b) Sikap terhadap guru/pengajar. Peserta
didik perlu memiliki sikap positif terhadap guru. Peserta didik yang tidak
memiliki sikap positif terhadap guru akan cenderung mengabaikan hal-hal yang
diajarkan. Dengan demikian, peserta didik yang memiliki sikap negatif terhadap
guru/pengajar akan sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru
tersebut. c) Sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik juga perlu
memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses
pembelajaran mencakup suasana pembelajaran, strategi, metodologi,
-60-
dan teknik pembelajaran yang digunakan. Proses pembelajaran yang
menarik, nyaman dan menyenangkan dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta
didik, sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal. d) Sikap berkaitan dengan nilai atau norma
yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran. Misalnya, masalah lingkungan
hidup (materi Biologi atau Geografi). Peserta didik perlu memiliki sikap yang
tepat, yang dilandasi oleh nilai-nilai positif terhadap kasus lingkungan
tertentu (kegiatan pelestarian/kasus perusakan lingkungan hidup). Misalnya,
peserta didik memiliki sikap positif terhadap program perlindungan satwa
liar. e) Teknik Penilaian Sikap
Penilaian sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik. Teknik-teknik
tersebut antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung, dan laporan
pribadi. Teknik-teknik tersebut secara
ringkas dapat diuraikan sebagai berikut.
i. Observasi perilaku Perilaku seseorang pada umumnya menunjukkan
kecenderungan seseorang dalam sesuatu hal. Guru dapat melakukan observasi
terhadap peserta didiknya. Hasil observasi dapat dijadikan sebagai umpan
balik dalam pembinaan. Observasi
perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan buku catatan
khusus tentang kejadian-kejadian berkaitan dengan peserta didik selama di
sekolah. ii. Pertanyaan langsung Guru juga dapat menanyakan secara langsung
tentang sikap peserta didik berkaitan dengan sesuatu hal. Misalnya, bagaimana
tanggapan peserta didik tentang kebijakan yang baru diberlakukan di sekolah
mengenai “Peningkatan Ketertiban”. Berdasarkan jawaban dan reaksi lain yang
tampil dalam memberi jawaban dapat dipahami sikap peserta didik itu terhadap
objek sikap. Dalam penilaian sikap peserta didik di sekolah, guru juga dapat
menggunakan teknik ini dalam menilai sikap dan membina peserta didik. iii.
Laporan pribadi Teknik ini meminta peserta didik membuat ulasan yang berisi
pandangan atau tanggapannya tentang suatu masalah, keadaan, atau hal yang
menjadi objek sikap. Misalnya, peserta didik diminta menulis pandangannya
tentang “Kerusuhan Antaretnis” yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia. Dari
ulasan yang dibuat peserta didik dapat dibaca dan dipahami kecenderungan sikap
yang dimilikinya.
-61-
-62-
Contoh Format Lembar Pengamatan Sikap Peserta Didik
No.
Sikap
Nama
Keterbukaan
Ketekunan belajar
Kerajinan
Tenggang rasa
Kedisiplinan
Kerjasama
Ramah dengan teman
Hormat pada orang tua
Kejujuran
Menepati janji
Kepedulian
Tanggung jawab
1
2
3
4
5
6
7
8
Keterangan: Skala penilaian sikap dibuat dengan rentang antara 1
s.d 5. 1 = sangat kurang; 2 = kurang konsisten; 3 = mulai konsisten; 4 = konsisten; dan 5 = selalu konsisten.
2) Tes Tertulis a) Pengertian
Tes Tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada
peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak
selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk
yang lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar, dan lain sebagainya. b)
Teknik Tes Tertulis Ada dua bentuk soal
tes tertulis, yaitu: i. Soal dengan memilih jawaban (selected response),
mencakup: pilihan ganda, benar-salah, dan menjodohkan.
-63-
ii. Soal dengan mensuplai jawaban (supply response), mencakup:
isian atau melengkapi, uraian objektif, dan uraian non-objektif. Penyusunan
instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut. i. materi,
misalnya kesesuaian soal dengan KD dan indikator pencapaian pada kurikulum
tingkat satuan pendidikan; ii. konstruksi, misalnya rumusan soal atau
pertanyaan harus jelas dan tegas. iii. bahasa, misalnya rumusan soal tidak
menggunakan kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda. iv. kaidah
penulisan, harus berpedoman pada kaidah penulisan soal yang baku dari berbagai
bentuk soal penilaian. 3) Penilaian Projek a) Pengertian Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian
terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu.
Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan
data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat
digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan
penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada matapelajaran
tertentu secara jelas. Pada penilaian
proyek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan yaitu: i. Kemampuan pengelolaan Kemampuan peserta didik dalam memilih topik,
mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
ii. Relevansi Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran. iii. Keaslian
Projek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan
mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek
peserta didik. b) Teknik Penilaian
Proyek Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan,
sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau
tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data,
analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis.
-64-
Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam
bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen penilaian
berupa daftar cek ataupun skala penilaian.
Contoh Teknik Penilaian Proyek Matapelajaran :
_________________________________________________________ Nama Proyek : _________________________________________________________ Alokasi Waktu :
_________________________________________________________ Guru Pembimbing : _________________________________________________________
Nama :
___________________________________________
NIS : ___________________________________________ Kelas :
___________________________________________
No ASPEK
SKOR (1 - 5)
1 2 3 4 5
1 PERENCANAAN : a. Persiapan b. Rumusan Judul
2 PELAKSANAAN : a. Sistematika Penulisan b. Keakuratan Sumber Data
/ Informasi c. Kuantitas Sumber Data d. Analisis Data e. Penarikan Kesimpulan
3 LAPORAN PROYEK : a. Performans b. Presentasi / Penguasaan
TOTAL SKOR
Penilaian Proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses
pengerjaan sampai dengan akhir proyek. Untuk
itu perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai.
Pelaksanaan penilaian dapat juga menggunakan skala penilaian dan daftar cek c)
Penilaian Produk Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan
kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta
didik
-65-
membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan,
pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari
kayu, keramik, plastik, dan logam. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap
dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu: i. Tahap persiapan, meliputi: penilaian
kemampuan peserta didik dan merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan,
dan mendesain produk. ii. Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian
kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan
teknik. iii. Tahap penilaian produk
(appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai
kriteria yang ditetapkan. d) TeknikPenilaian
Produk Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik. i.
Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya
dilakukan pada tahap appraisal. ii. Cara
analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap
semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.
Contoh Penilaian Produk Mata Ajar :
_____________________________________________________ Nama Proyek :
______________________________________________________ Alokasi Waktu :
______________________________________________________ Nama Peserta didik :
______________________________________________________ Kelas/SMT :
______________________________________________________
No Tahapan Skor ( 1 – 5 )*
1 Tahap Perencanaan Bahan
2 Tahap Proses Pembuatan : a. Persiapan alat dan bahan b. Teknik
Pengolahan c. K3 (Keselamatan kerja, keamanan dan kebersihan)
3 Tahap Akhir (Hasil Produk) a. Bentuk fisik b. Inovasi
TOTAL SKOR
-66-
Catatan : *) Skor diberikan
dengan rentang skor 1 (satu) sampai dengan 5 (lima), dengan ketentuan semakin
lengkap jawaban dan ketepatan dalam proses pembuatan maka semakin tinggi
nilainya. e) Penilaian Portofolio
Pengertian Penilaian portofolio
merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang
menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu.
Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran
yang dianggap terbaik oleh peserta didik.
Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya peserta didik
secara individu pada satu periode untuk suatu matapelajaran. Akhir suatu
periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta
didik.Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik
sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan terus melakukan
perbaikan. Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan perkembangan
kemajuan belajar peserta didik melalui karyanya, antara lain: karangan, puisi,
surat, komposisi, musik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan pedoman
dalam penggunaan penilaian portofolio di sekolah, antara lain: i. Karya peserta
didik adalah benar-benar karya peserta didik itu sendiri Guru melakukan penelitian atas hasil karya
peserta didik yang dijadikan bahan penilaian portofolio agar karya tersebut
merupakan hasil karya yang dibuat oleh peserta didik itu sendiri. ii. Saling
percayaantara guru dan peserta didik Dalam proses penilaian guru dan peserta
didik harus memiliki rasa saling percaya, saling memerlukan dan saling membantu
sehingga terjadi proses pendidikan berlangsung dengan baik. iii. Kerahasiaan
bersama antara guru dan peserta didik Kerahasiaan hasil pengumpulan informasi
perkembangan peserta didik perlu dijaga dengan baik dan tidak disampaikan
kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan sehingga memberi dampak negatif
proses pendidikan.
iv. Milik bersama antara peserta didik dan guru Guru dan peserta
didik perlu mempunyai rasa memiliki berkas portofolio sehingga peserta didik
akan merasa memiliki karya yang dikumpulkan dan
-67-
akhirnya akan berupaya terus meningkatkan kemampuannya. v.
Kepuasan Hasil kerja portofolio
sebaiknya berisi keterangan dan atau bukti yang memberikan dorongan peserta
didik untuk lebih meningkatkan diri. vi. Kesesuaian Hasil kerja yang dikumpulkan adalah hasil
kerja yang sesuai dengan kompetensi yang tercantum dalam kurikulum. vii.
Penilaian proses dan hasil Penilaian portofolio menerapkan prinsip proses dan
hasil. Proses belajar yang dinilai misalnya diperoleh dari catatan guru tentang
kinerja dan karya peserta didik. viii. Penilaian dan pembelajaran Penilaian
portofolio merupakan hal yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Manfaat
utama penilaian ini sebagai diagnostik yang sangat berarti bagi guru untuk
melihat kelebihan dan kekurangan peserta didik. f) Teknik Penilaian Portofolio
Teknik penilaian portofolio di dalam kelas memerlukan langkah-langkah sebagai
berikut: i. Jelaskan kepada peserta
didik bahwa penggunaan portofolio, tidak hanya merupakan kumpulan hasil kerja
peserta didik yang digunakan guru untuk penilaian, tetapi digunakan juga oleh
peserta didik sendiri. Dengan melihat portofolio peserta didik dapat mengetahui
kemampuan, keterampilan, dan minatnya.
ii. Tentukan bersama peserta didik sampel-sampel portofolio apa saja
yang akan dibuat. Portofolio antara peserta didik yang satu dan yang lain bisa
sama bisa berbeda. iii. Kumpulkan dan
simpanlah karya-karya peserta didik dalam satu map atau folder di rumah masing
atau loker masing-masing di sekolah. iv.
Berilah tanggal pembuatan pada setiap bahan informasi perkembangan peserta
didik sehingga dapat terlihat perbedaan kualitas dari waktu ke waktu. v.
Tentukan kriteria penilaian sampel portofolio dan bobotnya dengan para peserta
didik. Diskusikan cara penilaian kualitas karya para peserta didik. vi. Minta peserta didik menilai karyanya
secara berkesinambungan. Guru dapat membimbing peserta didik, bagaimana cara
menilai dengan memberi keterangan tentang kelebihan dan
-68-
kekurangan karya tersebut, serta bagaimana cara memperbaikinya. Hal
ini dapat dilakukan pada saat membahas portofolio. vii. Setelah suatu karya
dinilai dan nilainya belum memuaskan, maka peserta didik diberi kesempatan
untuk memperbaiki. Namun, antara peserta didik dan guru perlu dibuat “kontrak”
atau perjanjian mengenai jangka waktu perbaikan, misalnya 2 minggu karya yang
telah diperbaiki harus diserahkan kepada guru. viii. Bila perlu, jadwalkan
pertemuan untuk membahas portofolio. Jika perlu, undang orang tua peserta didik
dan diberi penjelasan tentang maksud serta tujuan portofolio, sehingga orang
tua dapat membantu dan memotivasi anaknya.
Contoh Penilaian Portofolio Sekolah :
________________________________________________________ Matapelajaran :
________________________________________________________ Durasi Waktu : ________________________________________________________ Nama Peserta didik :
________________________________________________________ Kelas/SMT :
________________________________________________________
No KI / KD / PI Waktu
KRITERIA
Ket
Berbicara
Tata Bahasa
Kosa Kata
Ucapan
1 Pengenalan
16/07/07
24/07/07
17/08/07
Dst....
2 Penulisan
12/09/07
22/09/07
15/10/07
3
Ingatan Terhadap Kosakata
15/11/07
12/12/07
Catatan: PI = Pencapaian Indikator
-69-
Untuk setiap karya peserta didik dikumpulkan dalam satu file
sebagai bukti pekerjaan yang masuk dalam portofolio. Skor yang digunakan dalam
penilaian portofolio menggunakan rentang antara 0 -10 atau 10 – 100. Kolom
keterangan diisi oleh guru untuk menggambarkan karakteristik yang menonjol dari
hasil kerja tersebut. g) Penilaian Diri i. Pengertian Penilaian diri adalah
suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya
sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang
dipelajarinya. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi
kognitif, afektif dan psikomotor. Penilaian konpetensi kognitif di kelas, misalnya: peserta didik diminta untuk menilai
penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikirnya sebagai hasil belajar dari
suatu matapelajaran tertentu. Penilaian dirinya didasarkan atas kriteria atau
acuan yang telah disiapkan. Penilaian kompetensi afektif, misalnya, peserta
didik dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya
terhadap suatu objek tertentu. Selanjutnya, peserta didik diminta untuk
melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Berkaitan dengan penilaian kompetensi psikomotorik, peserta didik dapat diminta untuk menilai
kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya berdasarkan kriteria atau
acuan yang telah disiapkan. Untuk menentukan pencapaian kompetensi tertentu,
peniaian diri perlu digabung dengan teknik lain. Penggunaan teknik ini dapat
memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Keuntungan
penggunaan penilaian diri di kelas antara lain: (a) dapat menumbuhkan rasa
percaya diri peserta didik, karena mereka diberi kepercayaan untuk menilai
dirinya sendiri; (b) peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya,
karena ketika mereka melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi terhadap
kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya; (c) dapat mendorong, membiasakan, dan
melatih peserta didik untuk berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan
objektif dalam melakukan penilaian. ii.
