MAKALAH PENDIDIKAN MULATIKULTURAL
“PENGERTIAN, KARAKTERISTIK DAN PENTINGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL”
Makalah Ini Di Susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Multikultural Semester IV
Dosen Pengampu: Dzulkifli Lessy

Disusun Oleh :
Annisa Nurul Ummah (14410014)
Rifqiyyatus S.A (14410021)
Ahmad Asmui (14410050)
Puji Astuti (14410168)
Leni Kurniawati (14410185)
Kamilah Songtaya (14410246)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat-Nya kepada Kami dengan keadaan sehat wal afiat. dan tak lupa Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memperjuangkan agama islam dari zaman jahiliyyah sampai pada zaman Islamiyah ini, Sehingga kami dapat menyelesaikan suatu makalah yang menjadi tugas mata kuliah Pendidikan Multikultural, jurusan pendidikan agama islam fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Sunan Kalijaga.
Makalah yang berjudul “Pengertian, Karakteristik dan Pentingnya Pendidikan Multikultural” merupakan aplikasi dari kami selain untuk memenuhi tugas mata kuliah tersebut, juga untuk memberikan pengetahuan tentang bagaimana Pengertian, Karakteristik dan Pentingnya Pendidikan Multikultural.
Dalam penulisan Makalah ini penulis menyadari sepenuhnya tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dzulkifli Lessy selaku Dosen pengampu dan pembimbing mata kuliah Pendidikan Multikultural.
2. Kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan Makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memberi gambaran ataupun menjadi referensi kita dalam mengenal dan mempelajari tentang Bagaimana Pengertian, Karakteristik dan Pentingnya Pendidikan Multikultural. Dalam makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.
Yogyakarta, 04 Februari 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENADAHULUAN 1
1.1 Latar Belekang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Manfaat Penulisan 2
1.5 Teknik Penulisan 3
1.6 Sistematika Penulisan 3
BAB II PEMBAHASAN 4
2.1 Definisi Pendidikan Multikultural 4
2.2 Karakteristik Pensdidikan Multikultural 7
2.3 Pentingnya Pendidikan Multikultural 13
2.4 Implikasi Pendidikan Multikurtural di Sekolah 16
BAB III PENUTUP 20
3.1 Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa majmuk, ditandai dengan banyaknya etnis, Suku, agama dan yaitu masyarakat yang anggotanya memiiki latar belakang budaya yang beragam. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat pluralitas/kemajemukan suku, budaya, bahasa dan adat terbanyak di dunia. Tidak salah juga jika pendiri (Founding Father) bangsa ini memilih semboyan “Bhineka Tunggal Ika” sebagai semboyan pemersatu bangsa yang sangat majemuk ini.
Kemajemukan dan multikulturalitas ini disatu sisi menjadi potensi berharga dalam membangun peradapan bangsa. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Kondisi yang demikian memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, antar ras, etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Untuk itu dipandang sangat penting memberikan porsi pendidikan multikultural sebagai wacana baru dalam sistem pendidikan di Indonesia terutama agar peserta didik memiliki kepekaan dalam menghadapi gejala-gejala dan masalah-masalah sosial yang berakar pada perbedaan kerena suku, ras, agama dan tata nilai yang terjadi pada lingkungan masyarakatnya. Hal ini dapat diimplementasi baik pada substansi maupun model pembelajaran yang mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya.
1.2.Rumusan Masalah
Untuk memudahkan dalam pembahasan , penulis membatasinya dengan memberikan rumusan masalah berikut ini:
1. Apa yang dimakhsud dengan pendidikan multikultural?
2. Bagaimana karakteristik pendidikan multikultural?
3. Sejauh mana pentingnya pendidikan multikultural?
4. Bagaimana implikasi dan praktek pendidikan Multikultural dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam?
1.3.Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang di paparkan di atas, penyusunan makalah ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui apa yang dimakhsud dengan pendidikan multikultural.
2. Untuk mengetahui karakteristik pendidikan multikultural.
3. Untuk mengetahui sejauh mana pentingnya pendidika multikultural.
4. Untuk mengetahui implikasi dan praktek pendidikan Multikultural. dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
1.4.Manfat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan yang terkait dengan pengertian dari pendidikan multikultural, perkembangan pendidikan multikultural di Indonesia, kurikulum pendidikan multikulturalisme, serta tantangan-tantangan pelaksanaan pendidikan multicultural.
2. Manfaat Praktis
Bagi Mahasiswa
Memberikan masukan kepada pihak mahasiswa mengenai pengertian dari pendidikan multikultural, perkembangan pendidikan multikultural di Indonesia, kurikulum pendidikan multikulturalisme, serta tantangan-tantangan pelaksanaan pendidikan multicultural.
