Asaa'Ah

AHMAD ASMUI PUTRA JALERE SANKING BAPAK SURADI LAN SITI ZULAIKHO

spider

text asmui






salju


Diberdayakan oleh Blogger.

Categories

RSS

Makalah Ilmu mendidik (PEDAGOGIK)

BAB I
                                                             PENDAHULUAN     
1.1.           Latar Belakang
Ilmu Pedagogik atau ilmu pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang sesuai dengan manusia, karena sejak manusia lahir sudah ada aktivitas manusia mengajari anaknya mengenai tingkah laku, pengetahuan dan pengalaman sehari-hari.Aktivitas mengajar anak atau keluarga ini termasuk aktivitas pendidikan atau pedagogik, walaupun pada awalnya adalah bentuk-bentuk sederhana.
Sejalan dengan perkembangan zaman, bertambahnya manusia juga bertambahnya pemkiran manusia untuk mengantisipasi masalah hidup dan kehidupan manusia. Usaha ini lambat laun selalu disempurakan dan pada suatu saat diajarkan pula pada sekolah-sekolah.
Pergeseran nilai-nilai, kuatnya arus informasi dan besarnya tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik telah mendorong fungsi dan peranan seorang gru dalam posisi yang baru. Posisi guru tidak hanya dituntut untuk hadir dikelas tetapi diharapkan juga bisa berperan sebagai agent of change, agen pembaharu yang memiliki posisi strategis dalam menentukan nasib bangsa di masa depan. Salah satu usaha untu mencapai hal tersebut seorang guru harus menguasai berbagai kompetensi yang harus dimiliki guru, salah satunya adalah kompetensi pedagogik yang menjadi kompetensi terpenting dalam pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang baik dan menarik.
Dengan makalah ini kami berharap para pembaca dan teman-teman mahasiswa seperjuangan khususnya sebagai calon guru dapat mengetahui pengetaahuan tentang pedagogik atau ilmu pendidikan. Dengan demikian diharapkan dapat memiliki suatu pandangan bahwa pendidikan bukanlah merupakan suatu kegiatan yang sederhana belaka, tetapi menyangkut suatu keterampilan bagaimana pendidik mendidik dan mengajar terhada siswa-siswinya sebagai pengaplikasian kompetensi pedagogik guru. Sekaligus diharapkan dapat memiliki motivasi untuk mempelajari pendidikan secara lebih mendalam dan berkesinambungan.

1.2.Rumusan Masalah
Untuk memudahkan dalam pembahasan , penulis membatasinya dengan memberikan rumusan masalah berikut ini:
1.      Apa pengetian Profesi?
2.      Apa yang dimakhsud dengan kompetensi?
3.      Apa yang dimakhsud dengan kompetensi pedagogik?
4.      Seperti apa sajakah komponen-komponen dari kompetensi pedagogik itu?
5.      How abaut A Swedish perspective on Pedagogical Competence?
6.      How abaut a Current state and future prospects of pedagogical competence?
7.      How abaut a Teachers’ Pedagogical Knowledge and the Teaching Profession?
8.      How abaut a Generic Teacher Competencies by Turkish Republic Ministry Of National Education General Directorate Of Teacher Training?
1.3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang di paparkan di atas, penyusunan makalah ini bertujuan:
1.      Untuk mengetahui pengertian profesi.
2.      Untuk mengetahui apa yang dimakhsud dengan kompetensi.
3.      Untuk mengetahui apa yang dimakhsud dengan kompetensi pedagogik.
4.      Untuk mengetahui seperti apa saja komponen-kompenen kompetensi pedagogik.
5.      To learn a A Swedish perspective on Pedagogical Competence.
6.      To learn Current state and future prospects of pedagogical competence.
7.      To learn some Teachers’ Pedagogical Knowledge and the Teaching Profession.
8.      To learn a Generic Teacher Competencies by Turkish Republic Ministry Of National Education General Directorate Of Teacher Training.

1.4. Manfat Penulisan
1.    Manfaat Teoritis
Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan yang terkait dengan pengertian dari pendidikan multikultural, perkembangan pendidikan multikultural di Indonesia, kurikulum pendidikan multikulturalisme, serta tantangan-tantangan pelaksanaan pendidikan multicultural.


2.     Manfaat Praktis
Bagi Mahasiswa
Memberikan masukan kepada pihak mahasiswa mengenai pengertian dari pendidikan multikultural, perkembangan pendidikan multikultural di Indonesia, kurikulum pendidikan multikulturalisme, serta tantangan-tantangan pelaksanaan pendidikan multicultural.
            
1.5.Teknik Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, teknik penulisan yang digunakan adalah dengan Teknik Telaah Pustaka, yaitu meneliti kepustakaan atau buku-buku yang cocok dengan pokok pembahasan dengan menerangkan sumber-sumber tertulis. Disamping menggunakan Teknik Telaah Pustaka, kami juga menggunakan teknik Searching, yakni mengambil referensi dari Internet  dengan tujuan untuk membantu memperjelas dan agar lebih mudah memahami daripada isi makalah tersebut.
1.6.Sistematika Penulisan
Agar makalah ini tersusun dengan baik, maka penulis membuat sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN, yang meliputi : Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan Penulisan, Teknik Penulisan, Sistematika penulisan.
BAB II. PEMBAHASAN, yang meliputi : Pengertian dan penjelasan-penjelasan.
BAB III. PENUTUP, yang meliputi: Kesimpulan.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Definisi Profesi
 Menurut Dictionary of Education: Profession is an accuption usually involving relatively long nd specialized preparation on the lavel of higher education and governed by its own code of ethic; profession is one who has acquired a learned skill and conforms ethical standart of profession in which he practice to skill. (Good, 1973,440)
Dan menurut Mc Cully “profession is a vocation in which professed knowlagde of some department of learning or science is used in its application to the affairs of other or in the practice of an art founded upon it. (1969:130)
Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian ( keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu.[1]
2.2         Definisi Kompetensi
 Kompetensi pada hakekatnya menggambarkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang harus dikuasai peserta peserta didik dan direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Kompetensi” (competence) diartikan dengan cakap atau kemampuan (KBBI 2002:584). W. Robert Huoston dalam roestiyah memberikan definisi kompetensi sebagai suatu tugas yang memadai, atau pemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang (Roestiyah 1986 : 4).
 Hall dan Jones (1976) mengatakan kompetensi adalah pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur. Pusat kurikulum depdiknas (2002) mengatakan kompetensi merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikkir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus. Kompetensi menggambarkan kemampuan bertindak dilandasi ilmu pengetahuan yang hasil dari tindakan itu bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain.
Mengacu pada pengetian kompetensi diatas, kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang harus dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, perilaku maupun hasil yang dapat ditujunjukkan dalam proses belajar-mengajar.
SK Mendiknas RI. 045/U/2002 menyatakan elemen kompetensi terdiri dari
a.       Landasan kepribadian                                                        
b.      Penguasaan ilmu dan pengetahuan          
c.       Kemampuan berkarya
d.      Sikap dan berperilaku dalam berkarya
e.       Pemahaman kaidah kehidupan masyarakat
Sedangkan UUSPN No. 20 tahun 2003 dalam pasal 10 dijelaskan kompetensi guru meliputi;
a.  Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik
b.   Kompetensi kepribadian yaitu kemampuan kepribadian yang mantap berakhlak mulia,arif,dan berwibawa serta menjadi teladan bagi anak didiknya
c.   Kompetensi sosial yaitu kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua atau wali peserta didik
d. Kompetensi profesionalisme yaitu kemampuan menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam diperoleh melalui pendidikan profesi
Adapun rumusan kelompok kompetensi terdiri dari;
a.     Kompetensi utama yaitu kemampuan untuk menampilkan unjuk kerja yang memuaskan sesuai dengan penciri program studi
b.  Kompetensi pendukung yaitu kemampuan yang dapat mendukung kompetensi utama serta merupakan ciri khas satuan pendidikan bersangkutan
c.    Kompetensi lainnya yaitu kemampuan yang ditambahkan yang dapat membantu meningkatkan kualitas hidup, dan ditetapkan berdasarkan keadaan serta kebutuhan lingkungan satuan pendidikan.
Pengertian kompetensi dalam undang-undang  no 14 tahun 2005 adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.[2]