Teknik Penilaian Diri Penilaian diri dilakukan berdasarkan kriteria yang jelas
dan objektif. Oleh karena itu, penilaian diri oleh
-70-
peserta didik di kelas perlu dilakukan melalui langkah-langkah
sebagai berikut. (a) Menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan
dinilai. (b) Menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan. (c) Merumuskan
format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran, daftar tanda cek, atau skala
penilaian. (d) Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian diri. (e) Guru
mengkaji sampel hasil penilaian secara acak, untuk mendorong peserta didik
supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara cermat dan objektif. (f)
Menyampaikan umpan balik kepada peserta didik berdasarkan hasil kajian terhadap
sampel hasil penilaian yang diambil secara acak.
Contoh Format Penilaian Konsep Diri Peserta Didik Nama sekolah :
_____________________________________________________________ Mata Ajar :
_____________________________________________________________ Nama :
_____________________________________________________________ Kelas :
_____________________________________________________________
No Pernyataan
Alternatif
Ya Tidak
1. Saya berusaha meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan
YME agar mendapat ridho-Nya dalam belajar
2. Saya berusaha belajar dengan sungguhsungguh
3. Saya optimis bisa meraih prestasi
4. Saya bekerja keras untuk meraih cita-cita
5. Saya berperan aktif dalam kegiatan sosial di sekolah dan masyarakat
6. Saya suka membahas masalah politik, hukum dan pemerintahan
7. Saya berusaha mematuhi segala peraturan yang berlaku
8. Saya berusaha membela kebenaran dan
-71-
keadilan
9. Saya rela berkorban demi kepentingan masyarakat, bangsa dan
Negara
10. Saya berusaha menjadi warga negara yang baik dan bertanggung
jawab
JUMLAH SKOR
Inventori digunakan untuk menilai konsep diri peserta didik dengan
tujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri peserta didik.Rentangan
nilai yang digunakan antara 1 dan 2. Jika jawaban YA maka diberi skor 2, dan
jika jawaban TIDAK maka diberi skor 1.
Kriteria penilaianya adalah jika rentang nilai antara 0–5 dikategorikan tidak
positif; 6–10, kurang positif; 11– 5 positif dan 16–20 sangat positif.
D. Pihak Yang Terlibat 1. Penilaian Berdasarkan Standar Sebuah
standar, serendah apapun diperlukan karena ia berperan sebagai patokan dan
sekaligus pemicu untuk memperbaiki aktivitas hidup. Dalam konteks pendidikan,
standar diperlukan sebagai acuan minimal (dalam hal kompetensi) yang harus
dipenuhi oleh seorang lulusan dari suatu lembaga pendidikan sehingga setiap
calon lulusan dinilai apakah yang bersangkutan telah memenuhi standar minimal
yang telah ditetapkan. Dengan diterapkannya standar dalam bentuk SKL, KI, dan
KD sebagai acuan dalam proses pendidikan, diharapkan semua komponen yang
terlibat dalam pengelolaan pendidikan di semua tingkatan, termasuk anak didik
itu sendiri akan mengarahkan upayanya pada pencapaian standar dimaksud.
Diharapkan dengan pendekatan ini guru memiliki orientasi yang jelas tentang apa
yang harus dikuasai anak di setiap tingkatan dan jenjang, serta pada saat yang
sama memiliki kebebasan yang luas untuk mendesain dan melakukan proses
pembelajaran yang ia pandang paling efektif dan efisien untuk mencapai standar
tersebut. Dengan demikian, guru didorong untuk menerapkan prinsip-prinsip
pembelajaran tuntas (master learning) serta tidak berorientasi pada pencapaian
target kurikulum semata. 2. Penilaian
Kelas Otentik Seperti dijelaskan di
atas, implikasi diterapkannya SKL adalah proses penilaian yang dilakukan oleh
guru, baik yang bersifat formatif maupun sumatif harus menggunakan acuan
kriteria. Untuk itu, guru harus mengembangkan penilaian otentik berkelanjutan
yang menjamin pencapaian dan penguasaan kompetensi. Penilaian otentik adalah
proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian
pembelajaran yang dilakukan anak didik melalui berbagai teknik yang mampu
mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara tepat
-72-
bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan (kompetensi) telah
benar-benar dikuasai dan dicapai.
Berikut adalah prinsip-prinsip penilaian otentik. a. Proses penilaian
harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan
bagian terpisah dari proses pembelajaran. Penilaian harus mencerminkan masalah
dunia nyata, bukan masalah dunia sekolah b. Penilaian harus menggunakan
berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan
esensi pengalaman belajar, c. Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup
semua aspek dari tujuan pembelajaran (sikap, keterampilan, dan pengetahuan).
Karakteristik penilaian kelas: a. Pusat belajar. Penilaian kelas berfokus
perhatian guru dan peserta didik pada pengamatan dan perbaikan belajar,
daripada pengamatan dan perbaikan mengajar. Penilaian kelas memberi informasi
dan petunjuk bagi guru dan peserta didik dalam membuat pertimbangan untuk
memperbaiki hasil belajar. b. Partisipasi-aktif peserta didik. Karena
difokuskan pada belajar, maka penilaian kelas memerlukan partisipasi aktif
peserta didik. Kerjasama dalam penilaian, peserta didik memperkuat penilaian
materi matapelajaran dan skill dirinya. Guru memotivasi peserta didik agar
meningkat dengan tiga pertanyaan bagi guru: (1) apakah kemampuan dasar dan
pengetahuan saya sudah tepat untuk mengajar?; (2) bagaimana saya dapat
menemukan bahwa peserta didik sedang belajar?; (3) bagaimana saya dapat
membantu peserta didik belajar lebih baik? Karena guru bekerja lebih dekat
dengan peserta didik untuk menjawab pertanyaan ini,maka guru dapat memperbaiki skill mengajarnya. c. Formatif.
Tujuan penilaian kelas adalah untuk memperbaiki mutu hasil belajar peserta
didik. d. Kontekstual spesifik.
Pelaksanaan penilaian kelas adalah jawaban terhadap kebutuhan khusus bagi guru
dan peserta didik. Kebutuhan khusus berada dalam kontekstual guru dan peserta
didik yangharus bekerja dengan baik dalam kelas. e. Umpan balik. Penilaian
kelas adalah suatu alur proses umpan balik di kelas. Dengan sejumlah TPK, guru
dan peserta didik dengan cepat dan mudah menggunakan umpan balik dan melakukan
saran perbaikan belajar berdasarkan hasil-hasil penilaian. Untuk mengecek
pemanfaatan saran tersebut, pimpinan sekolah menggunakan hasil penilaian
kelas,dan melanjutkan pengecekan alur umpan balik. Karena pendekatan umpan
balik ini dalam kegiatan di kelas setiap hari, maka komunikasi alur hubungan
antara pimpinan sekolah, guru dan peserta didik dalam KBM akan menjadi lebih
efisien dan lebih efektif. f. Berakar dalam praktek mengajar yang baik.
Penilaian kelas adalah suatu usaha untuk membangun praktek mengajar yang
-73-
lebih baik dengan melakukan umpan balik pada pembelajaran peserta
didik lebih sistimatik, lebih fleksibel, dan lebih efektif. Guru siap
menanyakan dan mereaksi pertanyaan peserta didik, memonitor bahasa badan dan
ekspresi wajah peserta didik, mengerjakan pekerjaan rumah dan tes peserta
didik,dan seterusnya. Penilaian kelas memberi suatu cara untuk melakukan
penilaian secara menyeluruh dan sistimatik dalam proses pembelajaran di
kelas.