1.5.Teknik Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, teknik penulisan yang digunakan adalah dengan Teknik Telaah Pustaka, yaitu meneliti kepustakaan atau buku-buku yang cocok dengan pokok pembahasan dengan menerangkan sumber-sumber tertulis. Disamping menggunakan Teknik Telaah Pustaka, kami juga menggunakan teknik Searching, yakni mengambil referensi dari Internet dengan tujuan untuk membantu memperjelas dan agar lebih mudah memahami daripada isi makalah tersebut.
1.6.Sistematika Penulisan
Agar makalah ini tersusun dengan baik, maka penulis membuat sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN, yang meliputi : Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan Penulisan, Teknik Penulisan, Sistematika penulisan.
BAB II. PEMBAHASAN, yang meliputi : Pengertian dan penjelasan-penjelasan.
BAB III. PENUTUP, yang meliputi: Kesimpulan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pendidikan Multikultural
Indonesia dikenal sebagai sebagai masyarakat majemuk (pluralistic society) hal ini dapat dilihat dari realitas sosial yang ada. Bukti kemajemukan nya juga dapat dibuktikan melalui semboyan bhineka tunggal ika. Masyarakat indonesia yang plural dilandasi oleh berbagai perbedaan, baik horizontal maupun vertikal. Perbedaan horizontal meliputi kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan suku bangsa, bahasa, adat istiadat, dan agama. Sementara perbedaan yang bersifat vertikal yakni menyangkut perbedaan-perbedaan lapisan atas dan bawah, yang menyangkut bidang politik, sosial, ekonomi maupun budaya.
Kesadaran bahwa pluralitas keagamaan dimanapun didunia ini, kecuali tempat-tempat tertentu, adalah realitas yang tidak mungkin diingkari. Kontak-kontak antara komunitas-komunitas yang berbeda budaya semakin meningkat. Hampir tidak ada didunia ini kelompok masyarakat yang tidak berhubungan dengan kelompok lain yang berbeda budayanya. Dengan demikian masyarakat dituntun untuk selalu menghargai budaya-budaya masyarakat lainnya melalui pendidikan salah satunya.
Secara sederhana dan umum, pendidikan bermakna sebagai usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi bawaan, baik jasmani maupun rohani, sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai:
1. Suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan.
2. Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak-anak dalam pertumbuhannya.
3. Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atas situasi tertentu yang dikehendaki oleh masyarakat.
4. Suatu pembentukan karakter, kepribadian dan kemampuan anak-anak dalam menuju kedewasaan.
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik.
Pendidikan multikultural adalah strategi pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata ppelajaran dengan cara menggunakann perbedaan-perbedaan kultur yang ada pada para siswa seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan, dan umur agar proses belajar menjadi efektif dan mudah.
Pendidikan multikultural sekaligus juga untuk melatih dan membangun karakter siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis, dan pluralis dalam lingkungan mereka. Pendidikan multikultural memiliki dua tujuan akhir. Tujuan awal merupakan tujuan sementara karena tujuan ini hanya berfungsi sebagai perantara agar tujuan akhir dapat dicapai dengan baik.
Tujuan awal pendidikan multikultural yaitu membangunn wacana pendidikan multikultural dikalangan guru, dosen, ahli pendidikan, pengambilan kebijakan dalam dunia pendidikan dan mahasiswa jurusan ilmu pendidikan maupun mahasiswa umum. Harapannya adalah apabila mereka mempunyai wacana pendidikan multikultural yang baik maka kelak mereka tidak hanya mampu untuk membangun kecakapan dan keahlian siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkannya. Akan tetapi juga mampu untuk menjadi transformator pendidikan multikultural yang mampu menanamkan nilai-nilai pluralisme, humanisme, dan demokratis secara langsung di sekolah kepada para peserta didiknya.
Adapun tujuan akhir pendidikan multikultural ini adalah peserta didik tidak hanya mampu memahami dan menguasai materi pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi diharapkan juga bahwa peserta didik akan mempunyai karakter yang kuat untuk selalu bersikap demokratis, pluralis dan humanis.
Istilah pendidikan multikultural secara etimologis terdiri atas dua terma, yaitu pendidikan dan multikultural. Pendidikan merupakan salah satu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk meiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Multikultural berasal dari dua terma yaitu multi dan kultur. Kultur yang berarti kebudayaan, kesopanan, atau pemeliharaan, sedangkan multi berarti banyak, ragam, atau aneka. Dengan demikian, multikultural dapat diartikan keberagaman budaya, aneka kesopanan, atau banyak pemeliharaan.
