MAKALAH AKIDAH AKHLAK
“IMAN KEPADA QADHA DAN QADHAR”
Makalah Ini Di Susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Aqidah Akhlak di Madrasah/Sekolah Semester IV
Dosen Pengampu: Dr. H. Sangkot Sirait, M.Ag

Disusun Oleh :
Ahmad Asmui
14410050
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat-Nya kepada Kami dengan keadaan sehat wal afiat. dan tak lupa Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memperjuangkan agama islam dari zaman jahiliyyah sampai pada zaman Islamiyah ini, Sehingga kami dapat menyelesaikan suatu makalah yang menjadi tugas mata kuliah Aqidah Akhlak di Madrasah/Sekolah, jurusan pendidikan agama islam fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Sunan Kalijaga.
Makalah yang berjudul “Iman Kepada Qadha dan Qadhar” merupakan aplikasi dari kami selain untuk memenuhi tugas mata kuliah tersebut, juga untuk memberikan pengetahuan tentang Iman Kepada Qadha dan Qadhar.
Dalam penulisan Makalah ini penulis menyadari sepenuhnya tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. H. Sangkot Sirait, M.Ag selaku Dosen pengampu dan pembimbing mata kuliah Aqidah Akhlak di Madrasah/ Sekolah.
2. Kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan Makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memberi gambaran ataupun menjadi referensi kita dalam mengenal dan mempelajari tentang Iman Kepada Qadha dan Qadhar. Dalam makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.
Yogyakarta, 26 Maret 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENADAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Manfaat Penulisan 2
1.5 Teknik Penulisan 3
1.6 Sistematika Penulisan 3
BAB II PEMBAHASAN 4
2.1 Pengertian Iman kepada qadha dan qadhar 4
2.2 Ciri-ciri Iman kepada qadha dan qadhar 5
2.3 Hubungan qadha dan qadhar dengan ikhtiar 6
2.4 Fungsi Iman kepada qadha dan qadhar 9
2.5 Kewajiban Iman kepada qadha dan qadhar 10
2.6 Tingkatan qadha dan qadhar 11
2.7 Hikmah Iman kepada qadha dan qadhar 17
BAB III PENUTUP 19
3.1 Kesimpulan 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Iman adalah meyakini adanya Alloh SWT, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rosul-Nya seta Qadha dan Qadhar. Beriman kepada Qadha dan Qadhar merupakan salah satu rukun iman. Setiap muslim wajib mempercayai bahwa Alloh SWT telah menentukan nasib manusia sejak zaman azali. Tetapi manusia mempunyai kesempatan untuk berusaha mengubah nasib yang telah ditentukan.
Dengan demikian dapat dikatatakan bahwa manusia tetap diharuskan berusaha untuk mengubah nasibnya. Dengan begitu,setiap manusia akan mendapatkan hasil usaha sesuai yang telah diusahakan.
Dalam makalah ini, kami akan membahas suatu masalah yang kami anggap sangat penting bagi kita umat Islam, yaitu masalah Qadha’ dan Qadar. Mudah-mudahan Allah Ta’ala membukakan pintu karunia dan rahmatNya bagi kita, menjadikan kita termasuk para pembimbing yang mengikuti jalan kebenaran dan para pembina yang membawa pembaharuan.
Sebenarnya masalah ini sudah jelas, akan tetapi kalau bukan karena banyaknya pertanyaan dan banyaknya orang yang masih kabur dalam memahami masalah ini serta banyaknya orang yang membicarakanya, yang kadangkala benar tetapi seringkali salah, di samping itu tersebarnya pemahaman–pemahaman yang hanya karena mengikuti hawa nafsu dan adanya orang–orang fasik yang berdalih dengan qadha’ dan qadar untuk kefasikannya, seandainya bukan karena itu semua, niscaya kami tidak akan berbicara tentang masalah ini.
Sudah sejak dahulu masalah qadha’ dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam. Diriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam keluar menemui shahabatnya radhiyallahu ‘anhum, ketika itu mereka sedang berselisih tentang masalah Qadha’ dan Qadar ( takdir ) maka beliau melarangnya dan memperingatkan bahwa kehancuran umat – umat terdahulu tiada lain karena perdebatan seperti ini.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang bagaimana iman kepada qadha dan qadhar, semoga dapat bermanfaat bagi penulis pribadi dan seluruh pembaca pada umumnya.