VIII. KONSEP DAN STRATEGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Konsep Layanan Bimbingan dan Konseling Guru Bimbingan dan
Konseling atau Konselor adalah guru yag mempunyai tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling
terhadap sejumlah siswa. Layanan bimbingan dan konseling adalah kegiatan Guru
Bimbingan dan Konseling atau Konselor dalam menyusun rencana pelayanan
bimbingan dan konseling, melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling,
mengevaluasi proses dan hasil pelayanan bimbingan dan konseling serta melakukan
perbaikan tindak lanjut memanfaatkan hasil evaluasi.
B. Komponen Layanan Bimbingan dan Konseling Pedoman bimbingan dan
konseling mencakup komponen-komponen berikut ini. 1. Jenis Layanan meliputi :
a. Layanan Orientasi yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, seperti lingkungan satuan pendidikan
bagi siswa baru, dan obyek-obyek yang perlu dipelajari, untuk menyesuaikan diri
serta mempermudah dan memperlancar peran di lingkungan baru yang efektif dan
berkarakter. b. Layanan Informasi yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
membantu peserta didik menerima dan memahami
berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/ jabatan, dan pendidikan
lanjutan secara terarah, objektif dan bijak. c. Layanan Penempatan dan
Penyaluran yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik
memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok
belajar, peminatan/lintas
minat/pendalaman minat, program latihan,
magang, dan kegiatan ekstrakurikuler secara terarah, objektif dan bijak. d.
Layanan Penguasaan Konten yaitu
layanan bimbingan dan konseling
yang membantu peserta didik
menguasai konten tertentu, terutama kompetensi dan atau kebiasaan dalam
melakukan, berbuat atau mengerjakan sesuatu yang berguna dalam kehidupan di
sekolah/madrasah, keluarga, dan masyarakat sesuai dengan tuntutan kemajuan dan
-74-
berkarakter-cerdas yang terpuji, sesuai dengan potensi dan
peminatan dirinya. e. Layanan Konseling Perseorangan yaitu layanan bimbingan
dan konseling yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya
melalui prosedur perseorangan. f. Layanan Bimbingan Kelompok yaitu
layanan bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik dalam
pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar,
karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu
sesuai dengan tuntutan karakter yang terpuji melalui dinamika kelompok. g.
Layanan Konseling Kelompok yaitu layanan
bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan
pengentasan masalah yang dialami sesuai dengan tuntutan karakter-cerdas yang
terpuji melalui dinamika kelompok. h. Layanan Konsultasi yaitu layanan
bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik dan atau pihak lain
dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan
cara-cara dan atau perlakuan yang perlu dilaksanakan kepada pihak ketiga sesuai dengan tuntutan
karakter-cerdas yang terpuji. i. Layanan Mediasi yaitu layanan bimbingan dan
konseling yang membantu peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan dan
memperbaiki hubungan dengan pihak lain
sesuai dengan tuntutan karakter-cerdas yang terpuji. j. Layanan Advokasi yaitu
layanan bimbingan dan konseling yang membantu peserta didik untuk memperoleh
kembali hak-hak dirinya yang tidak diperhatikan dan/atau mendapat perlakuan
yang salah sesuai dengan tuntutan karakter-cerdas yang terpuji. 2. Kegiatan
Pendukung Layanan meliputi: a. Aplikasi Instrumentasi yaitu kegiatan
mengumpulkan data tentang diri siswa dan lingkungannya, melalui aplikasi
berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes. b. Himpunan Data
yaitu kegiatan menghimpun
data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang
diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan
bersifat rahasia. c. Konferensi Kasus yaitu kegiatan membahas permasalahan
peserta didik dalam pertemuan khusus
yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan
komitmen bagi terentaskannya masalah
peserta didik melalui pertemuan, yang
bersifat terbatas dan tertutup. d. Kunjungan Rumah yaitu
kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah
peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua dan atau anggota keluarganya.
e. Tampilan Kepustakaan yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang
dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial,
kegiatan belajar,
-75-
dan karir/ jabatan. f. Alih Tangan Kasus yaitu kegiatan untuk
memin-dahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan
kewenangan ahli yang dimaksud. 3. Format Layanan meliputi: a. Individual yaitu
format kegiatan bimbingan dan konseling yang melayani peserta didik secara
perorangan. b. Kelompok yaitu format kegiatan bimbingan dan konseling yang
melayani sejumlah peserta didik melalui suasana dinamika kelompok. c. Klasikal yaitu
format kegiatan bimbingan dan konseling yang
melayani sejumlah peserta didik
dalam satu kelas rombongan belajar. d. Lapangan
yaitu format kegiatan
bimbingan dan konseling yang melayani
seorang atau sejumlah peserta
didik melalui kegiatan di
luar kelas atau lapangan. e. Pendekatan
Khusus/Kolaboratif yaitu format kegiatan bimbingan dan konseling yang melayani
kepentingan peserta didik melalui pendekatan
kepada pihak-pihak yang dapat
memberikan kemudahan. f. Jarak Jauh yaitu format kegiatan bimbingan dan
konseling yang melayani kepentingan siswa
melalui media dan/ atau saluran
jarak jauh, seperti surat dan sarana elektronik.
C. Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling 1. Program Layanan Dari
segi unit waktu sepanjang tahun ajaran pada satuan pendidikan, ada lima jenis
program layanan yang disusun dan diselenggarakan dalam pelayanan bimbingan dan
konseling, yaitu sebagai berikut : a. Program
Tahunan yaitu program pelayanan
bimbingan dan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu tahun
ajaran untuk masing-masing kelas rombongan belajar pada satuan pendidikan. b.
Program Semesteran yaitu program pelayanan bimbingan dan konseling meliputi
seluruh kegiatan selama satu semester
yang merupakan jabaran program tahunan. c. Program Bulanan yaitu program
pelayanan bimbingan dan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu bulan
yang merupakan jabaran program semesteran. d. Program Mingguan
yaitu program pelayanan
bimbingan dan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu minggu
yang merupakan jabaran program bulanan. e. Program Harian yaitu program
pelayanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu
dalam satu minggu. Program harian merupakan jabaran dari program mingguan dalam
bentuk Satuan Layanan atau Rencana Program Layanan dan/atau Satuan Kegiatan
Pendukung atau Rencana Kegiatan Pendukung pelayanan
-76-
bimbingan dan konseling. 2. Penyelenggaraan Layanan Sebagai
pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling, Guru Bimbingan dan Konseling atau
Konselor bertugas dan berkewajiban menyelenggarakan layanan yang mengarah pada
(1) pelayanan dasar, (2) pelayanan
pengembangan, (3) pelayanan peminatan studi, (4) pelayanan teraputik,
dan (5) pelayanan diperluas. a. Pelayanan Dasar, yaitu pelayanan mengarah
kepada terpenuhinya kebutuhan siswa yang paling elementer, yaitu kebutuhan
makan dan minum, udara segar, dan kesehatan, serta kebutuhan hubungan
sosio-emosional. Orang tua, guru dan orang-orang yang dekat (significant
persons) memiliki peranan paling dominan dalam pemenuhan kebutuhan dasar siswa.