Dengan demikian pendidikan multikultural merupakan proses yang dapat diartikan sebagai proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik yang menghargai pluralitas dan heterogenitas secara humanistik. Peserta didik tidak hanya mampu memahami dan menguasai materi pelajaran yang dipelajarinya, akan tetapi diharapkan memiliki karakter yang kuat untuk bersikap demokratis, pluralis, dan humanis.
Selain itu pendidikan multikultural dimaksudkan menjadi pendidikan alternatif yang memberi ruang bagi eksistensi, pengakuan, dan penghormatan kepada budaya-budaya lain. Pendidikan multikultural merupakan proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragam budaya yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Karena dengan adanya pendidikan multikultural diharapkan muncul kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak.
2.2 Karakteristik Pendidikan Multikultural
Sebagaimana disebut di muka, multikultur berasai dari dua terma yaitu multi dan kultur. Multikultural sebenarnya merupakan kata dasar yang mendapat awalan. Kata dasar itu adalah kultur yang berati kebudayaan, kesopanan, atau pemeliharaan, sedang awalnya adalah multi yang berarti banyak ragam, atau aneka. Dengan demikian, multikultural bearti keragaman kebudayaan, aneka kesopanan, atau banyak pemeliharaan.
Untuk dapat memahami arti kutur dalam pendidikan multikultural dengan membangun membangun pemahaman tentang karakteristik kultur dan wilayah kultur. Karakteristik kutur antara lain kultur sebagai sesuatu yang general sekaligus spesifik, kultur sebagai sesuatu yang dipelajari, kultur sebagai sebuah symbol, kultur sebagai pembentuk, dan pelangkap sesuatu yang alami, kultur sebagai sesuatu yang dilakukan secara bersama-sama sebagaiatribut bagi individu dari kelompok yang lain, kultur sebagai sebuah model, dan kultur sebagai sesuatu yang bersifat adaptif. Sebagai wlayah kultur sebagaimana dikutip Ainul Yaqin (2005: 6-13) dalam Conrad P. Kottak (1989) adalah kultur nasional, internasional, dan sub-kutur.
Pertama, kutur nasional berbetuk aneka macam pengalaman, sifat, dan nilai-nilai yang dipakai oleh semua warga Negara yang berada dalam satu Negara.
Kedua, kultur internasional berbentuk dari tradisi cultural yang meluas melampaui proses penyebaran (diffiusion), yaitu sebuah proses penggabungan antar dua kultur atau lebih melalui beberapa cara seperti perkawinan, migrasi, media masa atau bahkan melalui film.
Ketiga, sub-kultural sebagai sebuah perbedaan karakteristik cultural dalam satu kelompok masyarakat. Sedangkan secara terminologis pendidikan multikural merupakan proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitas sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama)
Pendidikan multikultural merupakan proses yang dapat diartikan sebagai proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau seklompok orang dalam usaha medewasaka menusia melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik yang menghargai pluralitas dan heterogenitas secara humanistik.
Pengertian pendidikan multikultural demikian tentu mempunyai implikasi yang luas dalam pendidikan. Karena pendidikan itu sendiri secara umum dipahami sebagai proses tanpa akhir atau proses sepanjang hayat, dengan demikian, pendidikan multikultural memiliki karakter untuk melakukan penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap harkat dan martabat manusia darimanapun dia datangnya dan berbudaya apapun juga sepanjang hayat. Harapannya, tercipta kedamaian yang sejati, keamanan yang tidak dihantui kecemasan, kesejahteraan yang tidak dihantui manipulasi, dan kebahagiaan yang terlepas dari jarring-jaring manipulasi dan rekayasa.
Pendidikan berkarakter multikultural tersebut menjadi penting. Karena proses pendidikan tersebut untuk memanuasiakan manusia, karena itu dirasa perlu untuk memperhatikan manusia, karena itu dirasa perlu untuk memperhatikan dimensi-dimensi yang terkait erat dengan pendidikan secara universal oleh suatu bangsa.
Pendidikan multikultural meredefinisi orang terpelajar sejati sebagai orang yang mengakui kebudayaanya sendiri sebagai salah satu dari banyak kebudayaan yang menggunakan pengetahuannya tentang masyarakat dan kebudayaan lain untuk memahami dirinya sendiri secara lebih baik yang belajar menilai perspektif-perspektif kultural yang plural dan mengintegrasikannya kedalam prespektif kulturalnya sendiri, dan yang tidak hanya mentoleransi bahkan memahami, menghargai , dan mengapresiasi kebudayaan-kebudayaan lain sekaligus kebudayaan sendiri.