1.2.Rumusan Masalah
Untuk memudahkan dalam pembahasan , penulis membatasinya dengan memberikan rumusan masalah berikut ini:
1. Apa pengertian Iman kepada Qadha dan Qadhar ?
2. Bagaiman ciri-ciri Iman kepada Qadha dan Qadhar ?
3. Apa fungsi Iman kepada Qadha dan Qadhar ?
4. Bagaimana hubungan antara Qadha dan Qadhar dengan Ikhtiyar ?
5. Hikmah apa yang dapat kita ambil dari Iman kepada Qadha dan Qadhar ?
1.3.Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang di paparkan di atas, penyusunan makalah ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui pengertian Iman kepada Qadha dan Qadhar.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri Iman kepada Qadha dan Qadhar.
3. Untuk mengetahui fungsi Iman kepada Qadha dan Qadhar.
4. Untuk mengetahui hubungan antara Qadha dan Qadhar dengan Ikhtiyar.
5. Untuk mengetahui Hikmah Iman kepada Qadha dan Qadhar.
1.4.Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan yang terkait dengan pengertian dari Iman kepada Qadha dan Qadhar, Ciri-cirinya, Fungsinya, Hubunganya dengan Ikhtiyar dan Himah Iman kepada Qadha dan Qadhar.
2. Manfaat Praktis
Bagi Mahasiswa
Memberikan masukan ilmu pengetahuan kepada pihak mahasiswa mengenai manfaat teoritis diatas sehingga akan memberikan kemudahan dalam memahami dan mengaplikasikan Iman kepada Qdha dan Qadhar dalam kehidupan sehari-hari.
1.4.Teknik Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, teknik penulisan yang digunakan adalah dengan Teknik Telaah Pustaka, yaitu meneliti kepustakaan atau buku-buku yang cocok dengan pokok pembahasan dengan menerangkan sumber-sumber tertulis.
Disamping menggunakan Teknik Telaah Pustaka, kami juga menggunakan teknik Searching, yakni mengambil referensi dari Internet dengan tujuan untuk membantu memperjelas dan agar lebih mudah memahami daripada isi makalah tersebut.
Untuk lebh memahami materi secara langsung saja juga menggunakan teknik Interview kepada guru pengampu mata pelajaran Aqidah Akhlak secara langsung di MAN 1 Kota Magelang.
1.5.Sistematika Penulisan
Agar makalah ini tersusun dengan baik, maka penulis membuat sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I. PENDAHULUAN, yang meliputi : Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan Penulisan, Teknik Penulisan, Sistematika penulisan.
BAB II. PEMBAHASAN, yang meliputi : Pengertian dan penjelasan-penjelasan.
BAB III. PENUTUP, yang meliputi: Kesimpulan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Iman Kepada Qadha dan Qadhar
A. Menurut Etimologi
Qada' berasal dari Bahasa Arab akar kata Fi’il Madli قَضَاء, qaḍāʾ, yang artinya: ketetapan, pemerintah, kehendak,pemberitahuan, penciptaan.
Sedangkan Qadar berasal dari Bahasa Arab akar kata Fi’il Madli قدر, qadr, yang artinya: kepastian, peraturan, ukuran, keputusan.
B. Menurut Terminologi
Qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk.
Qadar adalah perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya.
Allah Berfirman : yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. (QS .Al-Furqan ayat 2).
Qodha artinya ketentuan atau keputusan Allah kepada mahluknya yang akan terjadi baik di dunia maupun di akherat, sedangkan qodar ádalah segala sesuatu ketentuan atau ketetapan Allah yang telah terjadi atas mahluknya. Pendek kata qadha ádalah rencana Allah yang akan terjadi sedang jika rencana tersebut sudah terjadi menjadi kenyataan pada diri mahluknya disebut qodar. Segala sesuatu yang ada di dunia ini telah di tentukan qadha oleh Allah, sebagaima dijelaskan dalam Q.S. Al Hidayat ayat 22 yang berarti:
“ Tiada suatu bencanapun yang menimpa di Bumi dan ( Tidak pula ) pada dirimu sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh ) sebelum kami menciptakannya, Sesungguhnya yang demikian itu ádalah mudah bagi Allah.”