Dalam hal ini, Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor pada umumnya berperan
secara tidak langsung dan mendorong para significant persons berperan optimal
dalam memenuhi kebutuhan paling elementer siswa. b. Pelayanan Pengembangan,
yaitu pelayanan untuk mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan
tahaptahap dan tugas-tugas perkem-bangannya. Dengan pelayanan pengembangan yang
cukup baik siswa akan dapat menjalani kehidupan dan perkembangan dirinya dengan
wajar, tanpa beban yang memberatkan, memperoleh penyaluran bagi pengembangan
potensi yang dimiliki secara optimal,
serta menatap masa depan
dengan cerah. Upaya
pendidikan pada umumnya merupakan pelaksanaan pelayanan pengembangan
bagi peserta didik. Pada satuan-satuan pendidikan, para pendidik dan tenaga
kependidikan memiliki peran dominan dalam penyelenggaraan pengembangan terhadap siswa. Dalam hal ini,
pelayanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan oleh Guru Bimbingan dan Konseling
atau Konselor selalu diarahkan dan mengacu kepada tahap dan tugas perkembangan
siswa. c. Pelayanan Arah Peminatan/Lintas Minat/Pendalaman Minat Studi Siswa,
yaitu pelayanan yang secara khusus tertuju kepada peminatan/lintas
minat/pendalaman minat peserta didik sesuai dengan konstruk dan isi kurikulum
yang ada. Arah peminatan/lintas minat/pendalaman minat ini terkait dengan
bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karir dengan menggunakan segenap
perangkat (jenis layanan dan kegiatan pendukung) yang ada dalam pelayanan
Bimbingan dan Konseling. Pelayanan peminatan/lintas minat/pendalaman minat
peserta didik ini terkait pula dengan aspek-aspek pelayanan pengembangan
tersebut di atas. d. Pelayanan
Teraputik, yaitu pelayanan untuk menangani pemasalahan yang diakibatkan oleh gangguan terhadap pelayanan
dasar dan pelayanan pengembangan, serta pelayanan pemi natan. Permasalahan
tersebut dapat terkait dengan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kehidupan
keluarga, kegiatan belajar, karir. Dalam upaya menangani permasalahan peserta
didik, Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor memiliki peran dominan. Peran
pelayanan
-77-
teraputik oleh Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dapat
menjangkau aspek-aspek pelayanan dasar, pelayanan pengembangan, dan pelayanan
peminatan. e. Pelayanan Diperluas, yaitu pelayanan dengan sasaran di luar diri
siswa pada satuan pendidikan, seperti personil satuan pendidikan, orang tua,
dan warga masyarakat lainnya yang semuanya itu terkait dengan kehidupan satuan
pendidikan dengan arah pokok terselenggaranya dan suskesnya tugas utama satuan
pendidikan, proses pembelajaran, optimalisasi pengembangan potensi peserta
didik. Pelayanan diperluas ini dapat terkait secara langsung ataupun tidak
langsung dengan kegiatan pelayanan dasar, pengembangan peminatan, dan pelayanan
teraputik tersebut di atas. 3. Waktu dan Posisi Pelaksanaan Layanan a. Semua
kegiatan mingguan (kegitan layanan dan/ atau pendukung bimbingan dan konseling)
diselenggarakan di dalam kelas (sewaktu jam pembelajaran berlangsung) dan/atau
di luar kelas (di luar jam pembelajaran) 1)
Di dalam jam pembelajaran: a)
Kegiatan tatap muka dilaksanakan secara klasikal dengan rombongan belajar siswa
dalam tiap kelas untuk menyelenggarakan layanan informasi, penempatan dan
penyaluran, penguasaan konten, kegiatan instrumentasi, serta layanan/kegiatan
lain yang dapat dilakukan di dalam kelas. b) Volume kegiatan tatap muka
klasikal adalah 2 (dua) jam per kelas (rombongan belajar per minggu dan
dilaksanakan secara terjadwal. c) Kegiatan tatap muka nonklasikal diselenggarakan
dalam bentuk layanan konsultasi, kegiatan konferensi kasus, himpunan data,
kunjungan rumah, tampilan kepustakaan, dan alih tangan kasus. 2) Di luar jam pembelajaran: a) Kegiatan tatap
muka nonklasikal dengan siswa dilaksanakan untuk layanan orientasi, konseling
perorangan, bimbingan kelompok, konseling
kelompok, mediasi, dan advokasi serta kegiatan lainnya yang dapat
dilaksana-kan di luar kelas. b) Satu kali kegiatan layanan/pendukung bimbingan
dan konseling di luar kelas/di luar jam pembelajaran ekuivalen
dengan 2 (dua)
jam pembelajaran tatap muka dalam
kelas. c) Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling di luar jam pembe-lajaran
satuan pendidikan maksimum 50% dari seluruh kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling, diketahui dan dilaporkan kepada pimpinan satuan pendidikan. b.
Program pelayanan bimbingan dan konseling pada masingmasing satuan pendidikan
dikelola oleh Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dengan
memperhatikan keseimbangan dan kesi-nambungan program antarkelas dan
-78-
antarjenjang kelas, dan mensinkronisasikan program pelayanan
bimbingan dan konseling dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran dan
kegiatan ekstra kurikuler dengan mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan
fasilitas satuan pendidikan.
D. Pihak Yang Terlibat Pelaksana utama pelayanan bimbingan dan
konseling adalah Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor. Penyelenggara
pelayanan bimbingan dan konseling di SD/MI/SDLB adalah Guru Kelas.
Penyelenggara pelayanan bimbingan dan konseling di SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK
adalah Guru Bimbingan dan Konseling. 1. Pelaksana Pelayanan bimbingan dan
konseling pada SD/MI/SDLB a. Guru Kelas sebagai pelaksana pelayanan bimbingan
dan konseling di SD/ MI/SDLB melaksanakan layanan orientasi, informasi, penempatan
dan penyaluran, dan penguasaan konten dengan cara menginfusikan materi layanan
bimbingan dan konseling tersebut ke dalam pembelajaran mata pelajaran. Untuk
siswa Kelas IV, V, dan VI dapat diselenggarakan layanan bimbingan dan konseling
perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok. b. Pada satu SD/MI/SDLB
atau sejumlah SD/MI/SDLB dapat diangkat seorang Guru Bimbingan dan Konseling
atau Konselor untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling. 2.