2.3    Kompetensi Pedagogik
1.      Definisi Kompetensi Pedagogik
Di dalam bahasa inggris terdapat minimal tiga peristilahan yang mengandung makna apa yang dimaksudkan perkataan kompetensi itu:[3]
1)      competence is being competent, ability (to do work)
2)      “competent refers to (persons) hving ability, power, authority, skill, knowledge, etc. (to do what is needed)
3)      “competency is rational performance which satisfactorily meets the objectives for desired condition”
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:88), yang dimaksud dengan kompetensi pedagogis adalah kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi:
a)    Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan.
b)   Pemahaman tentang peserta didik.
c)    Pengembanngan kurikulum atau silabus.
d)   Perancangan pembelajaran.
e)    Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis.
f)    Evaluasi hasil belajar.
g)   Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[4]
     
2.      Komponen-Komponen Kompetensi Pedagogik
Seperti yang tertera dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:88), Kompetensi pedagogik itu meliputi :
a)      Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan[5].
Seorang guru harus memahami hakikat pendidikan dan konsep yang terkait dengannya. Di antaranya yaitu fungsi dan peran lembaga pendidikan, konsep pendidikan seumur hidup dan berbagai implikasinya, peranan keluarga, dan masyarakat dalam pendidikan, pengaruh timbal balik antara sekolah, keluarga, dan masyarakat, system pendidikan nasional, dan inovasi pendidikan.
Konsep pendidikan seumur hidup mulai dimasyarakatkan melalui kebijaksanaan Negara (Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978, tentang GBHN) yang menetapkan prinsip-prinsip pembangunan nasional (pembangunan bangsa dan watak bangsa), antara lain:[6]
Arah pembangunan jangka panjang, yaitu: “Pembangunan Nasional dilaksanakan di dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat”. Sedangkan dalam Bab IV bagian pendidikan, GBHN menetapkan: “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan msyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antar keluarga, masyarakat, dan pemerintahan”
Dasar pemikiran yang menyatakan bahwa long life education adalah sangat penting. Dasar pemikiran tersebut ditinjau dari berbagai aspek, salah satunya, yaitu: Tinjauan Filosofis, Secara filosof, manusia padahakekatnya merupakan satu kesatuan yang integral, yakni sebagai makhluk pribadi, social, dan susila. Kesemuanya itu harus dikembangkan terus menerus secara optimal dan berkesinambungan sehingga ketiganya berjalan cecara dan seimbang.[7]

Pemahaman yang benar tentang konsep pendidikan tersebut akan membuat guru sadar posisi strategisnya di tegah masyarakat dan perannya yang besar bagi upaya pencerdasan generasi bangsa. Karena itu, mereka juga sadar bagaimana cara memenuhi kualifikasi statusnya, yaitu sebagai guru professional. Joseph Fischer (t.th: 117) menulis, “Pendidikan adalah penanaman pengetahuan, keterampilan, nilai, dan perilaku melalui prosedur yang standar.”

b)     Pemahaman tentang peserta didik.[8]
“Guru harus mengenal dan memahami siswa dengan baik, memahami tahap perkembangan yang telah dicapainya, kemampuannya, keunggulan dan kekurangannya, hambatan yang dihadapi serta factor dominan yang memengaruhinya.” (Sukmadinata, 2006: 197). Pada dasarnya anak-anak itu ingin tahu, dan sebagian tugas guru ialah membantu perkembangan keingintahuan tersebut, dan membuat mereka lebih ingin tahu. Horowitz, et al. (Darling-Hammond dan Bransford, 2005: 88) dalam Educating Teachers for Developmentally Appropriate Practice, menjelaskan tentang kriteria guru yang baik dan efektif berikut ini: Guru yang baik memahami bahwa mengajar bukan sekadar berbicara dan belajar bukan sekedar mendengarkan. Guru yang efektif mampu menunjukkan bukan hanya apa yang ingin mereka ajarkan, namun juga bagaimana siswa dapat memahami dan menggunakan pengetahuan dan kterampilan baru. Selanjutnya mereka memilih tugas yang produktif, dan mereka menyusun tugas ini melalui cara yang menimbulkan pemahaman. Akhirnya, mereka memantau keterlibatan siswa di sekolah, belajar produktif, dan tumbuh sebagai anggota masyarakat yang kooperatif dan bijaksana yang akan dapat berpartisipasi dalam masayarakat.
Untuk dapat melakukan hal tersebut, guru perlu memahami perkembangan anak dan bagaimana hal itu berpengaruh. Belajar dapat mengarahkan perkembangan anak kea rah yang positif. Di sini tugas guru bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang baik dan buruk, indah dan tidak indah, benar dan salah, tetapi berupaya agar siswa mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam keseharian hidupnya di tengah keluarga dan masyarakat.
Lang dan Evans (2006: 1) menulis tentang kriteria guru efektif, yaitu “Pembicara yang baik, memahami peserta didiknya, menghargai perbedaan, dan menggunakan beragam variasi pengajaran dan aktivitas. Kelas mereka menarik dan menantang serta penilaian dilakukan secara adil, karena terdapat beragam cara yang dapat siswa tunjukkan terhadap apa yang telah mereka pelajari.”
Guru merupakan organisator pertumbuhan pengalaman siswa. Guru harus dapat merancang pembelajaran yang tidak semata menyentuh aspek kognitif, tetapi juga dapat mengembangkan keterampilan dan sikap siswa. Maka, guru haruslah individu yang kaya pengalaman dan mampu mentrasformasikan pengalamannya itu pada para siswa dengan cara-cara yang variatif.
Keragaman dikelas lebih kompleks dibandingkan dengan apa yang pernah disadari oleh para pendidik.keragaman memiliki beberapa dimensi.siswa berbeda dalam gaya belajar ,usia,kemampuan ,ras,asal geografis, jenis kelamin,pilihan seksual,status ekonomi,pengaruh budaya,kesehatan,pengruh agama,pengaruh keluarga,pengaruh yang lain,dan model belajar.( Langs dan Evans,2006:60).