Jadi arti beriman kepada Qodha Qodar Allah artinya mempercayai dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menetapkan Qadha dan Qodar mahluknya yang bersifat Azali. Azali Artinya ketetapan itu sudah ada sebelum keberadaan atau kelahiran mahluk tersebut.
2.2 Ciri-ciri Iman kepada Qadha dan Qadhar
Orang yang percaya pada Qodha dan qodar Allah tidak akan pasrah tanpa berbuat sesuatu, karena merasa nasibnya sudah ditentukan Allah. Sebab manusia tidak akan tahu apakah takdirnya itu muallaq atau mubram sebelum dia berusaha keras dan berdo’a untuk mendapatkan keinginannya. Dalam Q.S. Ar Ra’du ayat 11 Allah Berfirman yang artinya :
“ Sesunnguhnya allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan orang yang beriman kepada Qodha dan Qodar memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1. Tidak sombong, karena kelebihan dan keberhasilan yang ia miliki merupakan takdir Allah dan Manusia hanya diwajibkan untuk berihtiar.
2. Sabar dalam menerima cobaan dan musibah, karena ia yakin bahwa segala sesuatu mengenai dirinya maupun orang lain ádalah merupakan ketentuan Allah sehingga manusia hanya menjalannya estela berusaha.
3. Optimis dan tidak rendah diri, ia tidak menyesali nasib dan kekurangan yang dimiliki karena apa saja yang dimiliki seseorang merupakan bagiannya yang sudah diítakdirkan.
4. Qonaah, karena dia sudah merasa cukup dengan yang dimilikinya setelah berusaha.
5. Pantang menyerah, tak kenal putus asa selalu berusaha dan berihtiar mencari takdir yang terbaik.
2.5 Hubungan Antara Qadha dan Qadhar dengan Ikhtiar
Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya. Berkaitan dengan qadha dan qadar, Rasulullah SAW bersabda yang artinya sebagai berikut yang artinya
”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaekat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupny) sengsara atau bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).
Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.
Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa kehadapan Khalifah Umar. ” Mengapa engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah sudah mentakdirkan saya menjadi pencuri.
Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ” Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!.” Orang-orang yang ada disitu bertanya, ” Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?”Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah”.
Mengenai adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman nabi Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap nabi. Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya dan langsung menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi menegur orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”.
Dari kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu, namun manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar. Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah dengan rajin setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan kepada Allah kita kepada Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas.
Qadha adalah rencana Allah yang akan terjadi, sedangkan Qadar adalah jika rencana tersebut sudah terjadi menjadi kenyataan pada diri mahluknya. Beriman pada Qadha dan Qadar akan membuat orang menjadi tenang mantap dan tidak mudah putus asa maupun bersedih yang berlebihan karena sebagai manusia yang diciptakan oleh tuhannya dia hanya diwajibkan berusaha sedangkan yang menentukan hasilnya adalah Allah.
Dalam istilah seharí – hari Qodar beserta usaha manusia biasa disebut takdir. Takdir Allah ada yang tetap atau sama sekali tidak dapat berubah yang disebut dengan takdir Mubram. Sedangkan takdir Allah yang masih bisa berubah dengan usaha manusia disebut dengan Takdir Muallaq.
1. Takdir Mubram
Yaitu ketentuan Allah yang pasti terjadi terhadap segala sesuatu dan tidak bisa diusahakan atau dielakkan oleh siapapun. Contoh : Penciptaan dan pengaturan dan pengaturan alam semesta seperti Matahari Terbit dari timur, datangnya hari Kiamat, Jenis kelamin anak yang dilahirkan, kematian mahluk hidup, dan lain – lain. Dalam Q.S. An Nisa ayat 78 yang artinya:
“ Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan : “ ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang – orang itu (orang munafik) hampir – hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun”.
Contoh kongritnya Amin sama sekali tidak tahu mengapa ia dilahirkan seperti sekarang ini, dari bapak ibu yang berkulit sawo matang, mempunyai pekerjaan tukang becak, bertempat tinggal di Pati. Seandainya ia bisa memilih mungkin dia ingin dilahirkan dari orang tua yang berkulit putih dan ganteng, orang tua yang konglomerat dan tinggal di Eropa. Tetapi hal itu tidak bisa terjadi, inilah yang disebut takdir Mubram.