Pelaksana Pelayanan Bimbingan dan Konseling pada SMP/MTs/ SMPLB, SMA/MA/SMALB,
dan SMK/MAK. a. Pada satu SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB/ SMK/MAK diangkat
sejumlah Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dengan rasio 1 : 150 (satu
Guru bimbingan dan konseling atau Konselor melayani 150 orang siswa) pada
setiap tahun ajaran. b. Jika diperlukan Guru Bimbingan dan Konseling atau
Konselor yang bertugas di SMP/MTs dan/atau SMA/MA/SMK tersebut dapat diminta
bantuan untuk menangani permasalahan peserta didik SD/MI dalam rangka pelayanan
alih tangan kasus. Sebagai pelaksana utama kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling di satuan pendidikan SMP/MTs/ SMPLB, SMA/MA/ SMALB, dan SMK/MAK, Guru
Bimbingan dan Konseling atau Konselor wajib menguasai spektrum pelayanan pada
umumnya, khususnya pelayanan profesional
bimbingan dan konseling, meliputi: a. Pengertian, tujuan, prinsip,
asas-asas, paradigma, visi dan misi pelayana bimbingan dan konseling
profesional b. Bidang dan materi pelayanan bimbingan dan konseling, termasuk di
dalamnya materi pendidikan karakter dan arah peminatan siswa c. Jenis layanan,
kegiatan pendukung dan format pelayanan bimbingan dan konseling d. Pendekatan,
metode, teknik dan media pelayanan bimbingan
-79-
dan konseling, termasuk di dalamnya pengubahan tingkah laku,
penanaman nilai-nilai karakter dan peminatan peserta didik. e. Penilaian hasil
dan proses layanan bimbingan dan konseling f. Penyusunan program pelayanan
bimbingan dan konseling g. Pengelolaan pelaksanaan program pelayanan bimbingan
dan konseling h. Penyusunan laporan pelayanan bimbingan dan konseling i. Kode
etik profesional bimbingan dan konseling j. Peran organisasi profesi bimbingan
dan konseling Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor merumuskan dan
menjelaskan kepada pihak-pihak terkait, terutama peserta didik, pimpinan satuan
pendidikan, Guru Mata Pelajaran, dan orang tua, sebagai berikut: a. Sejak awal
bertugas di satuan pendidikan, Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor
merumuskan secara konkrit dan jelas tugas dan kewajiban profesionalnya dalam
pelayanan bimbingan dan konseling, meliputi: 1) Struktur pelayanan bimbingan
dan konseling 2) Program pelayanan bimbingan dan konseling 3) Pengelolaan
program pelayanan bimbingan dan konseling 4) Evaluasi hasil dan proses
pelayanan bimbingan dan konseling 5) Tugas dan kewajiban pokok Guru Bimbingan
dan Konseling atau Konselor. b. Hal-hal
sebagaimana tersebut pada butir a di atas dijelaskan kepada siswa, pimpinan,
dan sejawat pendidik (Guru Mata pelajaran dan Wali Kelas) pada satuan pendidikan,
dan orang tua secara profesional dan proporsional. c. Kerjasama 1) Dalam
melaksanakan tugas pelayanan bimbingan dan konseling Guru Bimbingan dan
Konseling atau Konselor bekerjasama dengan berbagai pihak di dalam dan di luar
satuan pendidikan untuk suksesnya pelayanan yang dimaksud. 2) Kerjasama
tersebut di atas dalam rangka manajemen bimbingan dan konseling yang menjadi
bagian integral dari manajemen satuan pendidikan secara menyeluruh.
IX. MEKANISME PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN Mengingat pedoman umum
pembelajaran memuat unsur-unsur yang juga bersifat umum, diperlukan adanya
panduan teknis lebih lanjut yang dapat dikembangkan oleh direktorat teknis
persekolah dan/atau pemangku kepentingan lainnya yang terkait.
-80-
Pengembangan pembelajaran lebih lanjut ke dalam panduan teknis
perlu melibatkan pihak para kepala sekolah, guru, dan pengawas agar panduan
tersebut dapat dipahami dan diterapkan oleh para kepala sekolah, guru, dan
pengawas secara terkoordinasi.
X. PENUTUP Dengan adanya Pedoman Umum Pembelajaran ini diharapkan
agar Kurikulum 2013 bisa diimplementasikan secara optimal oleh seluruh pemangku
kepentingan, utamanya para guru mata pelajaran atau guru kelas, kepala sekolah,
wakil kepala sekolah, wali kelas, guru bimbingan dan konseling, konselor
sekolah, pengawas, pustakawan sekolah, dan pembina kegiatan ekstrakurikuler.
Para pemangku kepentingan tersebut memiliki peran yang sangat strategis dalam
upaya meningkatkan mutu pendidikan, baik secara lokal dan regional maupun
secara nasional.
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
MOHAMMAD NUH
-81-
LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 81A
TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM
PEDOMAN EVALUASI KURIKULUM
I. PENDAHULUAN Pengembangan kurikulum merupakan kegiatan sistematis
dan terencana yang terdiri atas kegiatan pengembangan ide kurikulum, dokumen
kurikulum, implementasi kurikulum, dan evaluasi kurikulum. Keempat dimensi
pengembangan kurikulum ini saling terkait dan merupakan satu kesatuan
keseluruhan proses pengembangan. Sebagai
bagian dari pengembangan kurikulum, evaluasi kurikulum merupakan kegiatan yang
dilakukan sejak awal pengembangan ide kurikulum, pengembangan dokumen,
implementasi, dan sampai kepada saat di mana hasil kurikulum sudah memiliki
dampak di masyarakat. Evaluasi dalam proses pengembangan ide dan dokumen
kurikulum dilakukan untuk mendapatkan masukan mengenai kesesuaian ide dan
desain kurikulum untuk mengembangkan kualitas yang dirumuskan dalam Standar
Kompetensi lulusan (SKL). Evaluasi terhadap implementasi dilakukan untuk
memberikan masukan terhadap proses pelaksanaan kurikulum agar sesuai dengan apa
yang telah dirancang dalam dokumen. Evaluasi terhadap hasil memberikan
keputusan mengenai dampak kurikulum terhadap individu warga negara, masyarakat,
dan bangsa. Secara singkat, evaluasi kurikulum dilakukan untuk menegakkan
akuntabilitas kurikulum terhadap masyarakat dan bangsa. Evaluasi terhadap ide
dan dokumen kurikulum dilakukan terhadap
upaya mencari informasi dan memberikan pertimbangan berkenaan dengan
keajekan konsistensi ide kurikulum untuk mengembangkan kualitas yang
diharapkan, dan keajekan desain kurikulum dengan model dan prinsip pengembangan
kurikulum. Evaluasi terhadap ide kurikulum menentukan apakah filosofi, teori,
dan model yang akan dikembangkan telah mampu memenuhi fungsi kurikulum dalam
mempersiapkan generasi muda bangsa untuk menjalani kehidupan sebagai seorang
individu dan warga negara di masa yang akan datang sebagaimana ditetapkan dalam
SKL. Evaluasi kurikulum dilaksanakan dengan mengacu pada Pasal 57 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyatakan bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan
program pendidikan. Kurikulum merupakan salah satu program pendidikan yang
menjadi rujukan inti pelaksanaan sistem pendidikan nasional. Sebagaimana
tercantum dalam Pasal 77Q ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, dinyatakan bahwa evaluasi kurikulum merupakan upaya
-82-
mengumpulkan dan mengolah informasi dalam rangka meningkatkan
efektivitas pelaksanaan kurikulum pada tingkat nasional, daerah, dan satuan
pendidikan.
II. TUJUAN PEDOMAN Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk: 3.
menjadi acuan operasional bagi berbagai pemangku kepentingan; dan 4. menjadi
acuan operasional di tingkat satuan pendidikan.