Pendidikan multikultural mempersiapkan siswa untuk aktif sebagai warga negara dalam masyarakat yang secara etnik, kultural, dan agama beragam.
Karakteristik pendidikan multikultural khususnya dalam konteks Pendidikan Agama:
1. Belajar Hidup dalam Perbedaan
Selama ini pendidikan konvensional hanya bersandar pada tiga pilar utama yang menompang proses dan produk pendidikan nasioanl, yakni how to know, how to do, dan how to be. Yang belum secara mendasar mengajarkan sekaligus menanmpakn “keterampilan hidup bersama” dalam komunitas yang plural secara agama, kultural dan etnik. Maka dari itu hadirnya pilar keempat untuk melengkapi 3 pilar lainnya.
a. Pengembangan sikap toleran, empati, dan simpati .
Toleransi adalah kesiapan dan kemampuan batin untuk kerasan bersama orang lain yang berbeda secara hakiki meskipun terdapat konflik dengan pemahaman kita tentang apa yang baik dan jalan hidup yang layak. Menjadi toleran adalah membolehkan/membiarkan orang lain menjadi diri mereka sendiri, menghargai orang lain, asal-usul dan latar belakang mereka selalu bermakna menolak membicarakan pada orang lain apa yang harus dilakukan atau bukan keinginan untuk mempengaruhi mereka supaya mengikuti ide kita.
b. Klarifikasi nilai-nillai kehidupan bersama menurut prespektif-prespektif agama-agama
Agama –agama saling berdiskusi dan menawarkan suatu prespektif nilai masing-masing yang dapat dipertemukan dengan kepentingan serupa dari agama lain. Nilai-nilai ini pada akhirnya disepakati bersma dan mengalami proses objektivikasi-membumi dan menjadi milik bersama seluruh penganut agama tanpa memandang perbedaan ras dan warna kulit serta berlanjut pada komitmen untuk dipelihara dan diimplementasikan dalam kehidupan bersama.
c. Pendewasaan emosional.
Kebersamaan membutuhkan kebebasan dan keterbukaan terhadap orang luar. Kebebasan dan keterbukaan tanpa merasakan kebersamaan akan menimbulkan keretakan dan perselisihan. Keduanya harus tumbuh bersama menuju pendewasaan emosional dalam relasi antar agama-agama lainya
d. Kesetaraan dalam partisipasi.
Pengakuan atas kehadiran dan hak hidup agama-agama memang penting namun belum cukup untuk memenuhi pilar hidup dan bekerja bersama orang lain. Setiap agama memiliki kesempatan untuk hidup sekaligus memberikan kontribusi bagi kesejahteraan kemanusian universal.
e. Kontrak sosial baru dan aturan main kehidupan bersama antar agama.
Konflik agama yang telah terjadi biarlah berlalu. Buak lembaran baru lagi dengan baik, kebutuhan sekarang mengajak semua pemeluk agama yang berbeda-beda berjabat tanagan untuk memulai hidup baru dengan sebuah permulaan yang positif, yakni kesepakatan bersama tentang hidup bersama yang lebih sehat dan bervisi ke depan.
Adapun hasil yang diharapkan dari lima proses tersebut adalah: tumbuh dan berkembangannya keterampilan berfikir (thinking skills) dalam memecahkan problem baru yang mungkin belum pernah ada dan tidak diperoleh di bangku sekolah.
2. Membangun Saling Percaya (Mutual Trust)
Rasa saling percaya adalah salah satu modal sosial terpenting dalam penguatan kultural masyarakat madani. Modal sosial adalah sumbangan-sumbangan kultural akumulatif yang memudahkan dukungan terhadap tugas-tugas sosial tertentu dalam membentuk masyarakat madani . di samping rasa saling percaya, sumber-sumber non material di dalam masyarakat bisa berupa status, niat baik, kemerdekaan warga negara, toleransi dan penghormatan pada aturan hukum norma-norma, jaringan-jaringan, yang dapat meningkatkan efesiensi sosial dengan memudahkan tindakan-tindakan yang terkoordinasi yang bisa dikalkulasikan oleh-oleh agen sosial. Modal sosial ini merupakan fondasi bagi terbangunnya sikap rasional, tidak mudah curiga, bebas dari prasangka.
3. Memelihara Saling Pengertian (Mutual Understanding).
Saling memahami adalah kesadaran bahwa nilai-nilai mereka dan kita dapat berbeda dan mungkin saling melengkapi serta member kontribusi terhadap relasi yang dinamis dan hidup. Pendidikan agama mempunyai tanggung jawab membangun landasan etis kesaling sepahaman antara agama dan budaya yang plural, sebagai sikap dan kepedulian bersama.