Guru harus  memahami bahwa semua siswa dalam seluruh konteks pendidikan itu unik. Dasar pengetahuan tentang keragaman sangat penting,dan termasuk perbedaan dalam kecerdasan,emosional,bakat,dan bahasa.demikian juga seorang guru harus memperlakukan siswa dengan respek, apakah ia dari keluarga miskin atau kaya. Guru harus mampu mengarahkan siswa untuk fokus pada kemampuannya dalam bidang tertentu dan menunjukkan cara yang tepat untuk meraihnya.
Setiap siswa memiliki kapasitas untuk sukses di sekolah dan dalam kehidupan. Semua siswa mampu sukses dalam menyerap kurikulum melalui dorongan dan bantuan yang tepat. Yang utama bagaimana agar setiap anak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang bermutu,baik fasilitas gedungnya maupun pendidiknya. Dengan demikian,dapat diketahui sampai sejauh mana pendidikan dapat mengembangkan kompetensi mereka masing-masing.
Tugas guru adalah berusaha menciptakan proses pengajaran yang memberikan harapab, bukan yang menakutkan. Dalam proses mengajar dan mendidik itu,setiap guru perlu memiliki kesabaran dan kasih sayang terhadap para siswanya,hingga mereka benar-benar telah menjadi pribadi dewasa.
Apakah yang akan guru lakukan terhadap siswa yang gagal dalam ujian? “Mereka harus mendapatkan kesempatan kedua untuk Menolong mereka berkembang sesuai yang mereka inginkan saat tumbuh besar nanti”. Sekolah harus menyediakan beragam kesempatan bagi siswa untuk belajar apapun yang mereka inginkan dari mulai bidang seni ,sains,sosial,bahkan olahraga.pada siswa gagal dalam sebuah ujian,mereka berhak mendapatkan remedial atau melakukan ujian ulangan.
Harapan guru agar siswa menjadi manusia dewasa saat mereka masih duduk di bangku SD,SMP,SMA kadang membuat guru melakukan tindakan irasional sebagai pendidik, yang seharusnya sadar bahwa para siswa memang masih dalam proses menjadi manusia dewasa. Jadi guru harus mengambil langkah dan tindakan yang tepat dan mendidik pada saat menghadapi murid yang melanggar aturan.
Oleh karena itu guru harus selalu belajar mengenai karakter siswa dan yang lebih penting berlatih dan berlatih bagaimana caranya menghadapi karakter tersebut,agar tidak terjebak pada sikap yang merugikan masa depan siswa dan mencoreng citra dan integritas guru sebagai pendidik.masyarakat selalu menghendaki guru menjadi pribadi yang baik,yang membimbing para siswa pada kebaikan.