2. Takdir Muallaq.
Yaitu ketentuan Allah terhadap sesuatu yang dalam pelaksanaannya Allah memberi peran serta kepada manusia untuk berusaha atau berihtiar. Contoh: Kepandaian, kekayaan, keberhasilan, dan lain –lain. Kepandaian, kekayaan, dan keberhasilan masing – masing orang telah ditakdirkan oleh allah, tetapi untuk merealisasikan takdir itu Allah memberi peran kepada manusia untuk berusaha atau berihtiar.
2.6 Fungsi Iman Kepada Qadha dan Qadhar
Selain akan menentukan sempurna tidaknya iman seseorang, iman kepada Qadha dan Qodar mempunyai beberapa manfaat atau fungsi bagi kehidupan manusia, yaitu:
1. Mengendalikan kesedihan dan kegembiraan yang berlebihan.
Dengan percaya bahwa segala sesuatu baik kesengsaraan maupun kenikmatan adalah merupakan ketentuan dan ketetapan dari Allah SWT, maka apabila seseorang mendapatkan sesuatu yang tidak menyenangkan maka dia tidak akan bersedih hati secara berlebih – lebihan, begitu juga apabila mendapatkan sesuatu keberhasilan mereka tidak akan membanggakan dan menyombongkan diri, karena mereka meyakini bahwa semuanya adalah merupakan ketentuan Allah SWT. Firman Allah dalam Q.S. Al Hadid ayat 23 yang artinya:
” (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kmu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membnggakan diri”
2. Menumbuhkan kesadaran seseorang untuk mau menerima kenyataan.
Percaya pada Qadha dan Qodar membuat seseorang menerima apa saja yang terjadi pada dirinya, sehingga tidak menyesali sesuatu yang ada atau yang telah mereka lakukan.
3. Menumbuhkan rasa optimis dan percaya diri.
Orang yang percaya bahwa apa yang ada di pada seseorang adalah merupakan takdir Allah, mereka tidak akan merasa rendah diri atau minder dan putus asa karena kondisi dan keadaan yang ada pada dirinya.
4. Menumbuhkan rasa tenang dan tawakkal lepada Allah.
Percaya pada Qadha dan Qadar membuat seseorang yakin bahwa segala sesuatu terjadi karena kehendak dan ketetapan Allah, tentu apa saja yang diterima dan dialami akan diserahkan kepada Allah dzat yang menghendaki dan menetapkan, sehingga hidupnya merasa tenang dan tidak meliputi rasa kekawatiran.
5. Meningkatkan motifasi untuk berusaha.
Dengan meyakini bahwa takdir itu ada yang muallaq, maka akan meningkatkan motifasi kepada manusia untuk berusaha dan berihtiar.
2.7 Kewajian Iman Kepada Qadha dan Qadhar
Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang berpakaian serba putih , rambutnya sangat hitam. Lelaki itu bertanya tentang Islam, Iman dan Ihsan. Tentang keimanan Rasulullah menjawab yang artinya:
Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaekat-malaekat-Nya, kitab-kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir dan beriman pula kepada qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk. Lelaki tersebut berkata” Tuan benar”. (H.R. Muslim).
Lelaki itu adalah Malaekat Jibril yang sengaja datang untuk memberikan pelajaran agama kepada umat Nabi Muhammad SAW. Jawaban Rasulullah yang dibenarkan oleh Malaekat Jibril itu berisi rukun iman. Salah satunya dari rukun iman itu adalah iman kepada qadha dan qadar. Dengan demikian , bahwa mempercayai qadha dan qadar itu merupakan hati kita. Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan adalah atas kehendak Allah SWT.
Sebagai orang beriman, kita harus rela menerima segala ketentuan Allah atas diri kita. Di dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang artinya: ” Siapa yang tidak ridha dengan qadha-Ku dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani).
Takdir Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu takdir tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai dengan keinginan kita, hendaklah kita beresyukur karena hal itu merupakan nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa di balik musibah itu ada hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah SWT Maha Mengetahui atas apa yang diperbuatnya.