4. Menjunjung Sikap Saling Menghargai (Mutual Respect).
Menghormati dan menghargai sesama manusia adalah nilai universal yang dikandung semua agama di dunia. Pendidikan agama berbawawasan multikultural menumbuhkembangkan kesadaran bahwa kedamaian mengandaikan saling menghargai antar penganut agama, yang dengannya kita dapat mendengarkan suara dan prespektif agama lain yang berbeda. Untuk menjaga kehormatan dan harga diri tidak harus diperoleh dengan mengorbankan kehormatan dan harga diri tidak harus diperoleh dengan mengorbankan kehormatan dan harga diri orang lain apalagi dengan menggunakan sarana dan tindakan kekerasan. Saling menghargai membawa sikap saling berbagi di antara semua individu dan kelompok.
5. Terbuka dalam Berfikir.
Kematangan berfikir merupakan salah satu tujuan penting pendidikan. Pendidikan seyogyanya memberi pengetahuan tentang bagiaman berfikir bertindak bahkan mengadopsi sebagian pengetahuan baru pada siswa.
6. Apresiasi dan Interdepensasi
Sebagai makhluk sosial (homoaocius), manusia dari jenis kelamin dan ras manapun bahkan mereka yang mengklaim penganut setia individualism sejati, tidak akan dapat survive tanpa ikatan sosial. Banyak sisi kehidupan manusia yang tidak dapat diatasi secara material oleh limpahan harta, uang, tahta, dan kejayaan. Ada kebutuhan untuk saling menolong atas dasar kecintan kecintaan dan ketulusan terhadap sesama manusia, untuk mengatasi ketidakberdayaan (powerlessness), ketidakpastian (contingency), dan kelangkaan (scarcity). Tatanan sosial yang harmonis dan dinamis yang saling terkait mendukung individu-individu dan bukan memecah belah masyarakat.
7. Resolusi Konflik dan Rekonsiliasi Nirkekerasan.
Resolusi konflik belum cukup tanpa rekonsiliasi, yakni upaya perdamaian melalui sarana pengampunan atau memaafkan (forgiveness). Pemberian ampun atau maaf dalam rekonsiliasi adalah tindakan tepat dalam situasi konflik. Memafkan berarti melupakan semua serangan, kejahatan, perbuatan salah dan dosa yang dilakukan orang lain secara sengaja mapupun tidak sengaja.
Dari enam konsep diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan agama berwawasan multikultural adalah menanamkan kesadaran pentingnya hidup bersama dalam keragaman dan perbedaan agama-agama, dengan spirit kesetaraan dan kesederajatan, saling percaya, saling memahami dan menghargai persamaan persamaan, perbedaan dan keunikan agama-agama, terjalin dalam suatu relasi dalam situasi saling mendengar dan menerima perbedaan prespektif agama-agama dalam satu dan lain masalah dengan pikiran terbuka, untuk menemukan jalan terbaik mengatasi konflik antar agama dan menciptakan perdamaian melalui sarana pengampunan dan tindakan anti kekerasan.
2.3 Pentingnya Pendidikan Muktikultural
Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta social memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Kondisi yang demikian memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, ras, etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Menurut Gibson ( 1997 ), sebagaimana dikutip Djohar ( 2003: 85 ) menyatakan bahwa masa depan bangsa memiliki kriteria khusus yang ditandai oleh hiper kompetisi, sukses revolusi teknologi serta dislokasi dan konflik sosial, menghasilkan keadaan yang non-linier dan sangat tidak dapat diperkirakan dari keadaan masa lampau dan masa kini. Masa depan hanya dapat dihadapi dengan kreativitas, meskipun posisi keadaan sekarang memiliki peranan penting untuk memicu kreativitas. Lebih lanjut dijelaskan bahwa perubahan keadaan yang non-linier ini tidak akan dapat diantisipasi dengan cara berpikir linier. Pemikiran linier dan rasional yang sekarang kita kembangkan tidak lagi fungsional untuk mengakomodasi perubahan keadaan yang akan terjadi. Keadaan ini mestinya dapat mendorong kita untuk memiliki design pendidikan masa depan yang memungkinkan peserta didik dan pelaku praksis pendiddikan dapat mengaktualisasikan dirinya. Sebagai bangsa dengan beragam kultur memiliki resistensi yang tinggi terhadap munculnya konflik sebagai konsekuensi dinamika kohesivitas social masyarakat. Akar munculnya konflik dalam masyarakat multicultural disebabkan oleh : (1) adanya perebutan sumber daya, alat-alat produksi, dan kesempatan ekonomi (acces to economic resources and to means of production); (2) perluasan batas-batas social budaya (social and cultural borderline expansion); (3) dan benturan kepentingan politik, ideology, dan agama (conflict of political, ideology, and religious interest).