c)      Pengembangan kurikulum/silabus.[9]
Istilah kurikulum berasal dari Bahasa latin, curriculai, artinya jarak yang harus di tempuh oleh seseorang akan berlari. Pengertian dalam pendidikan, kurikulum sebagai jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh seorang siswa yang bertujuan untuk memperoleh suatu ijazah (Hamalik, 2007). Ijazah merupakan bukti autentik yang syah yang menunjukkan bahwa seseorang telah menyelesaikan kurikulum pelajaran dalam pendidikan tertentu. Undang-undang No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional dan peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengemukakan definisi kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan behan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Kurikulum adalah muatan rencana progam-pregam studi yang akan diajarkan kepada peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan nasional.[10]
Setiap guru menggunakan buku sebagai bahan ajar. Buku pelajaran banyak tersedia demikian pula buku penunjang. Guru dapat mengadaptasi materi yang akan diajarkan dari buku-buku yang telah distandarisasi oleh Depdiknas, tepatnya Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Singkatnya guru tidak perlu repot menulis  buku sesuai dengan bidang studynya. Meskipun demikian, guru harus memerhatikan proses pengembangan kurikulum, yang menurut Miller dan Seller (1985: 12) mencakup tiga hal:
1)      Menyusun tujuan umum (TU) dan tujuan khusus (TK). TU dan TK biasanya merefleksikan posisi kurikulum secara keseluruhan. Posisi transmisi menekankan TK yang spesifik dan kadang-kadang dinyatakan dalam istilah perilaku. Daftar TK dalam posisi ini bisa jadi sangat luas. Dalam posisi transaksi, TK diharapkan focus pada konsep atau keterampilan intelektual yang kompleks.
2)      Mengidentifikasi materi yang tepat. Pengembang kurikulum harus memutuskan materi apa yang tepat untuk kurikulum dan mengidentifikasi kriteria untuk pemilihannya. Orientasi social, Psikologis, filosofis, minat siswa, dan kegunaan merupakan beberapa kriteria yang dapat digunakan. Kriteria apa yang digunakan akan menunjukkan orientasi kurikulum. Misalnya, minat siswa merupakan kriteria yang lebih penting dalam posisi transmisi.
3)      Memilih strategi belajar mengajar. Strategi belajar mengajar dapat dipilih menurut beberapa kriteria, yaitu: orientasi, tingkat kompleksitas, keahlian guru dan minat siswa. Dalam posisi transmisi, mengajar harus terstruktur, spesifik, dan dapat diulang. Orientasi transaksi focus pada strategi yang mendorong penyelidikan. Dalam posisi transformasi, strategi mengajar disesuaikan untuk membantu siswa membuat hubungan antara dunia dan dunia dalam mereka; maka, teknik seperti tamsil kendali (guided imagery), penulisan jurnal, dan meditasi digunakan.
Guru juga harus memahami hakikat kurikulum. Doll (1974: 22) menyatakan, “Definisi kurikulum yang telah diterima secara umum telah berubah dari materi dan daftar pelajaran menjadi seluruh pengalaman yang diberikan pada siswa dibawah bimbingan sekolah.”
Sama dengan Doll, Eisner (2002: 26) menjelaskan makna kurikulum, yaitu “seluruh pengalaman yang dialami anak di bawah pengawasan sekolah.” Pengalaman ini sebagian besar telah didesain oleh sekolah sebelumnya. Ia juga menjelaskan bahwa, “Kurikulum sekolah, atau pelatihan, atau kelas dapat dibuat sebagai seri pertunjukan yang dimaksudkan dapat mendidik satu atau lebih siswa.”
Guru sebagai pengembang urikulum juga diharapkan tidak melupakan aspek moraldalam proses pembelajarannya. Para pengembang kurikulum harus memerhatikan aspek moral, sebagaimana ditegaskan John D.McNeil (1977: 213-4), “manusia telah sadar betul bahwa tanpa dasar moral, pendekatan pemerintah, tekhnologi, dan materi tidak akan cukup. Karena itu, pengembang kurikulum harus peduli moral.” Miller dan Seller (1985: 47) menjelaskan bahwa, “pendidikan seharusnya mengajarkan anak untuk mengendalikan dan mengontrol diri mereka.”
d)     Perancangan pembelajaran.[11]
Menurut Naegie (2002: 8), “ guru efektif mengatur kelas dengan prosedur—dan mereka menyiapkannya. Di hari pertama masuk kelas, mereka telah memikirkan apa yang mereka ingin siswa lakukan dan bagaimana hal itu harus dilakukan.” Jika guru memberitahu sejak awal bagaimana guru mengharapkan mereka bersikap dan belajar di kelas, guru menegaskan otoritasnya, maka mereka akan serius dalam belajar.
Guru mengetahui apa yang akan diajarkannya pada siswa. Guru menyiapkan metode dan media pembelajaran setiap akan mengajar. Perancangan pembelajaran menimbulkan dampak positif berikut ini. Pertama, siswa akan selalu mendapat pengetahuan baru dari guru; tidak akan terjadi pengulangan materi yang tidak perlu—yang dapat mengakibatkan kebosanan siswa dalam belajar. Pengulangan materi perlu sebatas untuk penguatan.
Kedua, menumbuhkan kepercayaan siswa pada guru, sehingga mereka akan senang dan giat belajar. Guru yang baik akan memotivasi siswa untuk meneladani kebaikan dan kedisiplinannya, meskipun siswa itu tidak mengatakannya pada guru. Perbuatan guru lebih efektif mendidik siswa disbanding perkataya.
Ketiga, belajar akan menjadi aktifitas yang menyenangkan dan ditunggu-tunggu oleh dan bagi siswa, karena mereka merasa tidak akan sia-sia dating belajar ke kelas. Berbeda perasaan siswa saat berhadapan dengan guru yang mengajar selalu tanpa persiapan atau kadang siap kadang tidak siap (mengajar).
Menurut Ibnu Khaldun (Ahmad, 1975: 300), “Ilmu pengetahuan dalam kaitannya dengan proses pendidikan, sangat tergantung pada guru dan bagaimana mereka menggunakan berbagai metode yang tepat dan baik. Oleh karena itu, guru wajib mengetahui manfaat dari metode yang digunakan.”
Selain memahami metode pembelajaran dengan baik, guru juga harus memahami tiga prinsip pembelajaran, yaitu “hubungan (contiguity), pengulangan, dan penguatan.” (Gagne, Brigs, dan Wager, 1992: 7-8). Pertama, adanya hubungan, bahwa kondisi pendorong harus dihadirkan secara bersamaan dengan respons yang diinginkan. Kedua, adanya pengulangan, bahwa kondisi pendorong dan responnya harus diulang, atau dipraktikkan, agar pembelajaran berkembang dan ingatan lebih kuat. Ketiga, adanya penguatan. Belajar tentang aktivitas baru dapat menguatkan ketika aktivitas tersebut diikuti oleh ungkapan kepuasan—salah satunya melalui pemberian hadiah.

e)      Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis.[12]
Pada anak dan remaja, inisiatif belajar harus muncul dari para guru, karena pada umumnya mereka belum memahami pentingnya belajar. Maka, guru harus mampu menyiapkan pembelajaran yang bisa menarik rasa ingin tahu siswa,yaitu pembelajaran yang menarik, menantag, dan tidak monoton, baik sisi kemasan maupun isi atau materinya. Menurut mulyasa (2007b:75-6), “secara pedagogis, kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran perlu mendapatkan perhatian, karena pendidikan di indonesia dinyatakan belum berhasil, dinilai kering dari aspek pedagogis, dan sekolah tampak lebih mekanis sehingga peserta didik cenderung kerdil karena tidak mempunyai dunianya sendiri.”
Horowitz, et al. Menjelaskan bahwa, “Guru yang memahami perkembangan anak dan belajar akan efektif dikelas, yaitu dalam proses belajar mengajar.”  (Darling-Hammond dan Bransford, 2005: 89). Belajar akan berhasil jika guru memberikan kesempatan pada siswanya untuk bertanya. Menurut geoff Pretty (2004 : 37) ”belajar akan gagal, kecuali : siswa dapat bertanya pada guru untuk memecahkan ketidak jelasan atau mengklarifikasi kesulitan, guru memberikan beberapa umpan balik tentang pemahaman siswa “ . Mengajar adalah proses dua arah, yaitu dimana siswa dapat mengklarifikasi hal-hal yan belum dipahaminya dari apa saja yang sedang disampaika guru dalam kelas. Jika mengajar merupakan proses satuarah, kita akan belajar dengan baik dan memuaskan dari buku dan video, dan kehadiran guru tidak akan dibutuhkan lagi.
Siswa berkomunikasi langsung dengan guru, dan guru memeriksa tugas siswa, merupakan dua contoh umpan balik bagi guru. Tampa umpan balik ini guru tidak mengetahui bagaimana pembelajaran berlangsung. Guru harus menunjukan hasil tugas siswa tersebut kepada masing-masing siswa, karena mereka akan belajar dari hasil tersebut. Menurut petty (2004:38),” komunikasi dan belajar menuntut bahwa rangkaian berikut ini berjalan sempurna: apa yang saya maksud, apa yang saya katakan, apa yang mereka dengar, apa yang mereka mengerti.”
Text Box: Apa yang saya katakan
Text Box: Apa yang mereka dengar
 