2.8 Tingkatan Iman kepada Qadha dan Qadhar
Menurut Ahlussunnah Wal Jamaah, qadha’ dan qadar mempunyai empat tingkatan :
· Pertama : Al-‘Ilm (pengetahuan)
Artinya mengimani dan meyakini bahwa Allah Ta’ala Maha Tahu atas segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, secara umum maupun terperinci, baik itu termasuk perbuatanNya sendiri atau perbuatan makhlukNya. Tak ada sesuatupun yang tersembunyi bagiNya.
· Kedua : Al-kitabah (penulisan)
Artinya mengimani bahwa Allah Ta’ala telah menuliskan ketetapan segala sesuatu dalam Lauh Mahfuzh. Kedua tingkatan ini sama-sama dijelaskan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya:
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاء وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah”. (Al-Hajj:70)
Dalam ayat ini disebutkan lebih dahulu bahwa Allah Ta’ala mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi, kemudian dikatakan bahwa yang demikian itu tertulis dalam sebuah kitab Lauh Mahfuzh.
Sebagaimana dijelaskan pula oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:
“ Pertama kali tatkala Allah Ta’ala menciptakan qalam (pena), Dia firmankan kepadanya : Tulislah!. Qalam itu berkata : “ya Tuhanku, apakah yang hendak kutulis?” Allah Ta’ala berfirman : “Tulislah apa saja yang akan terjadi!” maka seketika itu bergeraklah qalam itu menulis segala sesuatu yang akan terjadi hingga hari kiamat”.
Ketika Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang apa yang hendak kita perbuat, apakah sudah ditetapkan atau tidak? beliau menjawab:“sudahditetapkan”.
Dan ketika beliau ditanya: “Mengapa kita mesti berusaha dan tidak pasrah saja dengan takdir yang sudah tertulis? Beliaupun menjawab : “Berusahalah kalian, masing-masing akan dimudahkan menurut takdir yang telah ditentukan baginya”. Kemudian beliau mensitir firman Allah:
Dan ketika beliau ditanya: “Mengapa kita mesti berusaha dan tidak pasrah saja dengan takdir yang sudah tertulis? Beliaupun menjawab : “Berusahalah kalian, masing-masing akan dimudahkan menurut takdir yang telah ditentukan baginya”. Kemudian beliau mensitir firman Allah:
فَأَمَّا مَن أَعْطَى وَاتَّقَى . وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى . فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى . وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى . وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى . فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى
“Adapun orang yang memberikan hartanya (di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami akan memudahkan baginya (jalan) yang mudah. Sedangkan orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan adanya pahala yang terbaik, maka Kami akan memudahkan baginya (jalan) yang sukar”. ( Al Lail: 5–10)
Oleh karena itu hendaklah anda berusaha, sebagaimana yang diperintahkan nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam kepada para shahabat. Anda akan di mudahkan menurut takdir yang telah ditentukan Allah Ta’ala.
· Ketiga : Al- Masyiah ( kehendak ).
Artinya: bahwa segala sesuatu, yang terjadi atau tidak terjadi, di langit dan di bumi, adalah dengan kehendak Allah Ta’ala. Hal ini dinyatakan jelas dalam Al-Qur’an Al–Karim. Dan Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa apa yang diperbuatNya, serta apa yang diperbuat para hambaNya juga dengan kehendakNya. Firman Allah:
لِمَن شَاء مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ . وَمَا تَشَاؤُونَ إِلَّا أَن يَشَاء اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apa bila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam”. (At Takwir : 28 -29)
“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apa bila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam”. (At Takwir : 28 -29)
وَلَوْ شَاء رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ
“ jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya”. (Al–An’am : 112)
“ jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya”. (Al–An’am : 112)
وَلَوْ شَاء اللّهُ مَا اقْتَتَلُواْ وَلَـكِنَّ اللّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ
“Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehandakinya”. (Al–Baqarah: 253)
“Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehandakinya”. (Al–Baqarah: 253)
Dalam ayat–ayat tersebut Allah Ta’ala menjelaskan bahwa apa yang diperbuat oleh manusia itu terjadi dengan kehendak-Nya.