Dari paparan diatas mengindikasikan bahwa pendidikan multikultural menjadi sesuatu yang sangat penting dan mendesak untuk di implementasikan dalam praksis pendidikan di Indonesia. Karena pendidikan multikultural dapat berfungsi sebagai sarana alternatif pemecahan konflik. Melalui pembelajaran yang berbasis multikultur, siswa diharapkan tidak tercerabut dari akar budayanya. Selain itu, pendidikan multikultural sangat relevan dipraktikkan dalam demokrasi seperti saat ini.
Spektrum kultur masyarakat Indonesia yang sangat beragam merupakan tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan untuk mengolah ragam perbedaan tersebut dapat dijadikan asset, bukan sumber perpecahan. Pada era globalisasi ini pendidikan multikultural memiliki tugas ganda, yaitu menyatukan bangsa yang terdiri atas berbagai macam budaya dan harus menyiapkan bangsa Indonesia untuk siap menghadapi arus budaya luar yang masuk ke negeri ini.
Pendidikan multikultural juga dapat dimanfaatkan untuk membina siswa agar tidak tercerabut dari akar budayanya. Hal ini disebabkan pertemuan antarbudaya pada era globalisasi ini dapat menjadi ancaman serius bagi siswa. Dalam kaitan ini siswa perlu diberi penyadaran akan pengetahuan yang beragam sehingga mereka memiliki kompetensi yang luas akan pengetahuan global, termasuk aspek kebudayaan.
Pentingnya pendidikan multikultural juga berperan dalam hal-hal berikut ini, yaitu;
1. Penting Dalam Pengembangan Kurikulum
Pendidikan multikultural sangat penting dalam pengengembangan kurikulum. Menurut Hamid Hasan, masyarakat dan bangsa indonesia memiliki tingkat dan keragaman yang sangat tinggi, mulai dari dimensi sosial, budaya, aspirasi politik dan kemampuan ekonomi. Keragaman tersebut berpengaruh langsung dalam kemampuan guru dalam melaksanakan kurikulum.kemampuan sekolah dalam menyediakan pengalaman belajar juga berpengaruh terhadap kemampuan peserta didik untuk berproses dalam belajar serta berpengaruh dalam mengolah informasi menjadi sesuatu yang dapat diterjemahkan sebagai hasil belajar. Keragaman itu menjadi variabel bebas yang memiliki kontribusi sangat segnifikan terhadap keberhasilan implementasi kurikulum yang ada, baik kurikulum sebagai proses maupun sebagai hasil. Oleh karena itu, keragaman tersebut harus menjadi faktor yang sayogyanya diperhitungkan dan dipertimbangan dalam penentuan filsafat, teori, visi, pengembangan dokumen, sosialisasi dan pelksanaan kurikulum.
Karena masyarakat kita majmuk, maka kurikulum yang ideal adalah kurikulum yang dapat menunjang proses anak didik menjadi manusia demokratis, pluralis, dan menekankan penghayatan hidup serta refleksi untuk menjadi manusia yang utuh, yaitu generasi muda yang tidak hanya pandai, tetapi juga bermoral dan etis, dapat hidup dalam suasana demokratis, dan menghormati hak orang lain.
Demi terwujudnya tujuan kurikulum berprinsip pendidikan multikultural tersebut, ada empat hal yang harus diperhatikan oleh guru, yaitu:
1) Posisi anak didik sebagai subyek dalam belajar.
2) Cara belajar anak didik yang ditentukan oleh latar belakng budayanya.
3) Lingkungan budaya mayoritas masyarakat dan pribadi anak didik diperhatikan.
4) Lingkungan budaya anak didik sebagai sumber belajar.
2. Pendidikan multikultural dapat memberikan penekanan terhadap proses penanaman cara hidup yang salig menghormati, tulus dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup ditengah-tengah masyarakat dengan tingkat pluralitas yang tinggi.
3. Pendidikan Multikultural menjamin lahirnya kesadaran dan pemahaman secara luas yang diwujudkan dalam sikap yang toleran, bukan sikap yang kaku, eklusif dan menafikan eksitensi kelompok lain yang berbeda. Sehingga dalam konteks indonesia yang sangat erat kemajemukanya akan dapat dikelola secara kreatif. Seperti persoalan serius yang dihadapi indonesia saat ini adalah benturan dan konflik yang disebabkan oleh faktor pluralitas dan multikultural yang ada. Jika kondisi ini terus berlangsung tanpa adanya sebuah ikhtiar secara sistematis untuk menyelesaikanya, konflik sosial yang terjadi akan erus mnjadi ancaman yag serius bagi keutuhan dan persatuan bangsa. Maka penyelesaian sistematis lewat jalur pendidikan multikultural merupakan salah satu alternatif strategis yang penting untuk dipertimbangkan.