Rangkaian Komunikasi dan Belajar (Petty, 2004:38)
        Pesan dapat berubah pada setiap tanda panah dalam rangkaia tersebut. Pesan yang dikirim bukan pesan yang diterima, pesan yang diajarkan bukan pesan yang diajari. Inilah mengapa umpan balik itu begitu penting. Demikian pula belajar harus aktif. “ pelajar tidak boleh menjadi penerima yang pasif terhadap apa yang diajarkan, dia harus terlibat dalam proses belajar. Artinya, kita tidak hanya bercerita namun memfasilitasi pembelajaran, membantu siswa belajar untuk diri mereka sendiri.”tulis blengkin dan kelly (1981:54)
Walls, nardi, von minden, dan hoffman (2002)- sebagaimana dikutip lang dan evans (2006:2-4), saat meneliti karakteristik guru yang efektif dan tidak efektif, mengemukakan 5 tema utama:
1.)    Lingkugan emosional:ramah, bersahabat, dan perhatian.
2.)    Keterampilan guru: teratur, siap, dan jelas.
3.)    Motivasi guru: perhatian pada pengajaran dan pembelajaran, dan antusias.
4.)    Partisipasi murid: membuat aktifitas yag melibatkan siswa dalam pembelajaran yang autentik, pertanyan yang interaktif, da diskusi.
5.)    Peraturan dan penilaian: ampu mengatur kelas, erhatian pada keluhan siswa, peraturan dan penilaian yang adil, mewajibkan dan mempertahankan standar tinggi pada tingkah laku, dan tugas akademik.
Setiap siswa yang masuk kelas memiliki karakter yang beragam. Tidak sulit bagi guru membimbing siswa yang membawa karakter baik sejak dari rumahnya kedalam pembelajaran kelas. Masalah timbul manakala dikelas guru berhadapan dengan siswa yang memiliki karakter buruk. Bagaimana proses pembelajaran harus dijalanka agar secara perlahan karakter siswa berubah?
Asari (1993: 125) berpendapat, “siswa yang dikuasai karakter buruk, maka proses pendidikan karakter harus menhghadapinya, mengontorlnya, dan secara perlahan menggantikanya dengan karakter yang diharapkan.” Guru tidak boleh menyerah dan membiarkan siswa tersebut, tetapi menghadapinya dengan pebelajaran yang mencerahkan dan menunjukkan sikap guru yang menyayangi semua siswa, apapun keadaan kepribadian dan fisik mereka.
Goldberg (2005: xvi) melukiskan dampak dari seorang pendidik yang buruk berikut ini, “Hidup itu menyakitkan bagi siswa yang tidak menemukan harapan dari orang tua, guru dan teman mereka. Beberapa anak menderita karena masalah pembelajaran dan yang lainya karena tidak addanya pengaturan. Apapun solusinya, akibatnya menghancurkan harga diri anak.” Kebahagiaan dan kesuksesan anak tergantung pada kualitas teman dan perencanaan guru dan orang tuanya. Orang tua dan guru harus mampu menyediakan kondisi yang kondusif bagi minat belajar anak dan sarana belajar yang memadai, sehingga anak senang belajar dalam hidupnya.
Bisa jadi situasi kebanyakan kelas saat ini ialah bahwa siswa ingin segera menyelesaikan pembelajaran, dan mereka tidak sabar untuk segera membuka komputer, telepon dan ipods. Namu mereka tetap ingin berada dikelas jika proses pembelajaran menarik. Dan faktor terbesar adalah guru, jika guru memandang hidup dan dirinya telah memmbosankan, maka siswa akan melihat hal yang sama. Namun jika guru melihat hidup dirinya sebagai momen yang mempesonakan dan rangkaian yang menakjubkan, maka siswa akan berubah karenanya.
Pembelajaran yang mendidik dan dialogis adalah salah satu Kompetensi pedagogik yang harus diperhatikan oleh seorang guru. Guru dituntut mampu menetapkan berbagai pedekatan, strategi dan berbagai teknik metode pembelajaran yang mendidik secara kreatif sesuai dengan standar kompetensi guru. Guru  harus dapat mengetahui metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan memotovisi mereka untuk belajar. [13]
Indikator seorang guru yang mempunyai kompetensi pembelajaran yang mendidik adalah sebagai berikut:
1.      Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai materi pembelajaran sesuai usia dan kemampuan belajarnya melalui proses pembelajaran dan aktivitas yang bervariasi.
2.      Guru selalu memastikan tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran tertentu dan menyesuaikan aktivitas pembelajaran berikutnya sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didik.
3.      Guru menggunakan berbagai teknik untuk memotivasi kemauan belajar peserta didik.
4.      Guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang membantu proses belajar peserta didik, bukan untuk menguji sehingga membuat peserta didik tertekan.
5.      Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kurilkulum dan mengkaitkanya dengan konteks kehidupan sehari-hari yang mendidik.
6.      Guru menyikapi keselahan yang dilakukan peserta didik sebagai tahapan proses belajar peserta didik, bukan semata-mata kesalahan yang selalu membuat marah pada peserta didik.
7.      Guru menyesuaikan aktivitas pembelaran yang dirancang dengan kondisi kelas.
8.      Guru memanfaatkan media pembelajaran dengan baik dan sesuai dengan mata pembelajaran yang sedang diajarkan.
9.      Guru bertingkah laku sopan dalam berbicaraa, berpenampilan terhadap peserta didik.
10.  Guru bersikap dewasa dalam menerima masukan dan tanggapan dari peserta didik dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
Sedangkan Indikator seorang guru yang mempunyai kompetensi pembelajaran yang Dialogis adalah sebagai berikut:
1.      Guru memerhatikan respon peserta didik yang belum/kurang memahami materi pembelajaran yang diajarkan dan meggunakanya untuK memperbaiki pembelajaran berikutnya.
2.      Guru mengelola kelas dengan efektif tanpa mendomonasi atau sibuk dengan kegiatanya sendiri agar semua waktu peserta didik dapat termanfaatkan dengan produktif.
3.      Guru memberikan bayak kesempatan pada peserta didik untuk bertanya, mempraktikkan dan berinteraksi dengan peserta didik yang lain.
4.      Guru mampu mengelola pembelajaran yang membuktikan bahwa guru dihormati peserta didik, sehingga semua peserta didik selalu memperhatikan guru dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
f)       Evaluasi hasil belajar[14]
Kesuksesan seorang guru sebagai pendidik propesional tergantung pada pemahamannya terhadap penilaian.pendidikan, dan kemampuannya bekerja efektif dalam penilaian.”Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik”.(BNSP, 2006: 4). Penilaiaan hasil pembelajaran mencakup aspek kognitif, psikomotorik, dan/atau efektif sesuai karakteristik mata pelajaaran. Sebagai seorang guru, ia tidak hanayaa percaya bahwa semua siswa dapat belajar,tetapi harus benar-benar ingin setiap siswa merasakan kebahagian sukses di sekolah dan luar sekolah.Tujuan seorang guru adalah agar setiap siswa merasakan kebebasan melalui kegiatan akademik dan kehangatan individu disekolah.karena itu,guru harus kreatif menggunaka penilaian dalam pengajaran.Ada lima alasan prinsip mengapa penilaian merupakan bagian penting dari proses pengajaran.
pertama, Penilaian kelas m enegaskan pada siswa tentang hasil yang kita inginkan- ia menegaskan pentingnya meraih sasaran. Kedua, Penilaian kelas menyediakan dasar informasi untuk siswa,orang tua,guru,pimpinan,dan pembuat kebijakan. Ketiga, Penilaian kelas memotivasi siswa untuk mencoba-Atau tidak mencoba. Keempat, Penilaian kelas menyaring siswa di dalam atau di luar program,memberi mereka akses pada pelayanan khusus yang mereka butuhkan. Kelima, penilaian kelas menyediakan dasar evaluasi guru dan pimpinan.Penilaian kelas akan berjalan dengan baik apabila mengikuti lima prinsip penilaian. (Stinggin,1994:vii);(lihat Gambar 3.3)