III. PENGGUNA PEDOMAN Pengguna pedoman ini mencakup: 1. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan; 2. Kementerian Agama; 3. pemerintah daerah; 4.
penyelenggara pendidikan oleh masyarakat; 5. satuan pendidikan; dan 6. pihak
lain yang berkepentingan.
IV. DEFINISI OPERASIONAL Evaluasi kurikulum adalah serangkaian
tindakan sistematis dalam mengumpulkan informasi, pemberian pertimbangan dan
keputusan mengenai nilai dan makna kurikulum. Pertimbangan dan keputusan
mengenai nilai berkenaan dengan keajekan ide, desain, implementasi, dan hasil
kurikulum. Pertimbangan dan keputusan mengenai arti berkenaan dengan dampak kurikulum
terhadap masyarakat. Dampak dimaknai sebagai sesuatu yang positif.
V. KOMPONEN EVALUASI KURIKULUM
A. Fokus Evaluasi Evaluasi Kurikulum berfokus pada empat dimensi
kurikulum yaitu ide, dokumen, implementasi, dan hasil. Evaluasi terhadap dua
dimensi kurikulum yaitu terhadap ide dan desain telah dilakukan selama proses
pengembangan keduanya. Fokus dari pedoman ini adalah pada implementasi
kurikulum. Implementasi diartikan sebagai kegiatan merealisasikan ide dan
rancangan kurikulum dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Implementasi
terdiri atas dua fase yaitu implementasi awal dan
-83-
implementasi penuh. Atas dasar pengertian implementasi tersebut
maka fokus dari pedoman ini adalah evaluasi terhadap: 1. pengadaan dokumen
kurikulum dan distribusi ke pengguna
(fokus 1); 2. kegiatan persiapan lapangan untuk melaksanakan kurikulum
(fokus 2); dan 3. implementasi kurikulum secara terbatas dan menyeluruh (fokus
3). Fokus pada pengadaan dokumen kurikulum meliputi ketersediaan dokumen untuk
digunakan oleh sekolah dan guru yang akan mengimplementasikan Kurikulum 2013
pada tahun 2013-2014, 20142015, dan 2015-2016. Evaluasi terhadap ketersediaan
diarahkan pada adanya dokumen kurikulum, buku panduan guru dan buku teks
pelajaran untuk peserta didik, serta pedoman lain sebelum tahun pendidikan baru
dimulai. Evaluasi terhadap persiapan lapangan berkenaan dengan pelatihan para
pengguna kurikulum terutama guru, kepala sekolah dan pengawas. Evaluasi
persiapan lapangan berkenaan pula dengan kesiapan administrasi sekolah untuk
melaksanakan kurikulum. Evaluasi terhadap implementasi kurikulum ditujukan
untuk mengkaji rancangan yang dibuat
oleh satuan pendidikan, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan kegiatan
pembelajaran. Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana proses
pelaksanaan kurikulum mampu mencapai kompetensi peserta didik yang diharapkan.
Termasuk dalam evaluasi ini adalah kajian tentang seberapa jauh pedoman
implementasi kurikulum memfasilitasi pengelolaan kurikulum secara optimal di
lapangan. Evaluasi untuk fokus 1 dan 2 bersifat reflektif yang ditujukan untuk
mengkaji kesahihan isi, keberterimaan, keterlaksanaan, dan legalitas melalui
diskusi tim pengembang kurikulum dan uji publik secara nasional. Sedangkan
fokus 3 merupakan evaluasi formatif terhadap implementasi kurikulum secara
terbatas dan evaluasi sumatif yang merupakan penilaian menyeluruh terhadap
pelaksanaan kurikulum baru secara nasional setelah implementasi kurikulum
berjalan selama 5 (lima) tahun. B.
Aspek Evaluasi Implementasi Aspek evaluasi kurikulum mencakup: 1. Evaluasi
reflektif dilakukan dalam suatu proses diskusi intensif dalam kelompok
pengembang kurikulum (tim pengarah dan tim teknis) dan tim nara sumber secara
internal. Evaluasi reflektif tersebut dilaksanakan melalui diskusi mengenai
landasan filosofi, teoritik, dan model yang digunakan dalam pengembangan
kurikulum. Landasan filosofi yang
digunakan adalah pemikiran yang bersifat eklektik yang berakar dari filosofi
perenialisme, esensialisme, progresivisme, rekonstruksi sosial, dan humanisme
dinyatakan sebagai landasan filosofi yang dipilih sebagai landasan dan kerangka
pengembangan kurikulum. Dengan pandangan filosofis yang bersifat eklektik
tersebut kurikulum dikembangkan dengan tetap berakar pada nilai dan moral Pancasila
untuk mewarisi keunggulan bangsa, menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi
-84-
untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dan bangsa,
mengembangkan potensi, bakat, dan minat peserta didik, dan memberikan
kontribusi pada upaya pembangunan masyarakat, bangsa dan negara dalam
menghadapi tantangan kehidupan abad ke 21. Desain kurikulum mengalami
perubahan. Perubahan ini diyakini lebih memperkuat konsep kurikulum yang
berbasis kompetensi, dan memperkuat organisasi vertikal (antar tingkat satuan
pendidikan) dan horizontal (antarmuatan atau mata pelajaran) kurikulum.
Keterkaitan konten kurikulum secara horizontal dan vertikal dilakukan melalui
Kompetensi Inti (KI). Untuk memastikan bahwa disain kurikulum ini mampu
menjawab berbagai tantangan abad ke 21, diperlukan evaluasi konseptual dilihat
dari koherensi ide dengan kenyataan. Review dan revisi terhadap Kompetensi
Dasar (KD) yang menjadi konten/kompetensi kurikulum dilakukan segera setelah KD
selesai dikembangkan dan umpan balik untuk revisi segera diberikan. Evaluasi
terhadap kesesuaian konten dengan tahap perkembangan psikologi anak dilakukan
oleh para ahli psikologi anak dan psikologi pendidikan terutama untuk konten
kurikulum SD. Perumusan ulang dan penyederhanaan KD-SD yang telah dikembangkan tim
dilakukan untuk memberikan kepastian mengenai kesuaian antar materi kurikulum
dengan kemampuan kognitif, sosial, dan afektif peserta didik SD. Di SMP dan SMA/SMK yang peserta didiknya
telah memasuki tahap kemampuan berpikir formal, evaluasi terhadap konten
kurikulum dilakukan oleh para ahli dalam bidang materi pelajaran. Evaluasi
menghasilkan berbagai penyesuaian KD terhadap KI dan keterkaitan antara satu KD
dengan KD lainnya. Hasil dari evaluasi ini memberikan keyakinan akan organisasi
horizontal dan tata urutan konten kurikulum. Evaluasi terhadap kesinambungan
konten antara satu kelas (tahun) dengan kelas lainnya dilakukan secara terbuka.