4. Pendidikan mutikutural dapat membantu anak didik untuk mengerti, menerima dan menghargai orang lain ataupun komunitas suku, budaya nilai dan beragam kontruksi sosial lain yang berbeda.
2.4 Implikasi Pendidikan Multikultural di Sekolah
Menurut pendapat beberapa ahli dan realita empirik, dapat disusun tujuh implikasi strategi pendidikan dengan pendekatan multikultural. Tujuh implikasi itu dapat dijelaskan sebagai berikut;
1. Membangun paradigma keberagamaan inklusif di lingkungan sekolah.
Guru sebagai orang dewasa dan kebijakan sekolah harus menerima bahwa ada agama lain selain agama yang dianutnya. Ada pemeluk agama lain selain dirinya yang juga memeluk suatu agama. Dalam sekolah yang muridnya beragam agama, sekolah harus melayani kegiatan rohani semua siswanya secara baik. Hilangkan kesan mayoritas minoritas siswa menurut agamanya. Setiap kegiatan keagamaan atau kegiatan apapun di sekolah biasakan ada pembaharuan untuk bertoleransi dan membantu antarsiswa yang beragama berbeda.
2. Menghargai keragaman bahasa di sekolah
Dalam suatu sekolah bisa terdiri dari guru, tenaga kependidikan, dan siswa yang berasal dari berbagai wilayah dengan keragaman bahasa, dialek, dan logat bicara. Meski ada bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar formal di sekolah, namun logat atau gaya bicara selalu saja muncul dalam setiap ungkapan bahasa, baik lisan maupun tulisan.
Sekolah perlu memiliki peraturan yang mengakomodasi penghargaan terhadap perbedaan bahasa. Perbedaan yang ada seharusnya menyadarkan kita bahwa kita sangat kaya budaya, mempunyai teman-teman yang unik dan menyenangkan, serta dapat bertukar pengetahuan berbahasa agar kita semakin kaya wawasan.
3. Membangun sikap sensitif gender di sekolah
Tak ada yang lebih dominan atau sebaliknya minoritas antara gender laki-laki dan perempuan. Dengan tetap mempertimbangkan nilai-nilai kodrati, penerapan gender dalam fungsi-fungsi pembelajaran di sekolah harus proporsional karena setiap siswa laki-laki dan perempuan memiliki potensi masing-masing. Biarlah siswa mengembangkan potensinya dengan baik tanpa bayang-bayang persaingan gender. Siapa yang berpotensi biarlah dia yang berprestasi.
4. Membangun pemahaman kritis terhadap perbedaan sosial.
Pelayanan pendidikan dan penegakan peraturan sekolah tidak boleh mempertimbangkan status sosial siswa. Baurkan siswa dari beragam status sosial dalam kelompok dan kelas untuk berinteraksi normal di sekolah. Meskipun begitu, guru dan siswa harus tetap memahami perbedaan sosial yang ada di antara teman-temannya. Pemahaman ini bukan untuk menciptakan perbedaan, sikap lebih tinggi dari yang lain, atau sikap rendah diri bagi yang kurang, namun untuk menanamkan sikap syukur atas apapun yang dimiliki.
5. Membangun sikap antideskriminasi etnis.
Sekolah bisa jadi menjadi Indonesia mini atau dunia mini, dimana berbagai etnis menuntut ilmu bersama di sekolah. Di sekolah bisa jadi suatu etnis mayoritas terhadap etnis lainnya. Tapi perlu dipahami, di sekolah lain etnis yang semula mayoritas bisa jadi menjadi minoritas. Hindari sikap negatif terhadap etnis yang berbeda. Tanamkan dan biasakan pergaulan yang positif. Pahamkan bahwa inilah Indonesia yang hebat, warganya beraneka ragam suku atau etnis, bahasa, tradisi namun bisa bersatu karena sama-sama berbahasa Indonesia dan bangga menjadi bangsa Indonesia.