g)      Pengembangan peserta didik untuk mengaaktualisasikan bebagai potensi yang dimilikinya.[15]
“Belajar merupakan proses di mana pengetahuan, konsep, keterampilan dan perilaku diperoleh, dipahami, diterapkan, dan dikembangkan.Anak-anak mengetahui perasaan mereka melalui rekannya dan belajar.maka, belajar merupakan proses kognitif sosial,dan perilaku siswa yang berhubungan dengan tugas kurikulum,juga memantu perkembangan kepercayaan siswa sebagai pelajar.
Pendidik harus memiliki kualifikasi dan kompetensi sebagai agen pembelajaran ialah (learning agent). Yang dimaksud dengan pendidik aebagai agen pembelajaran ialah “peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inpirasi bagi peserta didik.(B3NP,2006:87






Sebulan sekali guru perlu bertemu dan berdialog dengan satu atau dua orang pendidik yang sukses, agar guru mendaapatkan energi atau motivasi baru untuk memompa semangat dan kreativitasnya.Dua bulan sekali, para guru juga perlu mendatangi tempat-tempat yang dapat menginpirasi kreativitas mereka, seperti meseum,galeri,universari,institut,perpustakaan,hutan lindung,dan kebun  binatang.
Guru harus bisa menjadi motivator bagi para muridnya,sehingga potensi mereka berkembang maksimal.Menurut boteachh (2006:21),”salah satu kunci untuk memperoleh kehidupan yang baik adalah motivasi diri.Dalam hidup,selalu mencari orang dan tempat yang menginspirasi kamu termotivasi untuk meningkatkan potensi kamu secara penuh.”
Menurut sheikh (2003:81).”Guru bukanlah seorang manusia dalam pengertian status; Guru adalah pembuat manusia.Ia membimbing takdir mereka tujuan akhir mereka.”peran guru yang sangat besar dan penting itu menurut tanggung jawab guru untuk menjadi pribadi yang memiliki pengetahun yang luas,,keterampilan yang beragam,dan moral yang tinggi.kecuali itu,yang terpenting itu guru menyadari peran besarnya tersebut,sehingga dalam menjalankan tugasnya penuh tanggung jawab,kesungguhan,dan persiapan yang matang.
Guru sekolah hendaknya mampu merealisasikan terwujudnya tujuan umum sekolah.berikut ini contoh beberapa tujuan sekolah menengah di U.S.A., yaitu:
1.      Membantu siswa berkembang secara intelektual,sosial,fisik,dan emosional.
2.      Meningkatkan kesan diri siswa (self-image)
3.      Menyediakan kesempatan untuk sukses.
4.      Melaksanakan belajar aktif.
5.      Meguatkan ekspolorasi.
6.      Menyediakan keamanan.(Henson, 1995:69)




2.4   A Swedish perspective on Pedagogical Competence
A competence is best described as ‘a complex combination of knowledge, skills, understanding, values, attitudes and desire which lead to effective, embodied human action in the world, in a particular domain’ (Deakin Crick, 2008). Competence is therefore distinguished from skill, which is defined as the ability to perform complex acts with ease, precision and adaptability.[16]
“Pedagogical competence can be described as the ability and the will to regularly apply the attitude, knowledge and skills that promote the learning of the teacher’s students. This shall take place in accordance with the goals that are being aimed at and the existing framework and presupposes continuous development of the teacher’s own competence and course design.”(Giertz, 2003, p.94)[17]
Pedagogical competence is the ability and will to regularly apply the attitude, the knowledge, and the skills that promote the learning of the teacher’s students in the best way. This shall be in agreement with the goals that apply, and within the framework available and presupposes continuous development of the teacher’s own competence and instructional design[18]
This definition puts forward a number of aspects that are of importance for the teacher’s pedagogical competence.
1. Attitude
Having an attitude that best promotes student learning can be seen as the cornerstone of pedagogical competence. Above all attitude is intended to mean how the teacher sees repectively their own role and repsonsibilty and the role and responsibility of their students, but also includes other parts of a fundamental pedagogical outlook. It is attitude as it is expressed by action that is of importance – it is about having a fundamental pedagogical outlook and putting it into practice.
2. Knowledge
As a basis for pedagogical competence the teacher needs knowledge within the four following areas.
• The subject
• How students learn (in general and for the specific subject)
• The teaching process and teaching methods
• The goal of the course and the organization
To only have knowledge in these areas has little value as a qualification. The most important word in the definition is apply. It is not enough to have the knowledge and skills that are needed. Pedagogical competence means that the teacher also uses their knowledge and applies acquired insights and skills.
3. Ability
Applying knowledge in the areas mentioned means demonstrating different types of ability. For assessment of pedagogical competence, for example it is the extent to which the teacher has shown
• the ability to plan and organise the activity
• the ability to structure and present material in a subject in an appropriate      way for the students
• the ability to adapt teaching to the particular group of students and the situation.

4. Adapting to the situation
The definition emphasises that pedagogical competence always has to be related to the situation – to the framework. The composition and levels of groups of students varies. A course can be popular or “a necessary evil”. The learning of the students has to do with a particular content, a particular learning context and overall goals and course goals, with given (often limited) financial and temporal resources. Pedagogical competence means handling the diversity of factors in the best way with the goal of optimising the learning of the students.
5. Perserverence
Good teaching requires perserverence. Neither the students nor the institutions gain from brilliant one-off efforts if interest and commitment then wane. It is a demanding task to teach extensively with undiminished commitment term after term, perhaps even on the same course. The ability and the will to work regularly in the best way ought therefore to be an important part of pedagogical competence.
6. Continuous development
Pedagogical competence is not something static, something which one ever completes. Showing the ability and the will to apply a way of working that best supports student learning means continuously taking in new knowledge, learning from new experiences and developing professionally both in one’s subject and pedagogically. Pedagogical competence means continuously evaluating one’s pedagogical practice in the light of what research and proven experiences have shown to best promote student learning.