Dan banyak pula ayat-ayat yang menunjukkan bahwa apa yang diperbuat Allah adalah dengan kehendak-Nya. Seperti firman Allah:
Dan banyak pula ayat-ayat yang menunjukkan bahwa apa yang diperbuat Allah adalah dengan kehendak-Nya. Seperti firman Allah:
وَلَوْ شِئْنَا لَآتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدَاهَا
“Dan kalau kami menghendaki niscaya akan kami berikan kepada tiap–tiap jiwa petunjuk (bagi) nya”. (As Sajdah: 13)
“Dan kalau kami menghendaki niscaya akan kami berikan kepada tiap–tiap jiwa petunjuk (bagi) nya”. (As Sajdah: 13)
وَلَوْ شَاء رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu”. (Huud : 118)
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu”. (Huud : 118)
Dan banyak lagi ayat–ayat yang menetapkan kehendak Allah dalam apa yang diperbuat-Nya.
Oleh karena itu, tidaklah sempurna keimanan seseorang kepada qadar (takdir) kecuali dengan mengimani bahwa kehendak Allah Ta’ala meliputi segala sesuatu. Tak ada yang terjadi atau tidak terjadi kecuali dengan kehendakNya. Tak mungkin ada sesuatu yang terjadi di langit ataupun di bumi tanpa dengan kehendak Allah Ta’ala.
· Keempat : Al–Khalq ( penciptaan )
Artinya mengimani bahwa Allah pencipta segala sesuatu. Apa yang ada di langit dan di bumi penciptanya tiada lain kecuali Allah Ta’ala. Sampai “ kematian” lawan dari kehidupan itupun diciptakan Allah.
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Yang menjadikan hidup dan mati, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”. (Al-Mulk : 2)
“Yang menjadikan hidup dan mati, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”. (Al-Mulk : 2)
Jadi segala sesuatu yang ada di langit ataupun di bumi penciptanya tiada lain adalah Allah Ta’ala.
Kita semua mengetahui dan meyakini bahwa apa yang terjadi dari hasil perbuatan Allah adalah ciptaan-Nya. Seperti langit, bumi, gunung, sungai, matahari, bulan, bintang, angin, manusia dan hewan kesemuanya adalah ciptaan Allah. Demikian pula apa yang terjadi untuk para makhluk ini, seperti : sifat, perubahan dan keadaan, itupun ciptaan Allah Ta’ala.
Akan tetapi mungkin saja ada orang yang merasa sulit memahami, bagaimana dapat dikatakan bahwa perbuatan dan perkataan yang kita lakukan dengan kehendak kita ini adalah ciptaan Allah Ta’ala?
Jawabnya: Ya, memang demikian, sebab perbuatan dan perkataan kita ini timbul karena adanya dua faktor, yaitu kehendak dan kemampuan. Apa bila perbuatan manusia timbul karena kehendak dan kemampuannya, maka perlu diketahui bahwa yang menciptakan kehendak dan kemampuan manusia adalah Allah Ta’ala. Dan siapa yang menciptakan sebab dialah yang menciptakan akibatnya.
Jadi, sebagai argumentasi bahwa Allah-lah yang menciptakan perbuatan manusia maksudnya adalah bahwa apa yang diperbuat manusia itu timbul karena dua faktor, yaitu : kehendak dan kemampuan. Andaikata tidak ada kehendak dan kemampuan, tentu manusia tidak akan berbuat, karena andaikata dia menghendaki, tetapi tidak mampu, tidak akan dia berbuat, begitu pula andaikata dia mampu, tetapi tidak menghendaki, tidak akan terjadi suatu perbuatan.
Jika perbuatan manusia terjadi karena adanya kehendak yang mantap dan kemampuan yang sempurna, sedangkan yang menciptakan kehendak dan kemampuan tadi pada diri manusia adalah Allah Ta’ala, maka dengan ini dapat dikatakan bahwa yang menciptakan perbuatan manusia adalah Allah Ta’ala.
Akan tetapi, pada hakekatnya manusia-lah yang berbuat, manusia-lah yang bersuci, yang melakukan shalat, yang menunaikan zakat, yang berpuasa, yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, yang berbuat kemaksiatan, yang berbuat ketaatan; hanya saja perbuatan ini ada dan terjadi dengan kehendak dan kemampuan yang diciptakan oleh Allah Ta’ala. Dan alhamdulillah hal ini sudah cukup jelas.