6. Menghargai perbedaan kemampuan.
Sekolah tidak semua siswanya berkemampuan sama atau standar. Dalam psikologi sosial dikenal istilah disability, artinya terdapat sebuah kondisi fisik dan mental yang membuat seseorang kesulitan mengerjakan sesuatu yang mana orang kebanyakan dapat mengerjakannya dengan mudah. Dalam orientasi awal masuk dan pengamatan proses guru dan siswa dapat saling memahami kelebihan dan kelemahan masing-masing. Karena siswa sudah menjadi bagian warga sekolah, maka jangan sampai sikap, ucapan, dan perilaku yang meremehkan atau mentertawakan kelemahan yang sudah dipahami.
7. Menghargai perbedaan umur.
Setiap individu siswa mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan kejiwaannya sesuai pertambahan umurnya. Guru harus memahami ini, terutama tentang karakteristik psikologis dan tingkat kemampuan sesuai umurnya. Menyikapi kondisi sekolah sebagai ”dunia” multikultural, pengambil kebijakan dan warga sekolah harus mengubah paradigma dan sistem sekolah menjadi paradigma dan sistem sekolah yang multikultural. Secara serentak atau bertahap harus disusun kembali sistem, peraturan, kurikulum, perangkat-perangkat pembelajaran, dan lingkungan fisik atau sarana prasarana sekolah yang berbasis multikultural berdasarkan kesepakatan warga sekolah. Selanjutnya yang terpenting adalah secara kontinyu dilakukan orientasi kepada warga sekolah terutama warga baru, sosialisasi, tauladan guru dan kakak kelas, pembiasaan kultur sikap dan perilaku multicultural.
Rohidi (2002) dan Tilaar (2002) menegaskan bahwa pendidikan dengan pendekatan multikultural sangat tepat diterapkan di Indonesia untuk pembentukan karakter generasi bangsa yang kokoh berdasar pengakuan keragaman. Kemudian dalam penerapannya harus luwes, bertahap, dan tidak indoktriner. Implementasinya menyesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah. Pendekatan multikulturalisme erat dengan nilai-nilai dan pembiasaan sehingga perlu wawasan dan pemahaman yang mendalam untuk diterapkan dalam pembelajaran, tauladan, maupun perilaku harian. Proses itu diharapkan mampu mengembangkan kepekaan rasa, apresiasi positif, dan daya kreatif. Kompetensi guru menjadi sangat penting sebagai motor pendidikan dengan pendekatan multikulural.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan Multikultural adalah konsep pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik tanpa memandang gender, kelas sosial, etnis, ras, agama dan karakteristik kultural mereka untuk belajar didalam kelas.
Karakteristik pendidikan multikultural khususnya dalam konteks Pendidikan Agama adalah Adanya perbedaan dalam hidup, saling percaya, saling pengertian, saling menghargai, terbuka dalam berfikir, Apresiasi dan Interdepensasi, Resolusi Konflik dan Rekonsiliasi Nirkekerasan.
Pendidikan multikultural sangat penting untuk diaplikasikan dalam pendidikan di Indonesia karena pendidikan multikultural sebagai :
a. Sarana alternatif pemecahan konflik yang terjadi saat ini.
b. Agar siswa tidak tercerabut dari akar budayanya dalam era globalisasi seperti sekarang ini.
c. Bermanfaat untuk membangun keragaman etnik, ras, agama dan budaya.
d. berperan penting dalam pengembangan kurikulum,
e. penting bagi peserta didik, guru dan warga pendidikan yang lain yang berusaha membantu serta memudahkan pelaksanaan dan harapan pendidikan.
Ada 7 implikasi pendidikan multikultural di Sekolah adalah sebagai berikut :
1. Membangun paradigma keberagamaan inklusif di lingkungan sekolah.
2. Menghargai keragaman bahasa di sekolah.
3. Membangun sikap sensitif gender di sekolah.
4. Membangun pemahaman kritis dan empati terhadap ketidakadilan serta perbedaan social.
5. Membangun sikap antideskriminasi etnis.
6. Menghargai perbedaan kemampuan.
7. Menghargai perbedaan umur.
DAFTAR PUSTAKA
ChoirulMahfud, Pendidikan Multikultural, 2006. Yogyakarta: PustakaPelajar.
M. Ainul Yakin, PendidikanMultikultural,2005.Yogyakarta: Pilar Media.
Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultural, 2007. Surabaya: JP.Books.
Sulalah, Pendidikan Multikultural,2008. Malang: UIN maliki Press.
Zakiyuddin Baidhawy. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural.2005. Jakarta: Erlangga.
Ngainun Naim, Acmad Sauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi,2010. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
H.A Rusdiana, dan Yaya Suryana, pendidikan multikultural: konsep-prinsip-implementasi, 2015.Bandung: Pustaka Setia.
Choirul Mahfud, pendidikan multikultural, 2006.Yogyakarta:Pustaka pelajar.
0 komentar:
Posting Komentar