7. An integrated whole
The six aspects above can be seen as a description of what is included in pedagogical competence. They are a clarification of the first condition for being able to make an assessment, namely making clear what is to be assessed. The different aspects are linked together in a chain where different parts build upon, or follow, other parts. Attitude is fundamental. Application of knowledge in one area can presuppose knowledge in another – for example knowledge of the course goals and how learning takes place are the basis of decisions about teaching strategies and so on. The teacher’s ability to reflect over their experiences and to integrate and apply their total knowledge is the visible expression of a teacher’s pedagogical competence.[19]
2.5. Current state and future prospects of pedagogical competence
Pedagogical competence data was divided into the following seven thematic competence areas:
Pedagogical Knowledge And Skills;
Teachers’ vocational and basic pedagogical competence is at a good level, but there are shortcomings in their conception of humanity, identifi cation of students’ learning diffi  culties, special pedagogical skills and diff erentiation of instruction. Th ere were fears that teachers would need to spend all their time educating students, leaving no time left to teach the substance. Perceived opportunities included competence in learning platforms and virtual pedagogy as well as competence in instruction in diff erent learning environments.

• Competence Relating To Students As Individuals;                 
Competence relating to students as individuals While pointing out that experienced teachers did have a vision of student guidance and counselling, respondents felt that there were defi ciencies in terms of dealing with diff erent learners, identifying learning diffi  culties, taking individuality into account and motivating all students. Th ey perceived the diff erent values of young people and adults as being a threat. Perceived opportunities included developing teachers’ conception of humanity and supporting students by means of individual learning plans. 
Competence Relating To Students As Group Members;
Competence relating to students as group members Teachers function as tutors responsible for specifi c student groups, but respondents found defi ciencies in their skills at dealing with and guiding heterogeneous groups. Th ey perceived too large heterogeneous groups as being a threat and support for students’ individuality within groups as being an opportunity.
Curricular Competence;
Curricular competence Teachers are familiar with the contents of the National Core Curricula and comply with these in their teaching work. However, shortcomings were identifi ed in integration of common competence. Committing the world of work to curricular development work was seen as posing a challenge for teachers. Curricular reform and cluster-based thinking create opportunities for pedagogical planning of instruction. 
• Competence In Teaching Methods;
Competence in teaching methods Th e methods being used include teacher-driven instruction and learning by doing, but utilisation and development of various new teaching methods leave a lot to be desired. Th reats identifi ed by respondents included getting stuck in a rut with old teaching methods, decreasing focus on practising manual skills and upholding the old model of education and training and class instruction. Opportunities outlined by respondents included making use of fl exible learning environments and methods.
Competence In Planning Instruction;
Competence in planning instruction Teachers plan instruction and participate in planning the school year to a varying extent, but there is room for improvement in terms of their overall understanding of the learning process. Bureaucracy and shortage of planning time were perceived as being threats. Th e gradual change of mentality was seen as being an opportunity; it should be possible to move from planning teaching towards planning support for learning.
Pedagogical Competence Development And Continuing Training.
Pedagogical competence development and continuing training Teachers’ pedagogical competence varies and there is a threat of pedagogical development being pushed into the background. Changes in occupations and work challenge teachers to get involved in development work as well as in development of pedagogical competence.[20]

2.6  Teachers’ Pedagogical Knowledge and the Teaching Profession
The pedagogical ‘knowledge base’ of teachers includes all the required cognitive knowledge for creating effective teaching and learning environments. Research suggests that this knowledge can be studied. Identifying the content of this knowledge base, however, is a complex issue.
Most studies use the distinction between declarative (‘knowing that’) and procedural knowledge (‘knowing how’) from cognitive psychology as a theoretical basis. This approach is relevant as it focuses on understanding how knowledge is related to behaviour, or in other words, the quality of teaching performance.
The first key study on teacher knowledge (Shulman, 1987) categorised teacher knowledge into 7 categories, among which were the concepts of:  general pedagogical knowledge (principles and strategies of classroom management and organization that are cross-curricular) and  pedagogical content knowledge (the knowledge which integrates the content knowledge of a specific subject and the pedagogical knowledge for teaching that particular subject). 
This latter was considered as the most fundamental element of teachers’ knowledge and has been studied widely since. In contrast, general pedagogical knowledge has not been the object of many research studies even though several studies indicate that it is essential for developing quality teachers.
Some models of general pedagogical knowledge combine pedagogical and psychological aspects, whereas others don’t make psychological aspects explicit. Psychological components account for the fact that learning occurs in a social context and learning success depends on the general cognitive and affective characteristics of individual students. 
Table 1 below contains some of the elements that the different models identify. Since the list represents several models, some components overlap.
Table 1: The main components of the various models of general pedagogical knowledge :


Pedagogical components
Psychological components
·         Knowledge of classroom management: maximising the quantity of instructional time, handling classroom events, teaching at a steady pace, maintaining clear direction in lessons;
·         Knowledge of teaching methods: having a command of various teaching methods, knowing when and how to apply each method;
·         Knowledge of classroom assessment: knowledge of different forms and purposes of formative and summative assessments, knowledge of how different frames of reference (e.g., social, individual, criterion-based) impact students’ motivation;
·         Structure: structuring of learning objectives and the lesson process, lesson planning and evaluation
·         Adaptivity: dealing with heterogeneous learning groups in the classroom
·         Knowledge of learning processes: supporting and fostering individual learning progress by having knowledge of various cognitive and motivational learning processes (e.g. learning strategies, impact of prior knowledge, effects and quality characteristics of praise, etc.);
·         Knowledge of individual student characteristics: having knowledge of the sources of student cognitive, motivational, and emotional heterogeneity.
Based on Voss, Kunter and Baumert (2011) and König et al. (2011)
The key conceptual question that arises is whether a cross-culturally valid instrument of teacher knowledge can be developed. Since the way the brain processes information should be independent of the cultural context, by adapting a cognitive-psychological approach to teaching and learning, we can assume that there is a fundamental pedagogical knowledge base for creating effective teachinglearning situations that is independent of culture. This hypothesis has, in fact, been tested in studies which show that a standardised instrument designed to investigate general pedagogical knowledge is valid cross-culturally.[21]

2.7 Generic Teacher Competencies by Turkish Republic Ministry Of National Education General Directorate Of Teacher Training
A.     Personal And Professional Values - Professional Development
The teacher perceives the students as individuals and values them. The teacher makes efforts to attain high level of student learning and development by taking into account social and cultural differences of students, their background and interests. The teacher behaves in accordance with the personal characteristics he/she wants to develop in his/her students. The teacher makes good use of successful experiences of other teachers, administrators and experts.  The teacher works for continuous change and development by making selfassessment. The teacher is open to new information and ideas, and he/she plays an effective part in his/her own self development and development of his/her institution. The teacher follows legislations (laws, regulations, circulars and etc.) related to the profession and acts accordingly.   
The teacher knows all the characteristics, interests and needs of the student, understands the socio-cultural and economic background of the student and his/her parents.    
The teacher plans, implements and manages the teaching and learning processes. The teacher ensures active involvement of students in the learning process.   
B.     Knowing The Student 
The teacher knows all the characteristics, interests and needs of the student, understands the socio-cultural and economic background of the student and his/her parents.
C.    Teaching And Learning Process 
The teacher plans, implements and manages the teaching and learning processes. The teacher ensures active involvement of students in the learning process.
D.    Monitoring And Evaluation Of Learning And Development 
The teacher evaluates development and achievement of students with regard to learning. The teacher ensures self-evaluation and peer-to-peer evaluation of students. The teacher uses evaluation results to improve the teaching process and shares the results with students, parents, administrators and other teachers.  
E.     School, Family And Society Relationships 
The teacher knows the natural, socio-cultural and economic characteristics of the school environment. The teacher encourages families and the society to participate in the training process and school development activities.    