Hasil evaluasi menjadi dasar untuk perubahan beberapa KD yang dianggap terlalu
tinggi atau terlalu rendah dibandingkan dengan kelas sebelumnya. Pelaksanaan
evaluasi sangat intensif dan dilakukan secara internal dalam pertemuan antartim
pengembang. Evaluasi keterkaitan antara
KD-SD dengan KD-SMP dan KD-SMP dengan KD-SMA dilakukan dengan menempatkan KD-SD
sebagai dasar untuk mengembangkan KD-SMP dan KD-SMP sebagai dasar untuk
mengembangkan KD-SMA. Evaluasi kesesuaian dilakukan secara terbuka dalam proses
pengembangan kurikulum. Evaluasi oleh
tim eksternal dilakukan dengan mengundang para pakar dari 12 perguruan tinggi yang
memiliki Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Temuan dari tim
eksternal langsung dikomunikasikan kepada tim teknis pengembang. Masukan dari tim eksternal merevisi berbagai
KD yang telah dirumuskan dan hasil rumusan tersebut dianggap final. 2. Evaluasi
dokumen kurikulum mencakup kegiatan penilaian terhadap: a. dokumen kurikulum
setiap satuan pendidikan atau program pedidikan (kerangka dasar dan struktur
kurikulum);
-85-
b. dokumen kurikulum setiap mata pelajaran (silabus); c. pedoman
implementasi kurikulum (pedoman penyusunan dan pengelolaan KTSP, pedoman umum
pembelajaran, pedoman pengembangan muatan lokal, dan pedoman kegiatan
ekstrakurikuler); d. buku teks pelajaran; e. buku panduan guru; dan f. dokumen
kurikulum lainnya. Evaluasi dilakukan untuk mengkaji ketersediaan,
keterpahaman, dan kemanfaatan dari dokumen tersebut dilihat dari sisi/kelompok
pengguna. 3. Evaluasi implementasi kurikulum dilakukan untuk mengkaji
keterlaksanaan dan dampak dari penerapan kurikulum pada tingkat nasional, daerah,
dan satuan pendidikan. Pada tingkat nasional mencakup penilaian implementasi
kurikulum secara nasional. Pada tingkat daerah penilaian implementasi kurikulum
mencakup kajian pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan muatan lokal oleh
pemerintah daerah. Sedangkan pada tingkat satuan pendidikan evaluasi dilakukan
pada tingkat satuan pendidikan. Evaluasi implementasi kurikulum pada tingkat
nasional mencakup kajian kebijakan dalam penyiapan dan distribusi dokumen,
penyiapan dan peningkatan kemampuan sumber daya yang diperlukan, dan
pelaksanaan kurikulum, serta dampak kebijakan terhadap pengelolaan kurikulum
pada tingkat daerah dan tingkat satuan pendidikan. Evaluasi implementasi
kurikulum pada tingkat daerah mencakup kajian kebijakan dalam penyiapan dan distribusi
dokumen muatan lokal, penyiapan dan peningkatan kemampuan sumber daya yang
diperlukan, dan pelaksanaan kurikulum muatan lokal serta keterlaksanaannya pada
tingkat satuan pendidikan. Evaluasi implementasi kurikulum pada tingkat satuan
pendidikan mencakup kajian penyusunan dan pengelolaan KTSP, penyiapan dan
peningkatan kemampuan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan, dan
pelaksanaan pembelajaran secara umum serta muatan lokal, dan pelaksanaan
kegiatan ekstrakurikuler. 4. Evaluasi hasil implementasi kurikulum merupakan
evaluasi ketercapaian standar kompetensi lulusan pada setiap peserta didik pada
satuan pendidikan. Capaian standar kompetensi lulusan setiap peserta didik
dikaji melalui: a. hasil penilaian
individual yang bersifat otentik; b. hasil ujian sekolah; dan c. hasil ujian
yang bersifat nasional.
C. Desain dan Instrumen 1. Desain
-86-
Desain evaluasi implementasi kurikulum dapat dilakukan melalui
evaluasi yang bersifat kuantitatif dan kualitatif.
Aspek evaluasi kurikulum
Desain Pendekatan
kuantitatif kualitatif
Reflektif Analisis
iluminatif berbentuk eksplanasi secara tuntas tentang prinsip yang
digunakan
- v
Dokumen Analisis
diskrepansi berbentuk kajian kesenjangan
antara dokumen dengan implementasi
v v
Implementasi Analisis
kontingensi berbentuk kajian kesenjangan
antara tuntutan kurikulum dan kenyataan pembelajaran
v v
Hasil Analisis hasil belajar (sikap, pengetahuan, dan keterampilan)
secara individual dan/atau kelompok.
v v
2. Instrumen Instrumen dikembangkan sesuai dengan desain
dan jenis data dan informasi yang akan dikumpulkan.
VI. MEKANISME PELAKSANAAN Evaluasi kurikulum dilakukan melalui
mekanisme sebagai berikut: 1. evaluasi kurikulum pada tingkat nasional; 2. evaluasi kurikulum pada tingkat daerah;
dan 3. evaluasi kurikulum pada tingkat satuan pendidikan.
Tingkatan evaluasi
Inisiator Pelaksana Pengguna
Nasional Kemdikbud
Kemenag
Unit utama yang ditunjuk
untuk melaksanakan
Kemdikbud Kemenag, dan pemerintah daerah
-87-
Daerah Pemerintah daerah,
kantor wilayah kementerian Agama, kantor kementerian agama
Unit terkait Kemdikbud,
Kemenag, dan permerintah daerah
Satuan pendidikan
Unit terkait Kepala
sekolah/madrasah
Kemdikbud, Kemenag, dan pemerintah daerah
Mekanisme
Tingkatan evaluasi Mekanisme Keterangan
Nasional 1. Penetapan
kebijakan evaluasi kurikulum
Kemdikbud, Kemenag 2.
Pembentukan tim kerja
3. Desain induk evaluasi kurikulum
Tim kerja yang ditunjuk
4. Pelaksanaan evaluasi Unit utama
yang ditunjuk
5. Penyusunan laporan Tim kerja yang ditunjuk
Daerah 1. Penetapan
kebijakan evaluasi kurikulum
Pemerintah daerah, kantor wilayah kementerian Agama, kantor
kementerian agama
2. Pembentukan tim kerja
3. Desain induk evaluasi kurikulum
Tim kerja yang ditunjuk
4. Pelaksanaan evaluasi Unit terkait di daerah
5. Penyusunan laporan Tim kerja yang ditunjuk
Satuan pendidikan
1. Penetapan kebijakan evaluasi kurikulum Unit terkait di daerah 2.
Pembentukan tim kerja
3. Desain induk evaluasi kurikulum
Tim kerja yang ditunjuk
4. Pelaksanaan evaluasi Kepala sekolah/madrasah
5. Penyusunan laporan Tim kerja yang ditunjuk
-88-
VII. PIHAK YANG TERLIBAT 1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
2. Kementerian Agama; 3. Pemerintah daerah; 4. Penyelenggara pendidikan oleh
masyarakat; 5. pendidik dan tenaga
kependidikan satuan pendidikan; 6.
Komite Sekolah; dan 7. Pihak lain yang relevan.
VIII. PENUTUP Pedoman Evaluasi Kurikulum ini memberikan arahan bagi
para pemangku kepentingan untuk melakukan evaluasi kurikulum. Dengan demikian,
kurikulum baik dokumen maupun implementasinya bisa terpantau kekuatan dan
kelemahannya secara periodik. Hasil dari evaluasi kurikulum dapat digunakan
sebagai bahan masukan bagi perumusan kebijakan yang terkait dengan kurikulum.
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
MOHAMMAD NUH
0 komentar:
Posting Komentar