Akan tetapi, pada hakekatnya manusia-lah yang berbuat, manusia-lah yang bersuci, yang melakukan shalat, yang menunaikan zakat, yang berpuasa, yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, yang berbuat kemaksiatan, yang berbuat ketaatan; hanya saja perbuatan ini ada dan terjadi dengan kehendak dan kemampuan yang diciptakan oleh Allah Ta’ala. Dan alhamdulillah hal ini sudah cukup jelas.
Keempat tingkatan yang disebutkan tadi wajib kita tetapkan untuk Allah Ta’ala. Dan hal ini tidak bertentangan apabila kita katakan bahwa manusia sebagai pelaku perbuatan.
Seperti halnya kita katakan : “api membakar” padahal yang menjadikan api dapat membakar adalah Allah Ta’ala. Api tidak dapat membakar dengan sendirinya, sebab seandainya api dapat membakar dengan sendirinya, tentu ketika nabi Ibrahim ‘alaihissalam dilemparkan ke dalam api, akan terbakar hangus. Akan tetapi, ternyata beliau tidak mengalami cidera sedikitpun, karena Allah Ta’ala berfirman pada api itu:
يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“hai api, jadilah dingin dan keselamatan bagi Ibrahim”. (Al Anbiya’: 69)
“hai api, jadilah dingin dan keselamatan bagi Ibrahim”. (Al Anbiya’: 69)
Sehingga Nabi Ibrahim tidak terbakar, bahkan tetap dalam keadaan sehat wal afiat.
Jadi, api tidak dapat membakar dengan sendirinya, tetapi Allah-lah yang menjadikan api tersebut mempunyai kekuatan untuk membakar. Kekuatan api untuk membakar adalah sama dengan kehendak dan kemampuan pada diri manusia untuk berbuat, tidak ada perbedaanya. Hanya saja, Karena manusia mempunyai kehendak, perasaan, pilihan dan tindakan, maka secara hukum yang dinyatakan sebagai pelaku tindakan adalah manusia. Dia akan mendapat balasan sesuai dengan apa yang diperbuatnya, karena dia berbuat menurut kehendak dan kemauannya sendiri.
2.9 Hikmah Iman Kepada Qadhar dan Qadha
Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:
1. Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian
Allah Berfirman ”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan. ”( QS. An-Nahl ayat 53).
2.Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
Allah Berfirman “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87)
Sabda Rasulullah: yang artinya” Tidak akan masuk sorga orang yang didalam hatinya ada sebiji sawi dari sifat kesombongan.”( HR. Muslim)
3.Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
Allah Berfirman “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)
4.Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.
Allah Berfirman “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam sorga-Ku.( QS. Al-Fajr ayat 27-30)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ü kurikulum Qada' Bahasa Arab: قَضَاء, qaḍāʾ, :ketetapan,pemerintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Qadar Bahasa Arab : قدر, qadr, : kepastian, peraturan, ukuran, keputusan.
ü Qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Qadar adalah perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya.
ü Ciri-ciri iman kepada qadha dan qadhar adalah Tidak sombong, sabar, optimis, qona’ah, pantang menyerah.
ü Hubungan antara qadha dan qadhar dengan Ikhtiyar atau usaha sangatlah erat dan dengan ikhtiar dapat mengubah taqdir.
ü Fungsi Iman kepada qadha dan qadhar adalah Mengendalikan kesedihan dan kegembiraan secara berlebihan,Menumbuhkan kesadaran manusia untuk menerima kenyataan, Menumbuhkan rasa optimis dan percaya diri., Menumbuhkan rasa tenang dan tawakal kepada Alloh SWT danMeningkatkan motivasi untuk berusaha.
ü Kewajiban mempercayai qadha dan qadar itu merupakan hati kita. Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan adalah atas kehendak Allah SWT.
ü Qadha dan Qadhar dibagi atas empat tingkatan, yaitu Al-Ilmu, Al-kitabah, Al-Masyitah dan Al-Khalq.
ü Bebrapa hikmah iman kepada qadha dan qadhar adalah sabar, tawadlu’, optimis, giat, bersyukur dan jiwa menjadi tenang.
DAFTAR PUSTAKA
Subandijah,Pengembangan dan Inovasi Kurikulum,1996. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hendyat Soetopo, Westy Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum,1986.Jakarta: Bina Aksara.
http://muslimahasy-syauq.blogspot.co.id/2013/11/kurikulum-tahun-1984.htm
0 komentar:
Posting Komentar