F.     Knowledge Of Curriculum And Content
The teacher knows and implements fundamental values and principles that Turkish National Education System is based on, and approaches, targets, prin 

BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
 Kompetensi adalah pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur. Pedagogik adalah teori mendidik yang mempersoalkan apa dan bagaimana mendidik itu sebaik-baiknya. Jadi, kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru berkenaan dengan penguasaan teoritis dan proses aplikasinya dalam pembelajaran.
Cakupan kompetensi pedagogik, yaitu: memahami siswa secara mendalam, merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran, mengembangkan siswa untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya.
Dengan demikian tampak bahwa kemampuan pedagogik bagi guru bukanlah hal yang sederhana, karena kualitas guru haruslah di atas rata-rata. Kualitas ini dapat dilihat dari aspek intelektual yang meliputi aspek: logika sebagai pengembangan kognitif, etika sebagai pengembangan afektif, estetika sebagai pengembangan psikomotorik.
A Swedish perspective on Pedagogical Competence are attitude, ability, knowledge, adaption to the situation, perserverence,  continous developmen and an intregated whole.
Pedagogical competence data was divided into the following seven thematic competence areas, there are :
1.      Pedagogical Knowledge And Skills;
2.      Competence Relating To Students As Individuals;
3.      Competence Relating To Students As Group Members;
4.      Curricular Competence;
5.      Competence In Teaching Methods;
6.       Competence In Planning Instruction;
7.      Pedagogical Competence Development And Continuing Training.
The Generic Teacher Competencies by Turkish Republic Ministry Of National Education General Directorate Of Teacher Training are:
1.      Personal And Professional Values - Professional Development.
2.      Knowing The Student.
3.      Teaching And Learning Process. 
4.      Monitoring And Evaluation Of Learning And Development.
5.      School, Family And Society Relationships.
6.      Knowledge Of Curriculum And Content.

                                                                                   









DAFTAR PUSTAKA
Syarifudin, Nurdin. 2002. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: Ciputat Pers.
Undang-undang tentang guru dan dosen no 14 tahun 2005. hlm. 3
Sa’ud ,Udin Syaefudin. 2009 Pengembangan Profesi Guru.Bandung: ALFABETA.
Musfah, Jejen. 2011. Peningkatan Kompetensi Guru: Melalui Pelatihan Dan Sumber Belajar Teori Dan Praktis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
European Commission, 2013. Supporting Teacher Competence Of Development: For Better Learning Outcome
Ryegård ,Åsa. 2010. A Swedish perspective on PEDAGOGICAL COMPETENCE. UPPSALA UNIVERSITY
Salam, Burhanudin. 2011. Pengantar Pedagogik: Dasar-Dasar Ilmu Mendidik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Dariyo, Agoes.  2013  Dasar-dasar Pedagogi Modern. Jakarta : PT Indeks.
Priatna, Nanang. 2013. Pengembangan Profesi Guru.  Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Paaso,Aila. THE COMPETENT TEACHER 2010–2020 The competences of teaching staff in upper secondary vocational education and training. © Finnish National Board of Education and the authors 2010.
Guerriero,Sonia. Teachers’ Pedagogical Knowledge and the Teaching Profession Background Report and Project Objectives. OECD ( Better Policies For Better Lives)
CELIK,Huseyin. SBEP Support To Basic Education Project “Teacher Training Component”  : Generic Teacher Competencies. Turkish Republic Ministry Of National Education General Directorate Of Teacher Training.



[1] Nurdin Syarifudin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002)hlm. 15
[2] Undang-undang tentang guru dan dosen no 14 tahun 2005.hlm 3
[3] Udin Syaefudin Sa’ud, Pengembangan Profesi Guru, (Bandung: ALFABETA, 2009), hlm.
[4] Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru: Melalui Pelatihan Dan Sumber Belajar Teori Dan Praktis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) hlm. 31
[5] Ibid, hlm. 31              
[6] Burhanudin Salam, Pengantar Pedagogik: Dasar-Dasar Ilmu Mendidik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2011) hlm. 205
[7] Ibid, hlm. 212
[8] Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru: Melalui Pelatihan Dan Sumber Belajar Teori Dan Praktis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) hlm. 31-34
[9] Ibid, hlm. 34-36
[10] Agoes Dariyo, Dasar-dasar Pedagogi Modern,PT Indeks, Jakarta, 2013, hlm 75.
[11] Ibid, hlm. 36-37
[12] Ibid, hlm. 37-40
[13] Prof.Dr. Nanang Priatna, M.Pd. dan Titi Sukamto, Spd.,Pengembangan Profesi Guru,2013. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.Hal 39-44
[14] Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru: Melalui Pelatihan Dan Sumber Belajar Teori Dan Praktis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) hlm. 40
[15] Ibid, hlm. 41-42
[16] European Commission, Supporting Teacher Competence Of Development: For Better Learning Outcome, (2013) hlm. 9
[17] Åsa Ryegård, A Swedish perspective on PEDAGOGICAL COMPETENCE, (UPPSALA UNIVERSITY: 2010) hlm. 10
[18] Ibid, hlm. 30
[19] Ibid, hlm. 30-31
[20] Aila Paaso & Kati Korento. THE COMPETENT TEACHER 2010–2020 The competences of teaching staff in upper secondary vocational education and training. © Finnish National Board of Education and the authors 2010.

[21] Sonia Guerriero, PhD. Teachers’ Pedagogical Knowledge and the Teaching Profession
Background Report and Project Objectives. OECD ( Better Policies For Better Lives)
[22] Ass. Prof Huseyin CELIK. SBEP Support To Basic Education Project “Teacher Training Component”  : Generic Teacher Competencies. Turkish Republic Ministry Of National Education General Directorate Of Teacher Training


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar